PERAN POKDARWIS PANCOH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYAPENGEMBANGAN DESA WISATA PANCOH, TURI, SLEMAN.
i
PERAN POKDARWIS PANCOH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA
PENGEMBANGAN DESA WISATA PANCOH, TURI, SLEMAN
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh : Jamilatun Haniáh NIM 13102241050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
(2)
ii
PERAN POKDARWIS PANCOH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA
PENGEMBANGAN DESA WISATA PANCOH, TURI, SLEMAN
Oleh : Jamilatun Hani‟ah NIM 13102241050
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan : (1) Peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata (2) Faktor penghambat dan faktor pendukung Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Setting penelitian yaitu peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh. Informan dalam penelitian ini adalah pengurus Pokdarwis, anggota Pokdarwis, masyarakat dan tokoh masyarakat Pancoh. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian dibantu dengan pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi, display data, dan penarikan kesimpulan. Triangulasi sumber, teknik dan waktu dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan berbagai narasumber, berbagai tekhnik dan waktu yang berbeda dalam mencari informasi yang dibutuhkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Peran yang dilakukan Pokdarwis Pancoh meliputi, peran sebagai motivator yang meliputi motivasi ekonomi, motivasi berprestasi, dan motivasi sosial, peran sebagai fasilitator, dan peran sebagai komunikator (2) Faktor penghambat meliputi tingkat kehadiran masyarakat kurang dalam kegiatan kepemanduan, rendahnya partisipasi masyarakat, perbedaan persepsi masyarakat, kurangnya pendampingan dari pemerintah, kurangnya kegiatan pelatihan, kurangnya kepercayaan diri dari masyarakat. Faktor pendukung meliputi antusias masyarakat, potensi alam dan aktifitas masyarakat yang menjadi obyek wisata, kesenian budaya yang beragam, potensi masyarakat, dukungan dari tokoh masyarakat, dampak positif dari perkembangan Desa Wisata, kesabaran dari anggota Pokdarwis Pancoh itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam membentuk sebuah kelompok sadar wisata yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan dunia wisata dan kepedulian terhadap lingkungan. Pokdarwis Pancoh berhasil membuktikan perannya dalam merubah mindset masyarakat Pancoh dari masyarakat petani menjadi masyarakat wisata.
(3)
iii
ROLE POKDARWIS PANCOH IN IMPROVING COMMUNITY PARTICIPATION AS TOURISM VILLAGE DEVELOPMENT
PANCOH, TURI, SLEMAN By :
Jamilatun Haniáh NIM 13102241050
ABSTRACT
This research aims to describe : (1) Role Pokdarwis Pancoh in improving community participation as tourism village development (2) inhibiting factors and supporting factors Pokdarwis Pancoh in improving community participation as tourism village development.
This research is a descriptive research with qualitative approach. The research setting is the role of Pokdarwis Pancoh in inviting and improving community participation in developing Pancoh Tourism Village. Informants in this research are Pokdarwis board members. Pokdarwis members, community and community leaders Pancoh. Researchers are the main instruments in conducting research assisted by guidelines for observation, interviews, and documentation. Data collection using observation techniques, documentation, and interviews. Data analysis techniques used are reduction, data display, and conclusion. Triangulation of resources, techniques and time is done to explain the validity of data with various sources, different techniques and time in searching for the information needed.
The result of this research indicate that : (1) The role of Pokdarwis Pancoh includes the role of Pokdarwis Pancoh as a motivator that includes economic motivation, achievement motivation, and social motivation, the role of Pokdarwis Pancoh as a facilitator, and the role of Pokdarwis Pancoh communicator (2) inhibiting factors include the level of community attendance is lacking in the activities of the guidance, low community participation, differents perceptions of society, lack of mentoring from the government, lack of training activities, lack of confidence from the community. Supporting factors include community enthusiasm, natural potentials and activities of the people who become the object of tourism, diverse cultural arts, community potential, support from community leaders, the positive impact of the development of Tourism Village, patience of the members of Pokdarwis it self. This research shows the success of the government in forming a tourism conscious group that aims to awaken the public to the world of tourism and environmental awareness. Pokdarwis Pancoh succeeded in proving his role in changing the mindset of the Pancoh community from the peasant community to the tourism community.
(4)
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Jamilatun Haniáh
NIM : 13102241050
Program Studi : Pendidikan Luar Sekolah
Judul TAS : Peran Pokdarwis Pancoh dalam Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Pancoh, Turi, Sleman
(5)
v
LEMBAR PERSETUJUAN Tugas Akhir Skripsi dengan Judul
PERAN POKDARWIS PANCOH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA
PENGEMBANGAN DESA WISATA PANCOH, TURI, SLEMAN
(6)
vi
HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi
PERAN POKDARWIS PANCOH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA
PENGEMBANGAN DESA WISATA PANCOH, TURI, SLEMAN
Disusun oleh: Jamilatun Haniáh NIM 13102241050
(7)
vii
PERSEMBAHAN Atas karunia Allah SWT
Karya ini akan saya persembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih dan sayangnya serta doá yang tidak pernah lupa mereka sisipkan, sehingga penulis berhasil menyusun karya ini. Terimakasih atas semua pengorbanan yang telah diberikan.
2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begitu besar.
(8)
viii MOTTO
Hidup adalah proses belajar terus menerus (penulis)
Hidupkanlah hidup dengan kehidupan yang menghidupkan (penulis)
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Peran Pokdarwis Pancoh dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Pancoh, Turi, Sleman” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Serafin Wisni Septiarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan semangat, dorongan dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Bapak Joko Sri Sukardi, M.Si dan Bapak Aloysius Setyo Rohadi, M.Kes selaku Penguji Utama dan Sekretaris Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini. 3. Bapak Lutfi Wibawa, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.
(10)
x
5. Bapak Camat Turi, Kepala Desa Girikerto, Bapak Kepala Dusun Pancoh, Bapak Ngatijan dan Bapak Noto Wiyono selaku Ketua Pengelola dan Pokdarwis Pancoh yang telah memberikan bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
6. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan disini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semmua pihak diatas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.
Yogyakarta, Juli 2017 Penulis,
Jamilatun Haniáh NIM 13102241050
(11)
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
MOTTO ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 10
1. Tinjauan Peran Kelompok ... 10
a. Pengertian Peran ... 10
b. Pengertian Kelompok ... 10
c. Timbulnya Kelompok ... 11
d. Ciri-ciri Kelompok ... 13
e. Kekompakan Kelompok ... 16
2. Tinjauan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) ... 17
a. Pengertian Pokdarwis ... 17
b. Maksud Pembentukan Pokdarwis ... 18
c. Tujuan Pembentukan Pokdarwis ... 18
d. Fungsi dan Kedudukan Pokdarwis ... 19
e. Keanggotaan Pokdarwis ... 20
f. Pokdarwis Sebagai Aktivis Pengembangan Masyarakat ... 20
3. Tinjauan Partisipasi ... 22
a. Pengertian Partisipasi ... 22
b. Bentuk-bentuk Partisipasi ... 22
c. Macam-macam Partisipasi ... 23
d. Faktor-faktor Partisipasi ... 24
(12)
xii
4. Tinjauan Motivasi Masyarakat ... 27
a. Pengertian Motivasi ... 27
b. Teori Hierarki Menurut Abraham Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory) ... 28
c. Teori Motivasi Dua Faktor (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory) ... 31
d. Teori Prestasi Mc. Clelland (Mc. Clelland Achievement Motivation Theory) ... 32
e. Alderfer‟s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory ... 34
f. Penggolongan Motivasi Manusia ... 35
g. Cara Mengukur Motivasi ... 37
h. Pengertian Masyarakat ... 38
5. Tinjauan Pengembangan Desa Wisata ... 40
a. Pengertian Desa Wisata ... 40
b. Tingkat Perkembangan Desa Wisata ... 40
c. Kebijakan Pengembangan Desa Wisata ... 41
B. Penelitian Yang Relevan ... 42
C. Pertanyaan Penelitian ... 43
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 45
B. Setting Penelitian ... 47
C. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian ... 48
D. Teknik Pengumpulan Data ... 50
E. Instrumen Penelitian ... 56
F. Teknik Analisis Data ... 57
G. Keabsahan Data ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
1. Deskripsi Umum Desa Wisata Pancoh ... 64
a. Letak Demografis dan Geografis Dusun Pancoh ... 64
b. Jumlah Penduduk Dusun Pancoh ... 67
c. Profil Desa Wisata Pancoh ... 68
d. Potensi Wisata Desa Pancoh ... 69
e. Deskripsi Masyarakat Pancoh ... 72
2. Gambaran Umum Pokdarwis Pancoh ... 75
a. Sejarah Berdirinya Pokdarwis Pancoh ... 75
b. Deskripsi Anggota Pokdarwis Pancoh ... 78
c. Struktur Organisasi Pengelola dan Pokdarwis Pancoh ... 80
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 81
1. Peran Pokdarwis Pancoh Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Pancoh ... 81
(13)
xiii
b. Peran Pokdarwis Sebagai Fasilitator ... 109
c. Peran Pokdarwis Sebagai Komunikator ... 113
2. Tanggapan Masyarakat Pancoh Mengenai Pengembangan Desa Wisata Pancoh ... 114
3. Keuntungan Terlibat dalam Pengembangan Desa Wisata Bagi Masyrakat Pancoh ... 116
4. Motivasi Masyarakat Pancoh dalam Mengembangkan Desa Wisata ... 122
5. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Pokdarwis Pancoh Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat ... 129
a. Faktor penghambat Pokdarwis Pancoh Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat... 129
b. Faktor pendukung Pokdarwis Pancoh Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat... 135
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 141
B. Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 143
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Profil Subyek Penelitian ... 50
Tabel 2. Teknik Pengumpulan Data ... 55
Tabel 3. Pemanfaatan lahan di Dusun Pancoh ... 65
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1. Peta Dusun Pancoh ... 66 Gambar 2. Peta Potensi Ekowisata Pancoh ... 72 Gambar 3. Aktivitas warga dusun Pancoh dalam menyiapkan
kuliner ... 95 Gambar 4. Aktivitas beberapa masyarakat Pancoh pada saat memandu
Wisata ... 96 Gambar 5. Aktivitas masyarakat Pancoh pada saat mengikuti pelatihan ... 98 Gambar 6. Salah satu aktivitas pemuda karangtaruna pada saat mengikuti
kegiatan kerja bakti ... 101 Gambar 7. Aktivitas beberapa masyarakat Pancoh pada saat kegiatan kerja
Bakti ... 102 Gambar 8. Salah satu rumah warga yang dijadikan sebagai homestay ... 108 Gambar 9. Tempat yang digunakan untuk kegiatan pelatihan pembuatan
kerajinan tangan ... 110 Gambar 10. Salah satu tempat yang digunakan untuk kegiatan latihan,
menyimpan alat-alat kesenian budaya dan juga menjadi obyek wisata budaya Desa Wisata Pancoh ... 112
(16)
xvi
DAFTAR BAGAN
Hal Bagan 1. Struktur Organisasi Pengelola Desa Wisata Pancoh ... 80 Bagan 2. Struktur Organisasi Pokdarwis Pancoh ... 80
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Pedoman Penelitian ... 146
Lampiran 2. Catatan Lapangan ... 162
Lampiran 3. Reduksi, Display, dan Kesimpulan ... 189
Lampiran 4. Dokumentasi ... 238
(18)
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya raya, baik kaya akan wisata alamnya, sumber daya alamnya, keseniannya, maupun budayanya. Wisata alam yang ada di Indonesia sangatlah beragam, mulai dari wisata pantai, pegunungan, air terjun, danau dan sungai. Keindahan alam Indonesia berhasil menarik perhatian dunia, hal itu dapat ditandai dengan semakin meningkatnya wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia untuk menikmati potensi wisata dan keindahan alam yang ada. Menurut data dari Kementrian Pariwisata (kemenpar) bulan September tahun 2016 menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sejumlah 1.006.653 juta jiwa, meningkat dibandingkan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada tahun 2015 yang berjumlah 920.128 jiwa. Hal tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaan wisatawan mancanegara dengan potensi wisata yang ada di Indonesia.
Dampak dari semakin meningkatnya wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sangatlah beragam, tidak hanya secara ekonomi saja, namun juga secara sosial, politik, budaya dan lingkungan. Secara ekonomi, kontribusi pariwisata terlihat sangat nyata yaitu dapat menambah devisa negara, pendapatan asli daerah, dan pendapatan masyarakat sekitar. Pariwisata juga terbukti mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat. Pariwisata merupakan industri besar yang
(19)
2
menjadi andalan utama bagi negara dalam menghasilkan devisa negara. Oleh karena itu, pengembangan dalam bidang wisata terus dilakukan. Sebagaimana dimuat dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan maupun PP 50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional, maka pengembangan kepariwisataan ditopang oleh empat pilar yaitu: Pengembangan Destinasi Pariwisata, Industri Pariwisata, Pemasaran Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan. Pengembangan pariwisata terus dilakukan untuk menarik datangnya wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Pengembangan pariwisata melibatkan semua lapisan masyarakat, mulai dari kalangan atas sampai masyarakat lapisan bawah, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat biasa. Semua lapisan masyarakat tersebut diharapkan dapat ikut terlibat dan membantu dalam usaha pengembangan wisata. Masyarakat akan terdorong dan termotivasi untuk membantu apabila mereka mengetahui alasan mengapa mereka harus membantu dan keuntungan apa yang akan mereka dapatkan. Masyarakat akan terdorong untuk membantu dan terlibat dalam pengembangan pariwisata apabila masyarakat menyadari adanya dampak positif dengan pengembangan obyek wisata yang ada didaerahnya.
Peran serta masyarakat dalam pengembangan desa sangat dibutuhkan, karena masyarakat adalah subyek utama dalam pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan kesadaran. Pendek kata, dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai obyek, tetapi lebih kepada subyek dan aktor atau pelaku
(20)
3
(Soetomo, 2006:7-8). Dengan adanya masyarakat sebagai subyek atau pelaku, maka secara tidak langsung masyarakat akan ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengembangan desa tersebut. Dalam jangka panjang, keterlibatan masyarakat dalam pengembangan juga akan berdampak positif, kemandirian masyarakat juga akan cepat terwujud dengan adanya partisipasi secara langsung, karena masyarakat akan terbiasa dalam berpartisipasi dan melakukan perubahan. Melalui partisipasi masyarakat secara langsung tersebut, maka akan terjadi proses belajar sambil bekerja secara berkesinambungan.
Peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata secara langsung sangat perlu adanya. Peran serta masyarakat dapat ditumbuhkan dan digerakkan melalui usaha-usaha penerangan serta pengembangan komunikasi sosial yang sehat, yang dilakukan melalui dialog yang luas dan bersifat terbuka, terarah, jujur, bebas dan bertanggung jawab, baik antara pemerintah dan masyarakat maupun antar golongan-golongan masyarakat itu sendiri. Dialog yang demikian akan melahirkan gagasan serta pandangan yang kuat agar pembangunan tetap memiliki gerak maju ke depan. Sebagai contoh, masyarakat di daerah tujuan wisata sangat mengharapkan terbinanya kelestarian usaha yang terkait dengan obyek wisata dan kehidupan alam budaya mereka tidak menjadi rusak (Suwantoro, 2004:34). Untuk itu pembangunan dan pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat sekitar secara langsung.
Salah satu pendekatan pengembangan pariwisata alternatif dengan melibatkan masyarakat secara langsung yaitu dengan pengembangan Desa
(21)
4
Wisata. Pengembangan Desa Wisata dinilai mampu memberdayakan masyarakat dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, pengembangan Desa Wisata secara tidak langsung juga dapat menumbuhkan kemandirian masyarakat, karena dengan adanya Desa Wisata masyarakat akan dituntut untuk terus belajar dan terus berinovasi dalam pengembangan potensi wisata yang ada didaerahnya tersebut. Pengembangan Desa Wisata juga dinilai sebagai alternatif pembangunan desa yang sangat efektif dalam rangka mengenalkan potensi desa, budaya dan tradisi masyarakat setempat. Pengembangan Desa Wisata juga dapat memberi peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat desa untuk memahami esensi dunia pariwisata serta memanfaatkan hasil dari pariwisata tersebut.
Salah satu Kabupaten di Provinsi Yogyakarta yang memiliki banyak Desa Wisata adalah Kabupaten Sleman, tercatat ada 32 Desa Wisata yang berkembang dan dikelola oleh masyarakat setempat (sumber: Arsip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman). Desa Wisata yang ada di Kabupaten Sleman menawarkan beberapa potensi wisata, diantaranya pemandangan desa yang masih sejuk dan asri, kebudayan dan kesenian daerah, bangunan-bangunan bersejarah, dan juga potensi alam yang dapat digunakan untuk kegiatan outbond maupun kegiatan edukasi lainnya. Salah satu yang menjadi ikon dari keindahan alam Kabupaten Sleman adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi merupakan gunung yang masih aktif sampai sekarang dan berbahaya bagi masyarakat sekitar, akan tetapi hal tersebut tidak menjadi halangan masyarakat untuk tetap tinggal dilereng Gunung Merapi.
(22)
5
Pancoh adalah salah satu Desa Wisata yang berada dilereng Gunung Merapi, Desa Wisata Pancoh berada dikaki gunung Merapi dengan ketinggian mencapai 700 mdpl, Desa Pancoh merupakan salah satu desa yang terkena dampak dari bencana erupsi Merapi pada tahun 2010. Setelah beberapa tahun berjalan, masyarakat Desa Pancoh dibantu dengan pendampingan dari salah satu lembaga pemerintah mulai bangkit dan menata kembali desa dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Setelah diamati, Desa Pancoh memiliki potensi alam yang indah dan didukung dengan kebudayaan masyarakat yang beragam. Dengan adanya potensi-potensi yang ada, Desa Pancoh perlu dikembangkan agar menjadi Desa Wisata yang banyak diminati wisatawan, masyarakat Pancoh adalah subyek utama yang dapat menentukan perkembangan desa tersebut.
Peran masyarakat Desa Pancoh sangatlah besar dalam menentukan keberhasilan pengembangan Desa Wisata. Akan tetapi, tidak semua masyarakat tergerak untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan Desa Wisata Pancoh, kurangnya kesadaran masyarakat akan potensi wisata yang ada menjadi faktor penghambat utama dalam pengembangan Desa Wisata Pancoh, sehingga banyak potensi-potensi desa yang masih belum dapat dikelola. Selain itu, masih minimnya fasilitas atau sarana prasarana penunjang yang dapat mendukung pengembangan Desa Wisata dan juga masih minimnya kemampuan sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola potensi-potensi desa yang ada juga menjadi faktor lain yang dapat menghambat pengembangan Desa Wisata Pancoh (pastvnews.com).
(23)
6
Setelah melihat permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat pengembangan Desa Wisata Pancoh, maka beberapa anggota dari masyarakat Pancoh berinisiatif dan tergerak untuk mengembangkan Desa Wisata Pancoh, beberapa anggota masyarakat tersebutlah yang sekarang tergabung di Kelompok Sadar Wisata atau yang sering dsebut dengan Pokdarwis, Pokdarwis ini diberi nama Pokdarwis Pancoh yang artinya Kelompok Sadar Wisata masyarakat Pancoh, Pokdarwis Pancoh bertekad membangkitkan semangat dan motivasi masyarakat Pancoh agar mereka menyadari akan kekayaan Desa Pancoh yang berpotensi apabila dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik. Pokdarwis Pancoh berhasil membuktikan perannya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat Pancoh untuk bersama-sama dalam mengembangkan Desa Wisata Pancoh, yaitu terbukti dengan adanya data homestay dari tahun ke tahun yang menunjukkan peningkatan, dari tahun 2012 : 5 rumah, tahun 2013 : 28 rumah, tahun 2014 : 45 rumah, tahun 2015 : 55 rumah, dan terakhir tahun 2016 : 65 rumah (sumber: Data Homestay Desa Wisata Pancoh tahun 2016). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peran dari Pokdarwis Pancoh tersebut masyarakat Pancoh tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan Desa Wisata Pancoh, dengan adanya Pokdarwis Pancoh ini harapannya masyarakat Pancoh dapat bergerak bersama dan terus konsisten dalam mengembangkan Desa Wisata Pancoh. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti akan meneliti permasalahan tentang bagaimana peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh.
(24)
7 B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Belum semua potensi wisata dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat setempat.
2. Rendahnya kesadaran dan komitmen masyarakat dalam mendukung kegiatan pariwisata.
3. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata.
4. Rendahnya kemampuan sumber daya manusia yang profesional untuk mengelola dan mengembangkan potensi wisata yang ada.
C.Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah diatas, maka peneliti hanya membatasi pada studi tentang Peran Kelompok Sadar Wisata Pancoh Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman, Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini lebih fokus dan terarah terhadap pokok permasalahan yang ada, selain itu hal ini dilakukan karena berbagai keterbatasan peneliti, baik dalam segi waktu maupun tenaga. Peneliti ingin lebih fokus pada permasalahan yang ada agar bisa didapatkan hasil penelitian yang lebih mendalam.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
(25)
8
1. Bagaimana peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh?
2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh?
E.Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran dari Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh. 2. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor
pendukung Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu yang bermanfaat dengan memberikan pemahaman-pemahaman mengenai peran suatu kelompok dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terutama partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata.
(26)
9 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Menambah wawasan dan pemahaman tentang peran suatu kelompok dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata.
2) Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan. b. Bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi program studi Pendidikan Luar Sekolah khususnya terkait mata kuliah pemberdayaan masyarakat untuk lebih memaksimalkan peran mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah tersebut. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai keadaan nyata di lapangan mengenai Program Pendidikan Luar Sekolah di masyarakat.
c. Bagi Kelompok Sadar Wisata Pancoh
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kelompok Sadar Wisata Pancoh untuk membuat keputusan dan kebijakan dalam pengelolaan Desa Wisata Pancoh serta menjadi bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan kegiatan yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata.
(27)
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori
1. Tinjauan Peran Kelompok a. Pengertian Peran
Dalam sebuah kelompok, setiap individu adalah aktor atau pelaku yang harus memainkan perannya masing-masing. Kelompok dalam sebuah komunitas besar atau masyarakat dapat memainkan perannya sebagai agen perubahan di masyarakat. Peran adalah suatu rangkaian pola perilaku yang diharapkan dikaitkan dengan seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam unit sosial. Sedangkan persepsi peran adalah suatu sudut pandang individu mengenai bagaimana dia seharusnya bertindak dalam suatu situasi tertentu, persepsi peran didapatkan dari stimulus yang ada disekitar kita, sebagai contoh teman, buku, film, televisi (Robbins & Judge, 2015:182).
Peran merupakan bagian dari sebuah kelompok. Peran menjamin bahwa dalam menjalankannya, setiap anggota saling berinteraksi sehingga tujuan kelompok dapat tercapai. Peran tersebut saling melengkapi, sehingga suatu peran tidak dapat tercapai tanpa adanya peran lain. Harapan dalam menjalankan suatu peran termasuk hak dan kewajiban, dimana kewajiban dalam suatu peran adalah hak untuk peran yang lain (Zulkarnain, 2013:10). b. Pengertian Kelompok
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, artinya bahwa setiap manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan fisik, sosial maupun
(28)
kebutuhan-11
kebutuhan lain yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Hal inilah yang menjadi dasar individu atau manusia membentuk suatu kelompok masyarakat agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dengan adanya kelompok inilah individu dapat saling berinteraksi satu sama lain, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri atas dua atau lebih yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling memengaruhi pada setiap anggotanya. Berdasarkan sudut pandang tersebut, kelompok merupakan sebuah unit atau kumpulan individu yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terbentuk berdasarkan persepsi yang sama antar-anggota, memiliki tujuan dan motivasi, mempunyai fungsi yang sama kemudian terjadi interaksi yang menunjukkan kebergantungan masing-masing anggota (Arifin, 2015:21).
Pengertian kelompok memiliki ciri-ciri seperti dua orang atau lebih, ada interaksi diantara anggotanya, memiliki tujuan atau goals, memiliki struktur dan pola hubungan diantara anggota yang berarti ada peran, norma dan hubungan antar anggota, serta groupness, merupakan satu kesatuan (Hariadi, 2011:13).
c. Timbulnya Kelompok
Ada beberapa alasan yang menyebabkan suatu kelompok itu terbentuk atau mengapa individu itu mau bergabung dengan suatu kelompok, menurut Sunarto K (2004:122) dalam (Arifin, 2015:32) proses pengelompokan sosial
(29)
12
dalam perjalanan sejarahnya telah terbentuk melalui beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kelompok sosial yang terbentuk melalui pengaruh faktor internal lahir dari sebuah kesadaran setiap individu untuk membangun sebuah kelompok dalam pemenuhan kebutuhannya yang tidak dapat terpenuhi secara individual, seperti kebutuhan pertahanan dari serangan kelompok lain. Pengelompokan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal lahir dari sebuah proses alamiah tanpa melibatkan kehendak pada awal pengelompokannya, seperti seorang bayi yang dilahirkan dalam sebuah kelompok tertentu dan dinobatkan oleh mereka sebagai bagian dari kelompoknya.
Huraerah & Purwanto (2006:28) mendefinisikan beberapa teori yang menjelaskan tentang mengapa manusia bergabung dalam sebuah kelompok, salah satunya yaitu teori Alasan Praktis (practical theory), teori yang diajukan Reitz ini adalah menekankan segi motif/maksud orang berkelompok. Teori ini mengacu pada teori kebutuhan Maslow, yang menurut practical theory ini “the group it self is the source of needs” (kelompok itu sendiri mampu memenuhi kebutuhannya sendiri). Menurut teori ini kelompok-kelompok tersebut cenderung memberikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendasar dari orang yang berkelompok. Letak nilai praktis dari teori ini, disebabkan oleh alasan-alasan tertentu, misalnya : alasan ekonomi, status sosial, keamanan, politis, dan alasan sosial lainnya.
(30)
13
Setiap individu memiliki keinginan untuk bergabung dengan suatu kelompok pasti memiliki alasan tertentu meskipun terkadang tidak disadari, menurut Worchel dan Cooper (1983) dalam Arifin (2015:31) secara psikologis orang masuk dalam kelompok karena tiga alasan, yaitu :
-Mempunyai kebutuhan untuk berafiliasi -Kelompok sering menjadi sumber informasi
-Kelompok sering memberikan hadiah. Alasan ini sering menjadi dasar kepindahan orang ke kelompok lain.
d. Ciri-ciri Kelompok
Ciri-ciri kelompok menurut beberapa ahli hampir sama, yaitu adanya kesamaan tujuan dan keterikatan antar anggota satu dengan yang lainnya. Soetarno (1994:31-34) dalam Huraerah & Purwanto (2006:6-8) mengutip hasil penelitian para ahli sosiologi dan ahli psikologi sosial yang menunjukkan bahwa kelompok sosial mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu : 1) Adanya Motif Yang Sama
Kelompok sosial terbentuk karena anggota-anggotanya mempunyai motif yang sama. Motif yang sama ini merupakan pengikat sehingga setiap anggota kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan bekerja bersama untuk mencapai satu tujuan tertentu. Sesudah kelompok sosial terbentuk biasanya muncul motif baru yang memperkokoh kehidupan kelompok kehidupan kelompok sehingga timbul sense of belonging (rasa menyatu di dalam kelompok) pada tiap-tiap anggota. Rasa ini besar pengaruhnya bagi individu dalam kelompok itu, karena memberikan
(31)
14
tenaga moral yang tidak akan diperolehnya jika ia sebagai individu hidup sendiri, juga dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial dan makhluk individu.
2) Adanya Sikap In-group dan Out-group
Apabila orang lain di luar kelompok itu bertingkah laku seperti mereka, mereka akan menyingkirkan diri. Sikap menolak yang ditunjukkan oleh kelompok yang oleh kelompok itu disebut sikap out-group atau sikap terhadap “orang luar”. Kelompok manusia itu menunjukkan orang luar untuk membuktikan kesediannya berkorban bersama dan kesetiakawannya, baru kemudian menerima orang itu dalam segala kegiatan kelompok. Sikap menerima itu disebut sikap in-group atau sikap terhadap “orang dalam”.
3) Adanya Solidaritas
Solidaritas adalah kesetiakawanan antar anggoa kelompok sosial. Terdapatnya solidaritas yang tinggi di dalam kelompok tergantung kepada kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan baik. Pembagian tugas dalam kelompok sesuai dengan kecakapan masing-masing anggota dan keadaan tertentu akan memberikan hasil kerja yang baik. Dengan demikian, akan makin tinggi pula solidaritas kelompok dan makin tinggi pula sense of belonging. 4) Adanya Struktur Kelompok
Struktur kelompok adalah suatu sistem mengenai relasi antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka serta
(32)
15
sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5) Adanya Norma Kelompok
Yang dimaksud dengan norma-norma kelompok disini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok. Pedoman ini sesuai dengan rumusan tingkah laku yang patut dilakukan anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang bersangkut paut dengan kehidupan kelompok tersebut. Jadi, norma disini mengandung arti ideal, bukan real.
6) Tahap-tahap Pengembangan Kelompok
Terdapat lima model pengembangan kelompok menurut Robbins & Judge (2015:179-180), yaitu :
a) Tahap Membentuk (forming stage)
Digolongkan sebagai sejumlah besar ketidakpastian mengenai tujuan, struktur dan kepemimpinan kelompok. Para anggota “menguji keadaan” untuk menentukan tipe perilaku apa yang dapat diterima. Tahap ini akan selesai ketika para anggota mulai berpikir bahwa dirinya sendiri sebagai bagian dari sebuah kelompok.
b) Tahap Mempeributkan (storming stage)
Adalah salah satu konflik intrakelompok. Para angota menerima keberadaan kelompok tetapi menentang hambatan yang memaksakan pada individualitas. Terdapat konflik tentang siapa yang akan
(33)
16
mengendalikan kelompok. Ketika tahap ini selesai, akan terdapat suatu hierarki kepemimpinan yang relatif jelas di dalam kelompok.
c) Tahap Menyusun Norma (norming stage)
Hubungan yang dekat akan berkembang dan kelompok akan menunjukkan kekompakan. Sekarang terdapat rasa identitas kelompok yang kuat dan persahabatan. Tahap ini selesai ketika struktur kelompok mengeras dan kelompok telah berasimilasi serangkaian ekspektasi umum mengenai apa yang mendefinisikan perilaku anggota yang benar.
d) Tahap Mengerjakan (performing)
Struktur pada poin ini sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dari mengenal dan memahami satu sama lain hingga mengerjakan tugas yang ada.
e) Tahap Membubarkan (adjourning stage)
Adalah untuk mengakhiri kegiatan dan mempersiapkan diri untuk pembubaran. Beberapa anggota kelompok optimis, bersenang-senang atas pencapaian kelompok. Anggota lainnya lebih tertekan karena kehilangan persahabatan dan pertemanan yang didapat selama kelangsungan kerja kelompok.
e. Kekompakan Kelompok
Kekompakan kelompok menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal di dalam kelompok yang merupakan salah satu hasil dari saling ketergantungan positif. Anggota kelompok yang tingkat kekompakan kelompoknya tinggi lebih terangsang untuk aktif mencapai tujuan
(34)
17
kelompok, dibandingkan anggota kelompok yang tingkat kekompakannya rendah. Kekompakan meningkatkan potensi kelompok dan meningkatkan rasa memiliki kelompok pada diri anggota kelompok. Semakin kompak suatu kelompok maka rasa loyalitas, keterlibatan, dan rasa keterikatan akan semakin erat. Seluruh anggota kelompok akan selalu mengadakan interaksi sehingga memudahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan (Zulkarnain, 2013:30).
2. Tinjauan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) a. Pengertian Pokdarwis
Berdasarkan Pedoman dari Kemenpar, Sadar Wisata adalah suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau wilayah. Kelompok Sadar Wisata selanjutnya disebut dengan Pokdarwis, adalah kelembagaan di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak dalam mendukung terciptanya iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona dalam meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Termasuk dalam kategori Pokdarwis diatas adalah organisasi masyarakat yang disebut Kompepar (Kelompok Penggerak Pariwisata). Pokdarwis ini merupakan
(35)
18
kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang dalam aktivitas sosialnya berupaya untuk:
Meningkatkan pemahaman kepariwisataan.
Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan.
Meningkatkan nilai manfaat kepariwisataan bagi masyarakat/anggota Pokdarwis.
Mensukseskan pembangunan kepariwisataan. b. Maksud Pembentukan Pokdarwis
Maksud dari pembentukan Kelompok Sadar Wisata ini yaitu mengembangkan kelompok masyarakat yang dapat berperan sebagai motivator, penggerak serta komunikator dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian masyarakat di sekitar destinasi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata agar dapat berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi berkembangnya kepariwisataan, serta memiliki kesadaran akan peluang dan nilai manfaat yang dapat dikembangkan dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat (sumber : Pedoman Pokdarwis Kemenpar).
c. Tujuan Pembentukan Pokdarwis
Tujuan dari pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) ini adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan posisi dan peran masyarakat sebagai subyek atau pelaku penting dalam pembangunan kepariwisataan, serta dapat bersinergi dan
(36)
19
bermitra dengan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kualitas perkembangan kepariwisataan di daerah.
2) Membangun dan menumbuhkan sikap dan dukungan positif masyarakat sebagai tuan rumah melalui perwujudan nilai-nilai Sapta Pesona bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di daerah dan manfaatnya bagi pembangunan daerah maupun kesejahteraan masyarakat.
3) Memperkenalkan, melestarikan dan memanfaatkan potensi daya tarik wisata yang ada di masing-masing daerah (sumber : Pedoman Pokdarwis Kemenpar).
d. Fungsi dan Kedudukan Pokdarwis 1) Fungsi Pokdarwis
Secara umum, fungsi Pokdarwis dalam kegiatan kepariwisataan adalah:
a) Sebagai penggerak Sadar Wisata dan Sapta Pesona di lingkungan wilayah destinasi wisata.
b) Sebagai Mitra Pemerintah dan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam upaya perwujudan dan pengembangan Sadar Wisata di daerah (sumber : Pedoman Pokdarwis Kemenpar).
2) Kedudukan Pokdarwis
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) berkedudukan di desa/kelurahan di sekitar destinasi pariwisata (sumber : Pedoman Pokdarwis Kemenpar).
(37)
20 e. Keanggotaan Pokdarwis
Syarat-syarat umum keanggotaan Pokdarwis adalah sebagai berikut : 1) Bersifat sukarela.
2) Memiliki dedikasi dan komitmen dalam pengembangan kepariwisataan. 3) Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi daya tarik wisata dan
memiliki kepedulian terhadap pariwisata.
4) Mempunyai mata pencaharian atau pekerjaan yang berkaitan dengan penyediaan barang atau jasa bagi kebutuhan wisatawan, baik langsung maupun tak langsung.
5) Jumlah anggota setiap Pokdarwis, minimal 15 orang (sumber : Pedoman Pokdarwis Kemenpar).
f. Pokdarwis Sebagai Aktivis Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat difokuskan untuk membantu masyarakat lapis bawah dalam mengendalikan secara mandiri terhadap kehidupannya. Proses ini menuntut intervensi terhadap proses dan struktur yang memfasilitasi akses dan kendali terhadap sumber daya dan mengembangkan cara-cara berpikir dan mengerjakan sesuatu yang bisa meningkatkan kehidupan masyarakat miskin dan tidak beruntung. Berbagai kegiatan pengembangan masyarakat harus selalu bisa diakses oleh setiap anggota masyarakat. Para aktivis pengembangan masyarakat harus mengidentifikasi kebutuhan dan berpartisipasi didalam masyarakat. Hal ini berarti mereka menghabiskan waktunya diluar kantornya. Ia senantiasa berbicara dan menyatu bersama masyarakat didaerahnya.
(38)
21
Peran pekerja pengembangan masyarakat adalah membantu masyarakat dalam mengidenfikasi isu, masalah, dan kebutuhan sebagaimana apa yang lihat sendiri menurut referensi ilmiah serta memfasilitasi munculnnya upaya pemecahan secara bersama-sama terhadap isu, masalah dan kebutuhan tersebut. Dengan demikian, pekerja pengembangan masyarakat bekerja bersama dan untuk masyarakat. Mereka tidak bekerja sebagai patron atau orang luar, namun dibangun diatas dasar prinsip saling beremansipasi. Para pekerja pengembangan masyarakat adalah subjek dalam sistem politik dan ekonomi yang mendorong dan merangsang masyarakat agar mau bekerja sama dengan mereka (Zubaedi, 2014:56-57). Dalam konteks pendampingan masyarakat ada tiga peran dan tugas yang menjadi tanggung jawab para pekerja masyarakat, yaitu :
1) Peran Pendamping Sebagai Motivator
Dalam peran ini, pendamping berusaha menggali potensi sumber daya manusia, alam dan sekaligus mengembangkan kesadaran anggota masyarakat tentang kendala maupun permasalahan yang dihadapi.
2) Peran Pendamping Sebagai Komunikator
Dalam peran ini, pendamping harus mau menerima dan memberi informasi dari berbagai sumber kepada masyarakat untuk dijadikan rumusan dalam penanganan dan pelaksanaan berbagai program serta alternatif pemecahan masalahnnya.
(39)
22 3) Peran Pendamping Sebagai Fasilitator
Dalam peran ini, pendamping berusaha memberi pengarahan tentang penggunaan berbagai teknik, strategi dan pendekatan dalam pelaksanaan program (Zubaedi, 2014:63-64).
3. Tinjauan Partisipasi a. Pengertian Partisipasi
Dr. Made Pidarta dalam Siti Irene A.D. (2015: 50) mengatakan bahwa partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksnakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan. Partisipasi adalah keikutsertaan individu atau sekelompok individu dalam suatu kegiatan. Partisipasi merupakan proses yang akan menciptakan jaringan sosial baru yang masing-masing berusaha untuk melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan demi tercapainya tujuan akhir yang diinginkan (Aprillia Theresia, dkk, 2014: 196-197).
b. Bentuk-bentuk Partisipasi
Basrowi berpendapat dalam Siti Irene A.D. (2015: 58) partisipasi dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi fisik dan non fisik. Menurut Dusseldorp dalam Aprillia Theresia, dkk (2014: 200) mengidentifikasi beragam bentuk-bentuk kegiatan partisipasi yang dilakukan warga masyarakat dapat berupa:
(40)
23
1) Menjadi kelompok-kelompok masyarakat. 2) Melibatkan diri pada kegitan diskusi kelompok.
3) Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakan partisipasi-partisipasi masyarakat yang lain.
4) Menggerakan sumberdaya masyarakat.
5) Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.
6) Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya. c. Macam-macam Partisipasi
Menurut Yadav dalam Aprillia Theresia, dkk (2014: 198-199) mengemukakan ada empat macam partisipasi, yaitu:
1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Untuk menumbuhkan partisipasi perlu dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program yang ada.
2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. Partisipasi ini diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan apa yang akan diterima. Selain itu, pemeliharaan proyek atau program-program yang telah berhasil diselesaikan.
3) Partisipasi dalam pemantauan evaluasi. Dalam hal ini, partisipasi untuk mengumpulkan informasi berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat yang terlibat dalam proyek atau program yang bersangkutan.
(41)
24
4) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Dalam hal ini, partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi dalam pemanfaatan hasil proyek atau program. Pemanfaatan hasil proyek atau program akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program yang akan datang.
d. Faktor-faktor Partisipasi
Dalam konsep pendidikan, Berlo (1961) menyatakan partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau respon atas rangsangan yang diberikan, yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewerds) yang dapat diharapkan (Aprillia Theresia, dkk, 2014: 207). Oleh karena itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi. Menurut Slamet dalam Aprillia Theresia, dkk (2014: 207-211) tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu:
1) Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi. Adanya kesempatan merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan menentukan kemampuannya. Beberapa kesempatan yang dimaksud disini adalah :
a) Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam proyek atau program, baik pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan hasil proyek atau program.
(42)
25
c) Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya (alam dan manusia) untuk pelaksanaan proyek atau program.
d) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat, termasuk peralatan/perlengkapan penunjangnya.
e) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.
f) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuh, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.
2) Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Kemauan untuk berpartisipasi ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki masyarakat untuk membangun atau memperbaiki kehidupannya, yang menyangkut: a) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat proyek atau
program.
b) Sikap terhadap pelaksana proyek atau program pada umumnya. c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas
diri.
d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan proyek atau program.
e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.
(43)
26
3) Adanya kemampuan mayarakat untuk berpartisipasi. Kesempatan yang disediakan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat tidak berarti apabila masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Kemampuan yang dimaksud adalah:
a) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan- kesempatan atau peluang proyek atau program.
b) Kemampuan untuk melaksanakan proyek atau program, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. c) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber daya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.
e. Tingkatan Partisipasi
Menurut Wilcox dalam Aprillia Theresia (2014: 202) ada lima tingkatan dalam partisipasi, yaitu:
1) Memberikan informasi (Information). Dalam konteks ini pemuda memberikan informasi sebagai bahan masukan dalam sebuah kegiatan. 2) Konsultasi (Consultation) yaitu menawarkan pendapat, sebagai pendengar
yang baik untuk memberikan umpan balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut.
3) Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti pemuda memberikan dukungan terhadap, gagasan, pilihan-pilihan serta mengembangkan peluang guna pengambilan keputusan.
(44)
27
4) Bertindak bersama (Acting together), dalam arti pemuda tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya.
5) Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) dimana pemuda menawarkan pendanaan, nasehat,dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan.
4. Tinjauan Motivasi Masyarakat a. Pengertian Motivasi
Setiap individu memiliki kondisi mental atau psikologis, dimana kondisi mental tersebut turut berperan dan dapat mempengaruhi aktivitas yang dijalankannya setiap hari. Salah satu kondisi mental tersebut adalah motivasi, motivasi adalah kondisi mental seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Motivasi datang dari dalam diri sesseorang maupun dari luar dirinya, dari luar dirinya disini maksudnya adalah bahwa terkadang seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena ada pengaruh dari luar yang mendorongnya untuk bertindak. Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu (Adi, 1994:154) dalam (Uno, 2009:3).
(45)
28
Berbicara tentang motivasi, maka yang hakiki pada setiap orang, menurut pakar dari Barat, motivasi adalah self concept realization, yaitu merealisasikan konsep dirinya. Self concept realization bermakna bahwa seseorang akan selalu termotivasi jika : (1) Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai, (2) diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai, dan (3) dihargai sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas kemampuannya (Arep & Tanjung, 2004:13).
b. Teori Hierarki Menurut Abraham Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory)
Maslow’s Need Hierarchy Theory atau A Theory of Human Motivation, dikemukakan oleh A.H. Maslow tahun 1943 dalam (Hasibuan;, 2008:104-107) dan (Siagian, 2004:145-161). Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Sciene Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa materill dan nonmateriil.
Dasar Maslow Need Hierarchy Theory:
1) Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan, ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.
2) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhuan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
(46)
29
3) Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut : a) Physiological Needs (kebutuhan fisiologis)
Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Berbagai kebutuhan fisiologis itu berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi.
b) Safety and Security Needs (kebutuhan keamanan)
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik meskipun aspek ini yang sangat penting, akan tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang.
c) Affiliation or Acceptance Needs (pemuasaan kebutuhan sosial)
Manusia adalah makhluk sosial, karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok, yaitu :
Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja (sense of belonging).
(47)
30
Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance).
Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan di segala bidang merupakan keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang.
Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). d) Esteem or Status Needs (penghargaan diri)
Salah satu ciri manusia ialah bahwa dia mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang.
e) Self Actualization (aktualisasi diri)
Self actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Kebutuhan aktulisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal, yaitu :
(48)
31
Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar, pemenuhannya hanya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri.
Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus menerus terutama sejalan dengan meningkatnya jenjang karier seorang individu.
c. Teori Motivasi Dua Faktor (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory) Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor, teori itu mendalilkan adanya beberapa faktor yang kalau tidak ada menyebabkan ketidakpuasan dan yang terpisah dari faktor motivasi lain yang membangkitkan upaya dan kinerja sangat istimewa. Hal-hal yang tidak memuaskan ia gambarkan sebagai faktor kesehatan dan hal-hal yang memuaskan ia gambarkan sebagai motivator. Herzberg berteori, “faktor -faktor kesehatan tidak mendorong minat para pegawai. Akan tetapi jika faktor-faktor itu dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal, umpamanya karena gaji tidak cukup tinggi atau kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu menjadi sumber ketidakpuasan potensial yang kuat”. Motivator sebaliknya, adalah faktor-faktor yang agaknya mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi dan pekerjaan dengan mutu lebih baik. Harapan akan kemajuan, misalnya menyebabkan seseorang bekerja lebih keras meskipun pada waktu yang sama kurangnya harapan semacam itu tidak cukup untuk menyebabkan orang itu meninggalkan pekerjaan (Uno, 2011:44).
(49)
32
Perbedaan antara Maslow’s Need Hierarchy Theory dengan Herzberg’s Two Factors Motivation Theory, yaitu :
1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat (Physiological, Safety, Affiliation, Esteem and Self Actualization), sedang Herzberg mengelompokkannya atas dua kelompok (Satisfiers and Dissatisfiers).
2) Menurut Maslow semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang Herzberg (gaji, upah dan yang sejenisnya) bukan alat motivasi, hanya merupakan alat pemeliharaan (Dissatisfiers) saja, yang menjadi motivator (satisfiers) ialah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu. 3) Teori Maslow dikembangkannya hanya atas pengamatan saja dan belum
pernah diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil penelitiannya (Hasibuan, 2008:110-111).
d. Teori Prestasi Mc. Clelland (Mc. Clelland Achievement Motivation Theory) Kebutuhan berprestasi merupakan motif yang secara kontras dapat dibedakan dengan kebutuhan lainnya. Kebutuhan berafiliasi hampir sama atau dapat dibedakan sama dengan kebutuhan akan rasa disertakan, cinta, aktivitas sosial yang dikemukakan Maslow. Teori-teori prestasi menyatakan, bahwa motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi, Winardi (2004:81). Tidak seperti Maslow, Mc Clelland tidak mengklasifikasikan motivasi didalam hierarki, tetapi sebagai keragaman diantara orang dan kedudukan. Orang-orang belajar cepat dan lebih baik apabila mereka sangat termotivasi untuk mencapai sasarannya, mereka
(50)
33
selalu mau menerima nasihat dan saran tentang cara meningkatkan kinerjanya (Uno, 2011:47).
Menurut Mc. Clelland ada tiga kebutuhan pokok manusia, yaitu : 1) Kebutuhan Akan Prestasi
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.
2) Kebutuhan Akan Afiliasi
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Sebab setiap orang menginginkan :
a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia hidup dan bekerja (sense of belonging).
b) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance).
c) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement). d) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of paticipation).
3) Kebutuhan Akan Kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi. Ego
(51)
34
manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga menimbulkan persaingan (Hasibuan, 2008:112-113).
e. Alderfer‟s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
1) Kebutuhan akan keberadaan (existence needs)
Berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk didalamnya physiological needs and safety need dari Maslow.
2) Kebutuhan akan afiliasi (relatedness needs)
Menekankan akan pentingnya hubungan antar individu (interpesonal relationship) dan juga bermasyarakat (social relationship). Kebutuhan ini berkaitan juga dengan love needs dan esteem needs dari Maslow.
3) Kebutuhan akan kemajuan (growth needs)
Adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
Perbedaa teori ERG dengan Maslow needs hierarchy theory, yaitu :
a) Teori ERG menyatakan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat bekerja pada saat yang bersamaan, artinya tidak selalu harus bertingkat-tingkat atau berjenjang seperti yang dikemukakan Maslow.
b) Teori ERG menyatakan jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi sulit dicapai, maka keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah menjadi meningkat (Hasibuan, 2008:113-114).
(52)
35 b. Penggolongan Motivasi Manusia
Menurut Handoko (1992:24) ada beberapa penggolongan motif manusia yang sudah banyak dikenal di kalangan orang yang mempelajari psikologi. Penggolongan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Motif Primer dan Motif Sekunder
Suatu motif disebut motif primer bila dilatarbelakangi oleh proses fisio-kemis di dalam tubuh. Dengan kata lain, motif primer ini tergantung pada keadaan organik individu. Yang termasuk di dalam golongan motif primer ini adalah motif lapar, haus, bersitirahat dan bernafas. Sedangkan motif sekunder tidak bergantung pada proses fisio-kemis yang terjadi di dalam tubuh. Berdasarkan pengertian ini, maka semua motif yang tidak langsung pada keadaan organisme individu dapat digolongkan ke dalam motif sekunder. Ciri lain yang ikut menandai apakah suatu motif termasuk motif primer atau motif sekunder adalah bahwa motif primer bersifat bawaan, tidak dipelajari, artinya tidak ada pengalaman yang mendahuluinya. Sedangkan motif sekunder sangat bergantung pada pengalaman individu.
2) Motif Mendekat dan Motif Menjauh
Penggolongan motif menjadi mendekat dan menjauh didasarkan pada reaksi organisme terhadap rangsang yang datang. Suatu motif disebut motif mendekat bila reaksi terhadap rangsang yang datang bersifat mendekati rangsang, sedangkan motif menjauh terjadi bila reaksi terhadap rangsang yang datang sifatnya menghindari rangsang atau menjauhi
(53)
36
rangsang yang datang. Rangsang yang menimbulkan reaksi mendekat disebut rangsang positif, sedangkan rangsang yang menimbulkan reaksi menjauh disebut rangsang negatif.
3) Motif Sadar dan Motif Tak Sadar
Pembagian motif menjadi motif sadar dan motif tidak sadar semata-mata didasarkan pada taraf kesadaran manusia akan motif yang sedang melatarbelakangi tingkah lakunya. Jika ada seseorang yang bertingkah laku tertentu tetapi orang tersebut tidak dapat mengatakan motif apa yang menggerakkannya, maka motif yang menggerakkan tingkah laku itu disebut motif tidak sadar. Sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tertentu dan dia mengerti alasannya berbuat demikian, maka motif yang melatarbelakangi tingkah laku itu disebut motif sadar.
4) Motif Biogenetis dan Motif Sosiogenetis
Pembagian motif menjadi motif biogenetis dan motif sosiogenetis didasarkan pada asal motif. Motif-motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi kelanjutan kebutuhannya secara biologis. Motif biogenetis sifatnya universal, artinya tidak terikat pada umur, jenis kelamin, suku, daerah dan lain-lain. Motif biogenetis juga tidak terikat pada lingkungan kebudayaan tempat orang hidup dan berkembang, maka motif ini sifatnya asli dan berkembang dengan sendirinya. Sedangkan motif sosiogenetis berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang berada dan berkembang. Motif sosiogenetis timbul sebagai akibat dari interaksi sosial dengan orang atau hasil
(54)
37
kebudayaan. Dengan kata lain, motif sosiogenetis bergantung pada hubungan manusia dengan lingkungannya.
5) Motif Tunggal dan Motif Kompleks
Penggolongan motivasi menjadi motif tunggal dan motif kompleks (gabungan) didasarkan pada banyakanya motif yang bekerja di belakang tingkah laku manusia. Bila tingkah laku kita hanya digerakkan oleh satu motif saja, maka motif tersebut disebut motif tunggal. Sebaliknya bila tingkah laku kita digerakkan oleh beberapa motif sekaligus, maka motif yang bersama-sama menggerakkan tingkah laku itu disebut motif kompleks atau motif bergabung.
6) Motif Intrinsik dan Motif Ekstrinsik
Pembagian motif menjadi motif intrinsik dan motif ekstrinsik didasarkan pada datangnya penyebab suatu tindakan. Tindakan yang digerakkan oleh suatu sebab yang datang dari luar diri individu disebut tindakan yang bermotif ekstrinsik. Sedangkan tindakan yang digerakkan oleh suatu sebab yang datang dari dalam diri individu disebut tindakan yang bermotif intrinsik.
c. Cara Mengukur Motivasi
Pada umumnya ada dua cara untuk mengukur motivasi, yaitu :
1) Mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang.
2) Mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan dari motif tertentu.
(55)
38
Salah satu cara yang lebih tepat untuk mengetahui motif seseorang yang sebenarnya adalah mengamat-amati objek-objek yang menjadi pusat perhatiannya. Objek yang selalu dikejar, dicari, diperhatikan lebih dari yang lain, itulah yang menjadi cermin atas motif yang sedang menguasainya. Ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang dapat juga disimpulkan dari beberapa segi tingkah lakunya, misalnya kekuatan tenaga yang ia keluarkan (usahanya) frekuensinya, kecepatan reaksinya, tema pembicaraannya fantasinya, impian-impiannya dan lain-lain. Tetapi perlu diingat dan disadari bahwa menyimpulkan motivasi berdasarkan tingkah laku tidak selalu mudah dan bahkan bisa sama sekali salah. Mengapa demikian? karena tingkah laku manusia tidak semata-mata ditentukan oleh motivasinya, melainkan juga oleh pengalaman masa lampaunya, cita-citanya, situasi sesaat pada waktu terjadinya tingkah laku, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa manusia bisa berpura-pura. Apa yang ia tampilkan dapat terjadi sama sekali berlawanan dengan apa yang sebenarnya ia kehendaki (Handoko, 1992:61-62).
d. Pengertian Masyarakat
Menurut Aguste Comte dalam (Abdulsyani, 2012:31) masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam
(56)
39
kehidupannya. Menurut Soerjono Soekanto dalam (Abdulsyani, 2012:32) menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu :
1) Manusia yang hidup bersama, di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.
2) Bercampur untuk waaktu yang cukup lama, kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbulah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.
3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
(57)
40 5. Tinjauan Pengembangan Desa Wisata
a. Pengertian Desa Wisata
Desa dan Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa). Desa wisata memiliki pengertian yang lebih khusus dibanding pengertian desa. Desa Wisata adalah suatu daerah tujuan wisata, disebut pula sebagai destinasi pariwisata, yang mengintegrasikan daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan) dalam (sumber : Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau Kemenpar).
b. Tingkat Perkembangan Desa Wisata
Berdasarkan tingkat perkembangannya, Desa Wisata dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Desa Wisata Embrio
Yaitu Desa yang mempunyai potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata dan sudah mulai ada gerakan masyarakat/desa untuk mengelolanya menjadi Desa Wisata.
(58)
41 2) Desa Wisata Berkembang
Yaitu Desa Wisata embrio yang sudah dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa, sudah ada swadaya masyarakat/desa untuk pengelolaannya, sudah mulai melaksanakan promosi dan sudah ada wisatawan yang mulai tertarik untuk berkunjung.
3) Desa Wisata Maju
Yaitu Desa Wisata yang sudah berkembang dengan adanya kunjungan wisatawan secara kontinu dan dikelola secara profesional dengan terbentuknya forum pengelola, seperti Koperasi/Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), selanjutnya disebut BUMDES, serta sudah mampu melakukan promosi dan pemasaran dengan baik (sumber : Pedoman Pengembangan Desa Wisata Hijau Kemenpar).
c. Kebijakan Pengembangan Desa Wisata
Kebijakan pengembangan meliputi prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1) Melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat.
2) Menerapkan pengembangan produk pariwisata perdesaan berbasis pelestarian.
3) Mendayagunakan sumber daya lokal berbasis pelestarian.
4) Berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat.
(59)
42
6) Mendorong perwujudan keterkaitan antar usaha pariwisata dengan usaha pendukung lainnya.
7) Mendorong jejaring antar kawasan (sumber : Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau Kemenpar).
B.Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian dibawah ini adalah penelitian yang dinilai relevan : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Suryawan tahun 2016 jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta ini mengenai Peran Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Sendang Arum Dalam Pengembangan Potensi Pariwisata (Studi Kasus Di Desa Wisata Tlahab Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran Pokdarwis dalam mengembangkan potensi pariwisata, mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat Pokdarwis dalam mewujudkan Desa Wisata sebagai daerah tujuan wisata dan untuk mendeskripsikan dampak Pokdarwis dalam mengembangkan potensi wisata. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Rizal Nursetyo tahun 2015
jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta ini mengenai Motivasi Residen Mengikuti Program Pelatihan Otomotif di Panti Sosial Pamardi Putra Purwomartani Kalasan Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan motivasi residen dalam mengikuti pelatihan otomotif di Panti Sosial Pamardi Putra, manfaat pelatihan otomotif bagi residen di Panti Sosial Pamardi Putra.
(60)
43
3. Penelitian yang dilakukan oleh Aris Tri Cahyo Purnomo tahun 2016 jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta ini mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata Di Desa Wisata Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan Desa Wisata dan juga mengetahui faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa.
C.Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pendekatan kualitatif, berikut beberapa pertanyaan penelitian yaitu :
1. Bagaimana peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh ?
a. Bagaimana peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh ?
b. Apa motivasi masyarakat dalam mengembangkan Desa Wisata Pancoh ? 2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung Pokdarwis
Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh ?
a. Apa yang menjadi faktor penghambat Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh ?
(61)
44
b. Apa yang menjadi faktor pendukung Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata Pancoh ?
(62)
45 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2012:15).
Menurut Sukardi (2006:3-4) dikatakan penelitian kualitatif karena dalam proses penelitian ini para peneliti berusaha secara aktif melakukan interaksi dengan subyek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data yang diperoleh merupakan phenomena yang asli dan nature. Secara umum penelitian yang mengedepankan adanya interaksi dan observasi partisipatif juga disebut sebagai prinsip penelitian kualitatif. Disebut demikian karena didalam mencari pemecahan permasalahan, peneliti tidak menggunakan perantara angka sebagai transformasi fenomena, tetapi mereka langsung berinteraksi dengan subyek yang diteliti, melakukan observasi atau dengan melakukan wawancara untuk mengungkap pengakuan subyek yang diteliti baik melalui simbol-simbol atau tingkah laku yang muncul di lapangan.
(63)
46
Pengakuan, simbol, atau rangkaian tindakan tersebut kemudian dikumpulkan dan digunakan sebagai masukan utama dalam menggambarkan subyek atau obyek penelitian secara deskriptif. Adapun karakteristik dari pendekatan kualitatif menurut (Sugiono : 21-22) adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena peneliti bermaksud untuk mendiskripsikan, menggambarakan serta menguraikan mengenai peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan motivasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata. Disini peneliti mendalami fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut dengan menggunakan metode alamiah untuk disajikan secara holistik maupun deskripsi tanpa menguji hipotesis, namun dengan menggambarkan kondisi yang sebenarnya suatu variabel.
Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas berupa kata-kata lisan maupun tertulis sehingga peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif. Selanjutnya data yang diperoleh dan terkumpul di analisis yang kemudian
(64)
47
digunakan untuk menarik kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif ini peneliti mampu mengetahui dan mendiskripsikan peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan motivasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata, motivasi masyarakat dalam mengembangkan Desa Wisata serta faktor penghambat dan pendukung Pokdarwis dalam meningkatkan motivasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata.
B.Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Pancoh yang beralamatkan di Dusun Pancoh, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Alasan pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan di Desa Wisata Pancoh ini kesadaran masyarakat akan potensi wisata yang ada masih kurang sehingga setelah diresmikannya Desa Pancoh menjadi Desa Wisata sempat vacum tidak ada kegiatan, melihat kondisi itu beberapa dari anggota masyarakat tergerak dan menjadi pelopor dalam mengajak masyarakat untuk menghidupkan kembali Desa Wisata. Sehingga masyarakat tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan Desa Wisata Pancoh. Dalam penelitian ini aktivitas dan usaha yang dilaksanakan oleh Pokdarwis Pancoh untuk meningkatkan motivasi masyarakat menjadi setting penelitian, peneliti akan melihat peran dari Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan motivasi masyarakat dan mengajak masyarakat untuk mengembangkan Desa Wisata Pancoh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2017.
(65)
48 C.Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian
Pada penelitian kualitatif konsep populasi dan sampel disebut sebagai subyek penelitian atau unit analisis. Konsep subyek penelitian berhubungan dengan apa atau siapa yang diteliti. Sedangkan dari mana data itu diperoleh disebut unit observasi atau unit pengamatan. Dengan kata lain konsep unit pengamatan berhubungan dengan sumber data dan konsep subyek penelitian juga berhubungan erat dengan unit pengamatan. Unit pengamatan berupaya untuk menjelaskan apa atau siapa sumber data penelitian. Sumber data penelitian dapat berupa orang, benda, dokumen, atau proses suatu kegiatan, dan lain-lain. Subyek penelitian merupakan entitas yang mempengaruhi desain riset, pengumpulan data, dan keputusan analisis data (Satori & Komariah, 2011:45).
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tenang situasi sosial tersebut.
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dan snowball sampling.Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
(66)
49
memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang di teliti. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design). Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap (Sugiyono, 2012:297-301).
Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan diatas, maka untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan mengenai peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan motivasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata adalah para anggota Pokdarwis Pancoh, pengurus Pokdarwis Pancoh, tokoh-tokoh masyarakat Dusun Pancoh, masyarakat Dusun Pancoh dan juga sumber-sumber data arsip sebagai bahan pengayaan data utama. Sedangkan obyek dalam penelitian ini sudah jelas yaitu tentang peran Pokdarwis Pancoh dalam meningkatkan motivasi masyarakat sebagai upaya pengembangan Desa Wisata, berikut merupakan daftar subyek penelitian yang menjadi informan dalam penelitian ini :
(67)
50
Tabel 1. Profil Subyek Penelitian
No Nama Usia Jabatan
1. NT 40 tahun Ketua Pokdarwis Pancoh 2. HS 50 tahun Wakil Ketua Pokdarwis Pancoh 3. KN 24 tahun Sekretaris Pokdarwis Pancoh 4. HD 52 tahun Bendahara Pokdarwis Pancoh 5. NJ 51 tahun Anggota Pokdarwis Pancoh 6. SY 43 tahun Anggota Pokdarwis Pancoh 7. SD 35 tahun Anggota Pokdarwis Pancoh 8. MY 40 tahun Anggota Pokdarwis Pancoh 9. SP 38 tahun Anggota Pokdarwis Pancoh
10. WH 50 tahun Masyarakat Pancoh
11. WT 50 tahun Masyarakat Pancoh
12. AD 38 tahun Masyarakat Pancoh
13. SM 60 tahun Masyarakat Pancoh
14. SH 67 tahun Masyarakat Pancoh
15. PW 55 tahun Tokoh Masyarakat Pancoh
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
(1)
237
menyepelekan hal kecil kan kalo ada tamu yang tanya kita gak tahu kan gak enak, kalo segi ekonomi alhamdulilah walaupun tidak terlalu tapi memang ada positifnya karena kan kalo sini sistemnya fee itu gak langsung diberikan
(2)
(3)
(4)
240 Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian
(5)
(6)