HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA

DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

If you judge people, you have no time to love them

(Mother Teresa)

See with the other eyes, hear with the other ears, feel with the

other heart

(Alfred Adler)

At the end of life we will not be judge by how many diplomas we

have received, how much much money we have made, how many

great things we have done. We will be judged by “I was hungry,

and you gave me something to eat, I was naked and you clothed

me. I was homeless, and you took me in”

(Mother Teresa)

Human bigest enemy is their own brain

(Writer)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing, memberkati, dan menyertai kehidupan penulis selama ini

Papa, Mama, dan Adik yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, cinta dan kasih sayang


(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA

DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN

Oleh

Gisela Winda Permatasari NIM 10104244006

ABSTRAK

Penelitian ini berdasarkan pada banyaknya perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji hubungan antara berbagai gaya hidup terhadap kecenderungan melindungi harga diri.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek pada penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X dengan jumlah siswa sebanyak 128 orang. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk mengungkap kecenderungan melindungi harga diri dan bagian kedua digunakan untuk mengungkap tipe gaya hidup siswa. Uji validitas untuk kedua alat ukur menggunakan expert judgment dan uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien alpha cronbach dan diperoleh nilai untuk kuesioner gaya hidup sebesar 0,827, dengan demikian alat ukur ini dikatakan baik. Untuk kuesioner kecenderungan melindungi harga diri diperoleh nilai alpha cronbach

sebesar 0,832 dan alat ukur ini dikatakan baik. Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis crosstab.

Hasil dari penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( = 34,876, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bersandar dengan kecenderungan melindungi harga diri ( =35,958, p=0,000); Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =55,013, p=0,000); dan terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan melindungi harga diri ( =14,480, p=0,006). Implikasi dari penelitian ini adalah guru BK mampu memberikan layanan bimbingan klasikal ataupun konseling kelompok kepada siswa. Layanan yang diberikan oleh guru BK disarankan memperhatikan berbagai indikator perilaku pada berbagai tipe gaya hidup dan berbagai indikator perilaku pada kecenderungan melindungi harga diri untuk mencegah perilaku-perilaku kecenderungan melindungi harga diri yang negatif.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DAN

KECENDERUNGAN MELINDUNGI HARGA DIRI PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 PIYUNGAN” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.

3. Dr. Rita Eka Izzaty, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Fatimah dan Ibu Romy yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian di lapangan.

5. Papa, mama, dan adikku yang memberikan dorongan semangat dan doa yang tak pernah putus.

6. Riza Hardiani dan Bunga Mahayu Sukma, teman seperjuangan, teman bertukar pikiran, dan saling memberikan semangat satu sama lain dalam pengerjaan skripsi.

7. Chandra Dewa Nata, atas semangat, pengertian, doa, dan dukungannya selama proses penyusunan skripsi.

8. Sahabatku Aya, Iris, Ata, Sely, Citra, Mitta, dan anak-anak kost Mrican 10 atas dukungan, semangat, canda dan tawa selama ini.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PERNYATAAN……… iii

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN MOTTO………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah………. 5

C. Pembatasan Masalah………. 6

D. Rumusan Masalah………. 6

E. Tujuan Penelitian……….. 6

F. Manfaat Penelitian……….... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler... 8

1. Gaya Hidup (Style of Life)……….. 8

2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 17

B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling... 26

C. Kerangka Berpikir……… 28


(11)

xi BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian………... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 32

C. Subjek Penelitian……….. 32

D. Variabel Penelitian………... 33

1. Variabel Tergantung………... 33

2. Variabel Bebas……… 33

E. Definisi Operasional………. 33

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 33

2. Gaya Hidup………. 34

F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data……... 34

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri………. 34

2. Gaya Hidup………. 35

G. Uji Coba Instrumen……….. 36

1. Uji Validitas Instrumen……….. 36

2. Uji Reliabilitas……… 36

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur………. 37

I. Teknik Analisis Data……… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………. 39

1. Deskripsi Data……… 39

2. Hasil Penelitian………... 47

B. Pembahasan ………. 55

1. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 56

2. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Bersandar terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 59

3. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Menjauh terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 61

4. Hubungan antara Gaya Hidup Tipe Bermanfaat terhadap Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri………... 63


(12)

xii

5. Implikasi Keterkaitan antara Berbagai Tipe Gaya Hidup dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri pada Layanan

Bimbingan dan Konseling... 64

C. Keterbatasan Penelitian……… 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 68

B. Saran ……… 69

DAFTAR PUSTAKA... 71


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 34 Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup………..……… 35 Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa….………… 39 Tabel 4. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar…………..……. 41 Tabel 5. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh………..…... 42 Tabel 6. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat…………..…... 43 Tabel 7. Distribusi Variabel Kecenderungan Melindungi Harga Diri……. 45 Tabel 8. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Dominan-

Berkuasa dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri………….. 47 Tabel 9. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 48 Tabel 10. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bersandar dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 49 Tabel 11. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bersandar dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 50 Tabel 12. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Menjauh dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52 Tabel 13. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Menjauh dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 52 Tabel 14. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan

Kecenderungan Melindungi Harga Diri... 54 Tabel 15. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir………... 30

Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkusa ... 40

Gambar 3. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar... 41

Gambar 4. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh... 43

Gambar 5. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat... 44

Gambar 6. Grafik kategorisasi variabel kecenderungan melindungi harga diri... 45

Gambar 7. Frekuensi pemilihan berbagai macam kecenderungan melindungi harga diri ... 46


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Alat Ukur………... 72

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas………...……… 89

Lampiran 3. Skor Kasar Variabel Penelitian………...…... 98

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian………...……….. 135


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara teoretik, setiap individu dalam perkembangan hidupnya menjalani berbagai macam masa yaitu dari masa bayi hingga masa usia lanjut yang tiap masanya memiliki berbagai macam ciri dan karakteristik yang berbeda satu sama lain serta memiliki tugas-tugas perkembangan yang berbeda pula. Keberhasilan ataupun kegagalan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tersebut akan menentukan pula keberhasilan dan kegagalan dari tugas perkembangan di masa selanjutnya. Periode atau masa peralihan antara masa anak-anak menuju ke masa dewasa yaitu masa remaja yang berada dalam rentang usia 12-20 tahun (Rita Eka Izzaty, Siti Partini Suardiman, Yulia Ayriza, Purwandari, Haryanto, Rosita Endang Kusmaryani, 2008:124).

Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi pada diri individu baik dalam segi fisik maupun dalam segi psikologis. Perubahan-perubahan tersebut terkadang membawa permasalahan bagi mereka. Misalnya perubahan tubuh mereka yang membuat mereka menjadi tidak nyaman dan tingkat emosi mereka yang terkadang naik turun. Oleh karena itu, individu pada masa remaja sering mendapatkan “labelling” negatif dari orang-orang dewasa. Menurut Santrock (2012:403) hal itu dikarenakan banyak orang dewasa menakar persepsinya terhadap remaja berdasarkan ingatan mereka sendiri ketika mereka remaja. Menurut orang dewasa, remaja saat ini lebih bermasalah, kurang rasa hormat, lebih memikirkan diri sendiri, lebih asertif, dan lebih berjiwa petualang


(17)

2

dibandingkan dengan generasi mereka. Disisi lain, masa remaja merupakan masa penting yang diharapkan individu mampu mengelola diri mereka supaya mereka siap untuk memasuki masa dewasa (Santrock, 2012). Kesiapan mereka itu ditunjukkan dengan cara mereka bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa ini individu diharapkan mulai meninggalkan sikap serta kehidupan pada masa kanak-kanaknya dan mulai belajar untuk berperilaku layaknya orang dewasa. Mereka diharapkan mulai mampu mengemban tugas-tugas yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa remaja perlu membangun penghargaan diri yang baik terhadap dirinya. Penghargaan diri ini penting karena ketika mereka mampu menerima diri mereka sendiri, maka mereka juga akan mampu menerima tugas-tugas orang dewasa yang harus mereka laksanakan. Pembentukan harga diri yang positif ini tentu saja tidak terlepas dari pentingnya peranan dari lingkungan remaja tersebut. Peran sosial sangatlah penting dalam membantu remaja menciptakan harga diri yang positif. Harga diri yang positif ini juga sangat menentukan bagaimana gaya hidup yang akan dibangun oleh remaja. Menurut Alfred Adler (Feist & Feist, 2009:78) gaya hidup mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Prediksinya, ketika mereka membangun gaya hidup yang baik, maka mereka akan membangun pandangan yang positif pula terhadap masyarakat.

Adanya pandangan yang positif terhadap masyarakat ini menunjukkan bahwa mereka akan ikut berjuang bersama dengan masyarakat sehingga


(18)

perasaan-3

perasaan akan ketidakberdayaan, ketidakmampuan, dan perasaan inferioritas yang berlebihan akan dapat ditekan. Lebih lanjut Adler mengatakan bahwa ketika individu merasa tidak berdaya atau inferior maka individu tersebut akan melakukan kompensasi terhadap perasaan ketidakberdayaannya dan berjuang untuk meraih superioritas pribadi atau keberhasilan untuk mengembangkan harga diri yang positif (Feist & Feist, 2009:70).

Individu yang tidak mampu mengembangkan harga diri yang positif, maka individu tersebut akan melakukan kecenderungan untuk melindungi diri. Kecenderungan untuk melindungi ini dilakukan oleh individu untuk melindungi harga diri mereka dari rasa malu di muka umum (Feist & Feist, 2009:81). Lebih lanjut lagi Adler mengatakan bahwa sebenarnya kecenderungan untuk melindungi dimiliki oleh semua orang, tetapi hal itu akan menjadi hal yang negatif apabila dilakukan secara terus menerus dan secara negatif. Adler (dalam Feist & Feist, 2009:81) mengklasifikasikan kecenderungan untuk melindungi dalam 3 kelompok besar yaitu (1) membuat alasan, (2) agresi, dan (3) menarik diri. Hal-hal tersebut dijumpai pada remaja saat ini seperti tawuran antar pelajar, tindakan pengrusakan,

bullying, pengancaman, bahkan ada pula yang melakukan tindak pembunuhan. Di Indonesia pada tahun 2012 menurut data akhir Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan angka yang memprihatinkan. Sebanyak 82 pelajar tewas pada tahun 2012 karena tawuran antar pelajar. Di Yogyakarta, Polres Sleman menangkap 12 pelajar setingkat SMP dan SMA karena mereka terlibat aksi tawuran (Ami, 2014:3). Polisi juga mengamankan barang bukti berupa sebilah pedang, celurit, double stick, gear, dan sejumlah batu.


(19)

4

Tawuran tersebut terjadi karena masing-masing pelajar ingin mempertahankan sekolahnya dari serangan sekolah lain.

Sejalan dengan data hasil wawancara yang dilakukan kepada guru Bimbingan dan Konseling di SMA 1 Piyungan dalam rangka observasi kegiatan KKN-PPL 2013 dan berdasar pada data assessmen kebutuhan yang pernah dilakukan, diketahui bahwa permasalahan mengenai emosi kemarahan remaja juga dialami oleh siswa-siswa di SMA Negeri 1 Piyungan. Mereka memiliki konflik baik dengan teman sebaya mereka atau pun dengan orang tua mereka sendiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada siswa pada saat pelaksanaan KKN-PPL di sekolah tersebut, ditemukan bahwa siswa di SMA tersebut. Ketika mereka memiliki masalah dengan teman sebaya, mereka akan menyebarkan fitnah dan gosip tentang individu tersebut. Mereka juga secara terang-terangan mengintimidasi individu tersebut melalui kata-kata baik ketika di dalam kelas ataupun di luar kelas. Mereka juga sering melakukan pengancaman terhadap sesama teman dan juga ada di antara mereka yang merencanakan melakukan tindak kejahatan kepada guru atau staff sekolah karena mereka merasa sakit hati akibat merasa dilecehkan.

Akibat dari perilaku yang dilakukan oleh siswa tersebut, mereka melakukan perkelahian antar pelajar baik dengan pelajar dari sekolah lain ataupun dengan siswa dari sekolah yang sama. Selain itu juga banyak dari mereka tidak memiliki hubungan sosial yang baik dengan guru mereka dan teman sebaya mereka. Mereka akan berkumpul dalam gank mereka dan menyindir gank lain yang tidak mereka sukai sehingga membuat anak yang disindir tidak betah belajar di kelas


(20)

5

atau di sekolah. Ada juga beberapa siswa yang seirng membolos sekolah tanpa ada alasan yang jelas.

Permasalahan-permasalahan mengenai kecenderungan melindungi diri yang salah itu sebagian kecil telah teridentifikasi oleh pihak sekolah, tetapi tidak ada tanggapan serius dari pihak sekolah. Siswa juga mengalami permasalahan interpersonal, baik antar siswa di sekolah tersebut maupun dengan siswa di sekolah lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengungkap kecenderungan melindungi harga diri seperti apa yang sering dilakukan oleh siswa di SMA Negeri 1 Piyungan. Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam layanan bimbingan dan konseling terutama dalam layanan sosial. Manfaat penelitian ini bagi diri siswa sendiri, yaitu mampu membantu siswa untuk membentuk gaya hidup yang baik dan didasari oleh harga diri dan minat sosial yang positif pula. Ketika siswa sudah mampu mengembangkan hal tersebut, maka dampaknya terhadap lingkungan sosial yaitu mereka mampu lebih menerima keberadaan masyarakat dengan baik dan tidak menganggap individu lain sebagai musuh mereka yang harus mereka kalahkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dilakukan, maka peneliti mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Adanya cara melindungi harga diri yang negatif pada siswa seperti perilaku agresi.


(21)

6

2. Adanya permasalahan interpersonal yang dialami oleh siswa seperti masalah yang dialami dengan teman sebaya maupun dengan perangkat sekolah yang lain.

3. Belum terlihatnya intervensi khusus dalam area Bimbingan dan Konseling untuk menangani permasalahan interpersonal pada siswa.

4. Belum adanya penelitian mengenai kecenderungan untuk melindungi harga diri di sekolah tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Mengetahui keterkaitan antara berbagai tipe gaya hidup dengan kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.

D. Rumusan Masalah

Apakah berbagai tipe gaya hidup akan berhubungan dengan adanya kecenderungan melindungi harga diri siswa?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengkaji hubungan antara berbagai tipe gaya hidup dengan kecenderungan melindungi harga diri pada siswa SMA.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a) Dapat menambah khasanah kajian ilmu psikodinamika khususnya keterkaitan antara gaya hidup dan kecenderungan melindungi harga diri.


(22)

7

b) Menambah wawasan pemahaman tentang berbagai macam gaya hidup dan kecenderungan melindungi harga diri yang dilakukan oleh remaja. 2. Manfaat Praktis

a) Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling, penelitian ini mampu memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi, Teori dan Teknik Konseling, serta Perkembangan Peserta Didik.

b) Bagi Guru BK, dengan adanya penelitian ini pihak sekolah mampu memberikan penanganan khusus pada siswa yang mempunyai masalah dengan kecenderungan untuk melindungi harga diri.

c) Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.


(23)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Psikologi Individual Alfred Adler 1. Gaya Hidup (Style of Life)

Alfred Adler merupakan seorang ahli psikodinamika yang menyumbangkan teori dalam perkembangan Psikologi yang diberi nama Teori Psikologi Individual. Dalam teorinya, Adler berbicara bahwa pada dasarnya manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kita untuk menjadi tergantung pada orang lain (Feist & Feist, 2009:69). Setiap orang memulai hidupnya dari tubuh yang lemah dan tidak berdaya, maka semua manusia memiliki keinginan untuk melawan perasaan inferioritas dengan menguasai kehidupan kita yang sulit ini (Ewen, 2003:93). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Adler mengatakan bahwa tidak ada satupun orang yang mampu bertahan dengan perasaan inferior yang lama. Oleh karena itu, individu akan mencari cara untuk menghilangkan perasaan inferiornya dan menjadi superior atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Perjuangan untuk memperoleh superioritas individu tidaklah selalu dalam cara yang negatif. Perjuangan untuk mencapai superioritas mampu diungkapkan baik dalam hal yang positif maupun negatif. Seperti yang diungkapkan oleh Adler (dalam Ewen, 2003:93) bahwa perjungan untuk memperoleh superioritas yang sehat adalah perjuangan yang didasari pada minat sosial, dan memberikan perhatian pada kesejahteraan banyak orang.


(24)

9

Sebaliknya, keinginan untuk mendominasi yang egois dan kepuasan pribadi merupakan hal yang menyimpang dan merupakan suatu hal yang tidak sehat. Ketergantungan kita pada orang lain akhirnya akan membuat kita menumbuhkan minat sosial kita pada masyarakat. Manusia merupakan makhuk sosial, maka minat sosial juga akan menentukan kesehatan psikologis dari tiap individu.

Minat sosial berkembang dalam tiga tahap: bakat, kemampuan, dan karakter dinamis sekunder (Sharf, 2012:128). Hal itu berarti, seorang individu memiliki kemampuan atau bakat untuk bekerjasama dan hidup secara sosial. Setelah bakat tersebut berkembang, maka individu mampu mengembangkan kemampuannya dalam bekerjasama pada aktivitas sosial. Seiring dengan kemampuan yang berkembang, karakter dinamis sekunder memberikan makna bagi diri mereka sendiri sebagai sikap dan minat di berbagai kegiatan yang pada akhirnya diartikan sebagai minat sosial. Minat sosial yang dibangun oleh individu tidak semata-mata muncul begitu saja dari dalam diri individu itu sendiri melainkan juga adanya pengaruh dari lingkungan yang juga ikut membentuk minat sosial dari seseorang. Hubungan yang dimiliki oleh seorang anak dengan ayah ibunya sangat penting sehingga bisa mengalahkan cacat fisik yang dibawa sejak lahir (Feist & Feist, 2009:77). Dalam arti lain, pengaruh pola asuh orang tua sangat menentukan minat sosial dari individu ketika beranjak dewasa. Tiap anak dilahirkan dengan potensi untuk mengembangkan minat sosial itu dan dengan pengasuhan yang tepat, maka potensi itu akan berkembang


(25)

10

(Palmer, 2011:37). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pola-pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak akan sangat mempengaruhi tinggi rendahnya minat sosial yang akan dimiliki oleh anaknya kelak. Idealnya, potensi anak dalam mencapai minat sosial diperoleh dari sosok ibu. Ibu mengelola pengajaran pertamanya dalam hal bekerjasama melalui menyusui, hal itu merupakan jembatan bagi si anak untuk menumbuhkan minat sosialnya (Ewen, 2003:95). Apabila ibu mampu mengajarkan cara bekerja sama yang baik kepada anak mereka, maka anak juga akan mampu bekerjasama dengan baik di lingkunganya.

Minat sosial yang positif sangat diperlukan oleh setiap orang. Bagi Adler, minat sosial adalah satu-satunya standar untuk menilai seberapa berharganya seseorang (Feist & Feist, 2009:77). Ketika seorang individu dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahannya dalam masyarakat, maka individu tersebut akan merasa bahwa keberadaannya diterima ditengah-tengah masyarakat. Setelah manusia menetapkan minat sosial apa yang akan mereka bangun, maka perilaku yang dimiliki individu akan menjadi gaya hidup yang akan dijalani. Adler menyebut konsistensi minat sosial ini sebagai bentuk kehidupan, pola kehidupan atau gaya hidup; manusia membentuk pandangan tentang diri mereka sendiri dan dunia dan orang-orang di dalamnya, serta bagaimana mereka berperilaku di dunia itu (Palmer, 2011:33).

Gaya hidup sangat bergantung pada minat sosial dari individu tersebut. Ketika individu tersebut menaruh minat sosial yang tinggi pada


(26)

11

masyarakat, maka mereka juga akan mempunyai gaya hidup yang sehat. Sebaliknya, ketika individu tidak menaruh minat yang baik pada masyarakat, maka mereka akan membentuk minat sosial yang tidak sehat. Seperti yang dijelaskan oleh Feist dan Feist (2009:78) bahwa individu yang tidak sehat secara psikologis sering menjalani hidup yang tidak fleksibel yang ditandai dengan ketidakmampuan memilih cara baru dalam bereaksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, orang yang sehat secara psikologis akan berperilaku dengan cara yang berbeda dan fleksibel dalam gaya hidup yang kompleks, selalu berkembang, dan berubah. Hal tersebut berarti bahwa individu dengan gaya hidup yang sehat, maka individu tersebut akan mampu berperilaku dan bertindak sesuai dengan keadaan yang ada dengan karakter orang yang ada pada lingkungan tersebut. Orang yang tidak sehat secara psikologis akan cenderung kaku dalam bertindak dan menyesuaikan diri dalam lingkungan-lingkungan baru.

Munculnya gaya hidup seseorang berdasarkan pada kompensasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap perasaan inferior yang dimiliki. Berdasarkan teori Adler, setiap individu pasti memiliki perasaan inferior, baik itu nyata ataupun hanya imajinasi dan hal tersebut akan memotivasi kita untuk melakukan kompensasi (Hjelle & Ziegler, 1981:78). Gaya hidup bersifat fleksibel, maka setiap orang bisa memiliki dua atau lebih gaya hidup yang mereka jalani. Gaya hidup yang kita jalani haruslah fleksibel dengan artian gaya hidup yang kita lakukan mengikuti lingkungan ketika kita berada di suatu tempat. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan


(27)

12

diri dengan lingkungannya bergantung pada seberapa banyak gaya hidup yang dijalani dalam kehidupannya. Gaya hidup merupakan faktor internal seseorang untuk dapat menyesuaikan diri. Individu tidak mampu menyesuiakan diri dengan lingkungannya disebabkan karena adanya faktor-faktor eksternal pula. Adler (Feist & Feist, 2009:80) menyebutkan adanya tiga faktor penyebab dan satu diantaranya cukup untuk menyebabkan munculnya ketidaknormalan dalam menyesuaikan diri. 1. Kelemahan fisik yang berlebihan

Kelemahan fisik yang dialami oleh individu, baik itu kelemahan fisik yang dialami ketika lahir, kecelakaan, ataupun karena sakit akan mendorong individu tersebut untuk memiliki perasaan-perasaan inferior yang berlebihan. Individu dengan kelemahan fisik yang berlebihan terkadang membentuk perasaan inferior yang berlebihan karena mereka berusahan keras untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan mereka. Mereka akan cenderung memiliki egosentris yang tinggi dan kurang mempertimbangkan keadaan orang lain. Mereka merasa seakan-akan hidup di tengah musuh. Rasa takut telah mengalahkan hasrat mereka untuk mencapai keberhasilan. Mereka yakin bahwa masalah utama dalam hidup dapat diselesaikan hanya dengan sikap mementingkan diri sendiri. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Schultz dan Schultz (2005:129) juga menambahkan bahwa usaha untuk melewati kelemahan fisik yang berlebihan dapat dilihat pada seni artistik yang mencolok, keolahragaan, dan pencapaian sosial. Namun


(28)

13

apabila usaha tersebut gagal, maka individu tersebut akan memiliki perasaan inferior yang berlebihan.

2. Gaya hidup manja

Orang-orang yang manja memiliki minat sosial yang lemah, namun punya hasrat yang kuat untuk terus mempertahankan hubungan yang sifatnya “parasit”. Hubungan yang bersifat parasit disini artinya individu tersebut cenderung bergantung pada orang lain dan menginginkan orang tersebut memenuhi apapun yang diinginkan. Mereka mengharapkan orang lain untuk merawat, melindungi, dan memuaskan kebutuhan mereka. Karakteristik yang menonjol dari mereka adalah putus asa yang berlebihan, kebimbangan, over sensitif, tidak sabar, dan emosi yang berlebihan, terutama kecemasan. Individu dengan gaya hidup manja akan cenderung mempertahankan gaya hidup manja tersbut supaya mereka merasa nyaman dengan perhatian-perhatian yang diberikan oleh orang lain kepada mereka karena mereka memiliki kecemasan yang berlebihan. Schultz dan Schultz (2005:129) mengatakan bahwa anak yang dimanja memiliki perasaan sosial yang sedikit dan tidak sabar terhadap orang lain. Mereka tidak pernah belajar untuk menunggu hal yang mereka inginkan, ataupun belajar untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain. Ketika mereka dihadapkan oleh rintangan untuk memperoleh kebahagiaan, anak yang dimanja akan percaya bahwa


(29)

14

mereka memiliki kekurangan yang menghalangi mereka; oleh karena itu, berkembanglah perasaan inferior yang berlebihan.

3. Gaya hidup terabaikan

Individu yang merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan akan membentuk gaya hidup yang terabaikan. Anak-anak yang disiksa dan diperlakukan tidak baik akan mempunyai minat sosial yang rendah dan cenderung menciptakan gaya hidup terabaikan. Mereka cenderung memiliki percaya diri yang kurang dan membuat perkiraan-perkiraan yang terlalu jauh mengenai masalah yang mereka hadapi. Mereka mengganggap masyarakat sebagai musuh mereka, maka dari itu individu yang memiliki gaya hidup yang terabaikan tidak dapat bekerjasama dengan orang lain dan memiliki rasa iri yang sangat kuat terhadap keberhasilan orang lain. Karakter masa kecil mereka terbentuk karena kurangnya rasa cinta dan rasa aman karena orang tua mereka acuh tak acuh dan bermusuhan. Hasilnya, anak-anak ini akan mengembangkan perasaan tidak berharga, atau bahkan amarah, dan tidak mempercayai orang lain.

Gaya hidup dalam arti lain merupakan sebuah “alat” yang mengatur cara kita bertindak dan berperilaku pada lingkungan. Para pengikut Adler akhirnya mencatat bahwa gaya hidup dapat dimengerti dengan mengamati bagaimana individu mencapai lima hubungan utama yang berhubungan dengan pengembangan diri, pengembangan spiritual, pekerjaan, masyarakat, dan cinta (Mosac & Maniacci; Seweeney dalam Sharf,


(30)

15

2012:127). Adler secara terus menerus mengatakan bahwa bentuk sesungguhnya dari gaya hidup hanya dapat dibedakan dari cara kita bersikap untuk memperoleh dan memecahkan beberapa masalah kehidupan (Hjelle & Ziegler, 1981:82). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa Adler menekankan bahwa tidak ada satupun dari tugas kehidupan yang berdiri sendiri, mereka selalu berhubungan dan bahwa jalan keluarnya tergantung pada gaya hidup kita.

Dreikus menyebutkan bahwa Adler (dalam Hjlee & Ziegler, 1981:82) menawarkan suatu tipologi dari perilaku gaya hidup yang mengklasifikasikan individu berdasarkan pada perilaku dan kebiasaan mereka terhadap tugas utama kehidupan. Klasifikasi tersebut digenerelisasikan ke dalam dua dimensi yaitu minat sosial dan tingkat aktivitas. Minat sosial mewakili perasaan empati pada tiap ras manusia dan ditujukan untuk bekerjasama dengan orang lain untuk kemajuan sosial daripada keuntungan pribadi. Tingkat aktivitas merujuk pada pergerakan individu untuk mencari solusi atas masalah kehidupan yang mereka alami. Berdasar atas hal-hal tersebut, maka Adler mengklasifikasikan empat perilaku gaya hidup yang muncul pada individu (Hjlee & Ziegler, 1981:83), yaitu:

1. Tipe Dominan-Berkuasa (The Ruling Type)

Individu yang mudah mengungkapkan segala hal yang dipikirkan, agresif, dan aktif di lingkungan sosial akan cenderung memiliki gaya hidup yang bertipe dominan-berkuasa. Individu seperti ini aktif tetapi


(31)

16

dalam cara anti-sosial dan juga berperilaku tanpa mempedulikan orang lain. Mereka berperilaku dengan mendominasi lingkungan mereka dan menjalani kehidupan mereka dengan cara agresif dan anti-sosial.

2. Tipe Bersandar (The Getting Type)

Individu dengan perilaku gaya hidup seperti ini akan hidup di lingkungannya dengan cara yang parasit atau “menyandar” pada orang lain untuk memuaskan keinginan mereka. Tujuan utama dari hidup mereka yaitu memperoleh hal sebanyak mungkin dari orang lain. Karena mereka tidak terlalu aktif, maka mereka cenderung tidak terlalu berbahaya bagi orang lain.

3. Tipe Menjauh (The Avoiding Type)

Individu dengan tipe seperti ini tidak memiliki cukup minat sosial ataupun aktivitas dalam kehidupan mereka. Ketakutan akan kegagalan yang mereka miliki lebih besar dari pada keinginan mereka untuk berhasil. Mereka lebih sering melakukan hal-hal yang tidak berguna untuk lari dari tugas-tugas dalam kehidupan mereka. Dalam arti lain, tujuan mereka yaitu menjauhi segala macam masalah yang ada dalam hidup mereka, sehingga mereka menghindari berbagai kemungkinan dari kegagalan.

4. Tipe Bermanfaat (The Socially useful type)

Individu seperti ini menurut Adler merupakan individu yang sehat. Mereka memiliki minat sosial yang tinggi dan sangat aktif di lingkungan mereka. Individu dengan gaya hidup tipe ini memiliki


(32)

17

orientasi sosial. Mereka mau bekerjasama dengan orang lain untuk menguasai tugas-tugas mereka dengan tidak memikirkan keuntungan pribadi.

Dari pemaparan teori yang telah dijelaskan, maka peneliti menyimpulkan bahwa gaya hidup merupakan sebuah “alat” yang dimiliki oleh individu untuk menentukan bagaimana individu tersebut bersikap terhadap lingkungannya. Gaya hidup ini bersifat fleksibel dan tidak kaku. Hal itu berarti individu mampu menjalankan gaya hidup yang berbeda-beda tergantung pada lingkungan pada saat individu tersebut berada. Individu yang sehat secara psikologis akan memiliki lebih dari satu macam gaya hidup. Dengan demikian dimanapun individu tersebut berada, maka individu tersebut mampu menyesuaikan dirinya dengan berbagai macam gaya hidup yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang tidak sehat secara psikologis akan memiliki gaya hidup yang kaku yang ditunjukan dengan memakai gaya hidup yang sama diberbagai situasi.

2. Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Adler percaya bahwa manusia menciptakan pola perilaku untuk melindungi perasaan yang berlebihan akan harga diri mereka dari rasa malu dimuka umum (Feist & Feist, 2009:81). Adler menyebutkan alat perlindungan ini disebut dengan kecenderungan untuk melindungi (safeguarding tendencies) membuat manusia mampu menyembunyikan citra diri mereka yang tinggi dan mempertahankan gaya hidup yang mereka jalani saat ini. Ada perbedaan antara mekanisme pertahanan yang


(33)

18

diungkapkan oleh Adler dan Freud. Seperti yang dijelaskan dalam Feist dan Feist (2009:81), mekanisme pertahanan diri Freudian dilakukan secara tidak sadar untuk melindungi ego dari kecemasan, sedangkan kecenderungan untuk melindungi yang diungkapkan oleh Adler sebagaian besar dilakukan secara sadar untuk melindungi harga diri seseorang yang rapuh dari rasa malu di muka umum. Adapun kecenderungan melindungi menurut Adler (dalam Feist & Feist, 2009:82) adalah sebagai berikut: 1. Membuat alasan

Kecenderungan untuk melindungi yang paling umum adalah membuat alasan (excuse), yang sering diekspresikan dalam bentuk “Ya, tetapi”

(Yes, but) atau “Jika saja” (If only). Alasan-alasan ini melindungi harga diri mereka yang lemah namun dibesar-besarkan secara tidak alami dan mengecoh orang untuk percaya bahwa mereka lebih superior daripada yang sesungguhnya.

2. Agresi

Orang menggunakan agresi (agression) untuk melindungi superiroritas mereka yang berlebihan, yaitu untuk melindungi harga diri mereka yang rapuh. Perlindungan melalui agresi dapat berbentuk depresiasi, dakwaan, atau mendakwa diri sendiri.

a) Depresiasi (depreciation) adalah kecenderungan untuk menilai rendah pencapaian orang lain dan meninggikan penilaian terhadap diri sendiri. Kecenderungan untuk melindungi semacam ini jelas terlihat dalam perilaku agresi, seperti kecaman dan gosip.


(34)

19

b) Dakwaan (accusatuion) adalah kecenderungan menyalahkan orang lain untuk kegagalan seseorang dan untuk membalas dendam demi melindungi harga dirinya yang lemah. Adler percaya bahwa ada elemen dakwaan agresif dalam semua gaya hidup yang tidak sehat. Orang yang tidak sehat, tanpa kecuali, bertindak untuk membuat orang lain disekitarnya lebih menderita daripada dirinya.

c) Mendakwa diri sendiri (self-accusation) ditandai dengan menyiksa diri sendiri dan memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah. Beberapa orang menyiksa dirinya sendiri, termasuk di dalamnya masokisme, depresi, dan bunuh diri, sebagai cara untuk melukai orang yang dekat dengan mereka. Mendakwa diri sendiri merupakan kebalikan dari depresiasi, walaupun keduanya ditujukan untuk memperoleh superioritas pribadi. Dalam depresiasi, orang yang merasa inferior merendahkan orang lain untuk membuat dirinya terlihat baik dan mendakwa diri sendiri merupakan kecenderungan orang merendahkan dirinya untuk menimbulkan penderitaan pada orang lain sambil melindungi harga dirinya yang dibesar-besarkan. 3. Menarik diri

Perkembangan kepribadian dapat terhenti ketika manusia lari dari kesulitan. Adler menyebutkan kecenderungan ini sebagai menarik diri atau perlindungan dengan membuat jarak. Beberapa orang secara tidak sadar melarikan diri dari masalah hidup dengan membuat jarak antara diri mereka dengan masalah-masalah yang ada. Adler menyebutkan


(35)

20

empat cara perlindungan dalam menarik diri: (a) bergerak mundur, (b) berdiam diri, (c) keragu-raguan, dan (d) membangun penghalang. a) Bergerak mundur (moving backward) adalah kecenderungan untuk

melindungi tujuan superioritas fiktif seseorang yang secara psikologis kembali pada periode kehidupan yang lebih aman. Bergerak mundur mirip dengan regresi dari Freud yang keduanya melingkupi usaha untuk kembali pada fase kehidupan awal yang lebih nyaman.

b) Berdiam diri (standing still) merupakan kecenderungan menarik diri yang mirip dengan bergerak mundur, tetapi secara umum tidak terlalu parah. Orang-orang yang berdiam diri tidak bergerak ke arah manapun. Orang-orang tersebut menghindari semua tanggung jawab dengan melindungi diri mereka sendiri dari ancaman kegagalan. Mereka melindungi harapan fiksional mereka karena mereka tidak pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan tujuan-tujuan mereka.

c) Keragu-raguan (hesitating). Ada orang yang ragu-ragu atau bimbang ketika dihadapkan dengan masalah yang sulit. Penundaan yang mereka lakukan pada akhirnya memberikan mereka alasan untuk berkata “sekarang sudah terlambat”. Adler percaya bahwa kebanyakan perilaku tidak logis yang dilakukan secara sadar ditujukan oleh individu untuk membuang-buang waktu. Walaupun keragu-raguan tampak di mata orang lain sebagai tindakan yang


(36)

21

merugikan diri sendiri, namun keadaaan ini membantu individu neurotik untuk mempertahankan rasa harga diri mereka yang tinggi. d) Bentuk penarikan diri yang paling parah adalah membangun

penghalang (constructing obstacle). Beberapa orang membangun rumah dari jerami untuk menunjukan kalau mereka bisa merobohkannya. Dengan mampu mengatasi masalah, mereka melindungi harga diri dan wibawa mereka. Jika mereka gagal mengatasinya, maka mereka selalu dapat mencari alasan.

Feist dan Feist (2009:83) juga menjelaskan bahwa secara ringkas, kecenderungan untuk melindungi ditemukan hampir di setiap orang, tetapi ketika kecenderungan itu berubah menjadi terlalu kaku, maka perlindungan ini menjadi perilaku yang merusak diri. Lebih lanjut lagi, orang yang terlalu sensitif menciptakan kecenderungan untuk melindungi diri mereka sendiri dari ketakutan akan rasa malu, untuk menghilangkan perasaan inferior yang berlebihan, dan untuk memperoleh harga diri. Akan tetapi, kecenderungan untuk melindungi adalah hal yang merusak diri karena bentuk tujuan mereka akan kepentingan diri sendiri dan superioritas pribadi sebenarnya menghalangi mereka untuk memperoleh harga diri yang sebenarnya.

Dari pemaparan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa kecenderungan untuk melindungi menurut Adler merupakan bentuk perilaku yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk melindungi harga diri (self esteem) mereka dari rasa malu. Harga


(37)

22

diri diartikan sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri atau yang biasa disebut juga sebagai martabat diri (self-worth) atau gambaran diri (Santrock, 2007:183). Tentu saja setiap individu tidak selalu mempunyai harga diri yang positif. Masa remaja merupakan masa individu mulai menemukan jati diri mereka. Masa ini juga merupakan masa dimana suatu penghargaan diri mulai terbentuk. Menurut Baumeister dkk., harga diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas (Santrock, 2007:185). Santrock (2007:185) menjelaskan bahwa harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat dan benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya namun harga diri yang tinggi juga dapat mengindikasikan penghayatan mengenai superioritasnya terhadap orang lain, yang sombong, berlebihan, dan tidak beralasan. Dengan cara yang sama, harga diri yang rendah dapat mengindikasikan persepsi yang tepat mengenai keterbatasan atau penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan inferior yang berlebihan.

Dusek dan McIntyre; Harte; dan Turnage menjelaskan bahwa lingkungan sosial merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan remaja. Konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan, dan sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja (Santrock 2007:187). Coopersmith mengatakan dalam suatu penyelidikan lain yang mempelajari mengenai harga diri dan relasi orang tua-anak, remaja laki-laki diminta untuk mengisi kuesioner; diwawancarai mengenai


(38)

23

relasi keluarga beserta ibunya (Santrock, 2007:187). Berdasarkan pengukuran tersebut, ditemukan bahwa remaja laki-laki yang memiliki harga diri tinggi cenderung berkaitan dengan sifat-sifat pengasuhan yang mengekspresikan afeksi, peduli terhadap masalah-masalah yang dialami remaja laki-laki, harmoni di dalam rumah, partisipasi dalam aktivitas keluarga, mampu memberikan bantuan yang memadai dan tersusun sesuai yang dibutuhkan remaja laki-laki, terdapat aturan-aturan yang jelas dan adil, berpedoman pada aturan-aturan, dan memberikan kebebasan kepada remaja laki-laki dalam batasan-batasan yang jelas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, harga diri yang rendah akan menyebabkan permasalahan-permaslahan tertentu pada remaja. Fenzel menjelaskan bahwa harga diri rendah dapat mengakibatkan depresi, bunuh diri, gangguan makan karena kecemasan, kenakalan remaja, dan masalah-masalah penyesuaian diri lainnya (Santrock 2007:188). McCarley dan Harter menjelaskan dalam studi lainnya, remaja yang memiliki pikiran-pikiran yang bengis memperlihatkan harga diri yang tidak tetap, cenderung lebih memiliki masalah perilaku, dan memiliki sejarah pengalaman memalukan yang mengancam ego mereka (Santrock, 2007:188). Berkaitan dengan gangguan makan, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa kecenderungan untuk membenarkan nilai-nilai budaya tertentu, seperti berpikir bahwa menjadi seorang yang menarik akan meningkatkan harga diri dan membuat diri lebih populer, berkaitan dengan persepsi yang lebih negatif mengenai penampilannya, rendahnya harga


(39)

24

diri, dan meningkatkan perilaku gangguan makan (Kiang & Harter dalam Santrock, 2007:188). Kemudian Santrock (2007:189) menyebutkan empat cara yang dapat dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu meningkatkan harga diri remaja.

1. Mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri. Mengidentifikasikan sumber-sumber harga diri remaja yakni, bidang-bidang yang penting bagi remaja, merupakan hal yang penting untuk meningkatkan harga diri remaja. Harter berpendapat bahwa agar harga diri remaja dapat meningkat, intervensi yang harus dilakukan harus mencapai tingkat penyebab dari harga diri. Remaja memiliki harga diri tertinggi apabila mereka dapat tampil secara kompeten dalam bidang yang penting bagi dirinya. Oleh karena itu, remaja sebaiknya didorong untuk mengidentifikasikan dan menghargai bidang-bidang kompetensinya. 2. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial. Harter

mengatakan bahwa dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmitas dari orang lain juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga diri remaja. Beberapa anak muda yang memiliki harga diri rendah berasal dari keluarga atau kondisi yang banyak diwarnai konflik dimana mereka sendiri mengalai kekerasan atau penolakan, situasi dimana mereka tidak memperoleh dukungan. Robinson berpendapat berdasarkan pada sebuah studi yang dilakukan baru-baru


(40)

25

ini, dukungan orang tua dan kawan-kawan berkaitan dengan martabat diri remaja secara keseluruhan.

3. Meningkatkan prestasi. Bednar, Wells dan Peterson berpendapat bahwa prestasi dapat meningkatkan harga diri remaja. Remaja mengembangkan harga diri yang lebih tinggi karena mereka mengetahui tugas-tugas yang penting untuk meraih tujuan. Penekanan pada pentingnya prestasi dalam meningkatkan harga diri telah banyak dibahas dalam konsep sosial kognitif dari Bandura mengenai self-efficacy, yakni keyakinan individu bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan memberikan hasil yang positif.

4. Meningkatkan coping strategy remaja. Lazarus mengatakan harga diri sering kali akan meningkat apabila remaja mencoba mengatasi suatu masalah yang dihadapi dan bukan menghindarinya. Menghadapi masalah secara realistis, jujur, dan tidak difensif, dapat menghasilkan evaluasi diri yang positif, yang akan menggiring persetujuan diri dan meningkatkan harga diri. Sebaliknya, pengingkaran, menipu diri, dan menghindar merupakan pemicu bagi munculnya evaluasi diri yang negatif.

Dari penjelasan yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya maka peneliti mengartikan bahwa kecenderungan untuk melindungi harga diri berdasarkan pada Teori Psikologi Individual Alfred Adler adalah kecenderungan suatu perlakuan difensif yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk melindungi harga dirinya dari rasa malu.


(41)

26

Harga diri sendiri merupakan suatu gambaran yang diberikan oleh individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang negatif akan cenderung menimbulkan sifat-sifat atau perilaku yang negatif pula. Pada remaja, efek negatif dari harga diri yang rendah yaitu adanya masalah-masalah penyesuaian atau dapat memicu timbulnya kenakalan remaja. Faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan harga diri remaja secara keseluruhan yaitu lingkungan sosial mereka baik itu keluarga, teman sebaya, ataupun lingkungan sekolah mereka. Perilaku negatif yang ditimbulkan dari adanya harga diri yang rendah dapat diubah dengan melakukan cara-cara berikut, tentunya dengan bantuan dari orang dewasa di sekitar remaja. Cara-cara tersebut yaitu (1) mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri; (2) menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial; (3) meningkatkan prestasi; dan (4) meningkatkan coping strategy

remaja.

B. Hubungan antara Gaya Hidup dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Secara umum makna bimbingan merupakan bantuan yang diberikan untuk semua individu agar mereka mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Seperti yang dikatakan oleh Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan (2011:13) bahwa agar dapat tercapainya tujuan tersebut, maka setiap individu yang mendapatkan layanan bimbingan hendaknya memperoleh kesempatan untuk:


(42)

27

1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.

2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya. 3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana

pencapaian tujuan tersebut.

4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.

5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.

6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari linfkungan.

7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara optimal.

Penelitian ini secara khusus akan memberikan kontribusi dalam pengembangan layanan bimbingan sosial. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana individu-individu melakukan kecenderungan untuk melindungi diri yang berkaitan dengan masalah-masalah interpersonal. Tidak hanya itu, dalam penelitian ini juga mencari tahu gaya hidup yang mereka bangun berdasarkan dari hubungan mereka di lingkungan masyarakat. Dengan dilakukannya penelitian ini, maka kita akan dapat melihat bagaimana remaja saat ini bereaksi terhadap lingkungannya dengan melihat gaya hidup yang mereka miliki dan kecenderungan melindungi harga diri yang mereka lakukan. Selain itu kita juga dapat lebih memahami dan mengerti faktor-faktor apa saja yang menyebabkan individu memunculkan perilaku negatif yang mereka lakukan. Setelah kita mengetahui hal tersebut, kita mampu mengembangkan


(43)

program-28

program layanan bimbingan dan konseling yang cocok yang bisa diterapkan kepada individu yang memiliki permasalahan dalam coping, gaya hidup yang negatif, dan juga harga diri yang rendah.

C. Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan ini ada individu memiliki perasaan inferior atau perasaan yang merasa lemah dan tidak berdaya. Perasaan inferior ini mendorong individu tersebut untuk melakukan kompensasi-kompensasi untuk mengatasi perasaan tersebut. Kompensasi yang dilakukan oleh individu memiliki dua macam yaitu perjuangan ke arah superioritas dan perjuangan ke arah keberhasilan. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana individu berada. Minat sosial yang dikembangkan pada masa anak-anak sangat berpengaruh pada gaya hidup yang akan dimiliki oleh individu kelak. Gaya hidup dimiliki oleh individu sebagai “alat” untuk meraih tujuan hidup mereka. Tujuan yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini ada dua macam, yaitu tujuan yang dimaksudkan untuk keuntungan diri sendiri atau keuntungan yang diarahkan untuk keberhasilan bersama dengan masyarakat.

Masa remaja disiapkan secara matang untuk menghadapi dunia di masa dewasa. Salah satu hal penting yang harus dipersiapkan yaitu menumbuhkan penghargaan diri yang positif pada individu. Penghargaan diri yang positif ini juga akan membantu remaja untuk membangun gaya hidup yang sehat. Pembentukan gaya hidup seseorang berdasarkan pada pengalaman-pengalamannya di lingkungan. Lingkungan akan membantu individu membentuk gaya hidupnya sendiri.


(44)

29

Setiap individu bebas menentukan dan membangun sendiri gaya hidupnya. Selain ditentukan oleh lingkungannya gaya hidup juga ditentukan oleh minat sosial yang dibangun. Apabila individu memiliki minat sosial yang rendah, maka individu tersebut akan membangun gaya hidup yang negatif. Individu-individu seperti ini cenderung melihat masyarakat luas sebagai musuh mereka dan mereka akan meraih superioritas mereka hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan individu yang mempunyai minat sosial yang tinggi akan melihat masyarakat sebagai pelengkap dari dirinya dan akan bekerja sama dengan baik di dalam masyarakat.

Gaya hidup yang negatif akan membuat individu mencari alat pertahanan diri untuk melindungi harga dirinya yang mereka rasa terancam. Salah satu dalam Psikologi Alfred Adler menyebutkan bahwa individu-individu tersebut akan melakukan apa yang disebut sebagai kecenderungan untuk melindungi. Kecenderungan untuk melindungi ini dimiliki oleh semua orang karena pada dasarnya semua orang terlahir dari keterbatasan fisik yang membentuk perasaan-perasaan inferior. Selain keterbatasan fisik yang dimiliki oleh individu sejak lahir, pengaruh-pengaruh pola pengasuhan juga menentukan seberapa besar perasaan inferior dan superior seseorang. Perasaan inferior yang berlebihan yang dimiliki oleh individu akan membuat individu melakukan kecenderungan melindungi harga diri. Kecenderungan untuk melindungi ini akan menjadi hal yang negatif apabila dilakukan dalam cara yang negatif yang biasanya akan dilakukan oleh individu-individu neurotik sebagai kompensasi dari perasaan inferiornya yang berlebihan. Negatif disini diartikan apabila individu sering melakukan


(45)

30

Gaya Hidup Kecenderungan

Melindungi Harga Diri

Perasaan Inferior

Tujuan Hidup

Superioritas Pribadi

Keberhasilan

Minat Kemasyarakatan

Tinggi Rendah

kecenderungan melindugi harga dir untuk menutupi kesalahan yang mereka lakukan atau menghindar dari permasalahan yang mereka hadapi.

Adanya penghargaan diri yang negatif juga akan berpengaruh pada relasinya dengan orang lain. Individu yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung menutupi kesalahan yang dilakukan dengan melakukan berbagai macam cara. Adler mengatakan bahwa individu yang merasa harga dirinya terancam dipermalukan di muka umum, akan melakukan apa itu yang disebut dengan kecenderungan untuk melindungi. Kecenderungan untuk melindungi ini membuat individu mampu untuk melindungi citra diri mereka yang tinggi dan melindungi gaya hidup yang mereka jalani saat iniSecara ringkas kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.


(46)

31 D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa terhadap kecenderungan melindungi harga diri.

2. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bersandar terhadap kecenderungan melindungi harga diri.

3. Ada hubungan antara gaya hidup tipe menjauh terhadap kecenderungan melindungi harga diri.

4. Ada hubungan antara gaya hidup tipe bermanfaat terhadap kecenderungan melindungi harga diri.


(47)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif korelasional atau uji hubungan. Penelitian korelasi merupakan salah satu teknik statistik inferensial yang dipergunakan secara luas di lapangan yang dimaksudkan untuk menguji adanya hubungan antar sejumlah gejala (Burhan Nurgiyantoro, 2009:129). Berdasarkan pada penjelasan tersebut, gejala-gejala yang diukur bersifat kuantitatif atau diukur dengan menggunakan angka-angka.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Piyungan yang terletak di Dusun Karanggayam, Desa Sitimulyo, Kabupaten Bantul. Peneliti melaksanakan pengambilan data di lapangan pada tanggal 6-8 Februari 2014. Adapun penelitian secara keseluruhan dilakukan selama 6 bulan yaitu sejak bulan November 2013-April 2014.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu populasi siswa kelas X di SMA N 1 Piyungan. Kelas X di SMA tersebut terdapat lima kelas paralel dengan jumlah subjek sebanyak 128 siswa yang seharusnya berjumlah 136 siswa. Peneliti hanya memperoleh 128 siswa dikarenakan ada 8 siswa yang tidak masuk sekolah pada saat peneliti melakukan penelitian di lapangan. Peneliti memilih subjek siswa kelas X karena berdasarkan hasil dari data media lacak masalah, observasi, dan


(48)

33

wawancara diketahui bahwa siswa pada kelas X memiliki kecenderungan untuk melindungi harga diri yang bersifat negatif.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu kecenderungan untuk melindungi harga diri.

2. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu gaya hidup. Kecenderungan gaya hidup yang akan diungkap pada penelitian ini ada 4 macam tipe yaitu tipe dominan-berkuasa, tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat.

E. Definisi Operasional

Secara teoretik, definisi mengacu pada Teori Psikologi Individual dari Alfred adler. Berdasarkan teori tersebut, dirumuskan definisi operasional yang berguna untuk panduan operasional dan alat ukur.

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Kecenderungan untuk melindungi harga diri diukur dengan mengkaji kebiasaan membuat alasan, perilaku agresi, dan perilaku menarik diri yang dilakukan oleh subjek. Semakin tinggi skor yang dihasilkan pada alat ukur menunjukkan bahwa kecenderungan untuk melindungi harga diri individu tersebut negatif. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh dari alat ukur maka akan menunjukkan


(49)

34

bahwa individu tersebut memiliki kecenderungan untuk melindungi diri yang positif.

2. Gaya Hidup

Kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh subjek akan dikaji berdasarkan macam-macam tipe gaya hidup yaitu tipe dominan-berkuasa, tipe bersandar, tipe menjauh, dan tipe bermanfaat. Skor tertinggi yang ditunjukkan pada alat ukur untuk mengungkap tipe gaya hidup, akan menunjukkan kecenderungan gaya hidup yang dimiliki oleh individu tersebut. Namun hal tersebut bukan berarti gaya hidup yang lain tidak dimiliki oleh subjek.

F. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpul data berupa kuesioner dengan teknik daftar cek. Kuesioner yang digunakan akan dibagi menjadi 2 yaitu kuesioner yang digunakan untuk mengungkap kecenderungan untuk melindungi harga diri dan kuesioner untuk mengungkap gaya hidup.

1. Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Kecenderungan Melindungi Harga Diri

No Aspek Indikator Nomor Jumlah

Butir 1. Membuat

Alasan Membuat alasan dalam berbagai situasi. 1, 5, 9 3 2. Agresi Menilai rendah orang lain dengan


(50)

35

Membuat gosip dan memberikan kritik kepada

orang lain. 15, 18, 21, 24, 26 5 Menyalahkan orang lain atas kesalahannya pada

individu lain untuk balas dendam. 28, 30, 32, 34, 36, 38 5 Menginginkan orang lain lebih sengsara dari

pada dirinya. 4, 8, 13, 40 4

Memenuhi diri sendiri dengan perasaan bersalah supaya orang lain merasa bersalah akan penderitaan yang dialaminya.

16, 19, 22 3

3. Menarik Diri

Cenderung mencari situasi nyaman. 3, 7, 11, 14, 17, 20,

23, 25, 27, 29, 31 11 Dengan sengaja melakukan penundaan ketika

menghadapi suatu permasalahan. 33, 35, 37 3 Membuat masalah sendiri dan menyelesaikan

masalahnya sendiri supaya terlihat hebat. 39 1

Jumlah 51

2. Gaya Hidup

Variabel ini akan diukur menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner dengan metode daftar cek. Variabel ini akan dibagi kedalam empat kelompok yang akan dikelompokkan berdasarkan gaya hidup untuk mempermudah mengelompokkan individu kedalam tipe-tipe gaya hidup. Adapun kisi-kisi instrumen gaya hidup ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Kisi-kisi Gaya Hidup

NO Aspek Indikator Nomor Jumlah

Butir

1. Tipe Dominan-Berkuasa

Menceritakan segala hal kepada orang lain tanpa ada halangan.

1, 2, 6, 10,

14 5

Memaksakan kehendak tanpa memperdulikan orang lain.

18, 22, 26, 30, 34, 37, 40

7

Agresif 42, 44, 46,

48, 50, 51 6

2. Tipe Bersandar

Menginginkan orang lain memuaskan keinginan mereka.

3, 7, 11, 15,

19 5

Mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari

orang lain. 23, 27, 31 3


(51)

36

Menjauh

Memiliki ketakutan akan kegagalan yang besar dari pada keinginan untuk sukses.

20, 24, 28,

32, 35 5

Menghindari segala macam permasalahan. 38, 41, 43 3

Melakukan hal-hal yang tidak berguna

untuk melarikan diri dari masalah. 45, 47, 49 3

4. Tipe Bermanfaat

Aktif dalam lingkungan sosial. 5, 9, 13 3 Mementingkan kepentingan bersama diatas

kepentingan pribadi. 17, 21, 25 3

Dapat bekerja sama dengan baik. 29, 33, 36,

39 4

Jumlah 51

G. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui baku atau tidaknya instrumen yang akan digunakan. Untuk menguji baku atau tidaknya instrumen, maka perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap instrumen. Subjek uji coba instrumen yaitu siswa di SMA Negeri 1 Piyungan kelas XI dan XII.

1. Uji Validitas Instrumen

Haynes, Richard, dan Kubany mengatakan bahwa uji validitas yang digunakan untuk menguji validitas instrumen adalah validitas isi. Validitas isi memiliki makna sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrumen ukur benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Saifuddin Azwar, 2012:111). Dalam validitas isi terdapat validitas tampang dan validitas logis. Validitas tampang akan dilakukan dengan


(52)

37

penilaian ahli berdasarkan pada indikator instrumen yang telah dibuat sebelumnya.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan formula Alpha Cronbach dari program IBM SPSS 22. Formula Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menguji data penelitian dengan skor dikotomi (skor 0 atau 1). Menurut Sekaran (1992) reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Kuesioner untuk mengukur gaya hidup dan kecenderungan melindungi harga diri diujikan terhadap 122 siswa pada kelas XI dan kelas XII. Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap kuesioner gaya hidup dengan menggunakan Alpha Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,827. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel gaya hidup adalah baik. Hasil uji reliabilitas terhadap kuesioner kecenderungan melindungi harga diri dengan menggunakan Alpha Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,832. Hal itu berarti alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecenderungan melindungi harga diri adalah baik.

I. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan analisis crosstab. Alasan peneliti menggunakan formula ini karena data yang dihasilkan dari alat pengumpul data berupa data nominal dengan melihat frekuensi dari pilihan subjek terhadap variabel penelitian. Hal tersebut dikuatkan oleh Imam


(53)

38

Ghozali (2011:22) bahwa analisis crosstab pada prinsipnya menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom dan data untuk penyajian


(54)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data

Data dari penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner pengembangan diri remaja. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berfungsi untuk mengungkap bagaimana kecenderungan untuk melindungi harga diri siswa dan bagian kedua berfungsi untuk mengetahui tipe gaya hidup yang dimiliki oleh siswa. Data dari kedua bagian tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui besarnya frekuensi dari tiap-tiap variabel.

a. Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa

Gaya hidup ini diungkap menggunakan 18 butir pernyataan. Jumlah butir pernyataan pada kuesioner yang digunakan untuk mengungkap masing-masing indikator gaya hidup ini tidak seimbang. Maka dilakukan penyetaraan skor dengan menggunakan z-score (nilai z). Distribusi kategori variabel dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Variabel Gaya Hidup Dominan-Berkuasa

No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 24 18,8% Rendah

2. -1 < z < 1 83 64,8% Sedang

3. z > 1 21 16,4% Tinggi

Jumlah 128 100%

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai berikut: (1) Rendah, berarti siswa hampir tidak pernah melakukan gaya


(55)

40

hidup tipe dominan-berkuasa; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan gaya hidup tipe dominan-berkuasa; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering melakukan gaya hidup tipe dominan-berkuasa. Dengan demikian maka dari tabel 3. dapat dilihat bahwa terdapat 24 siswa (18,8%) yang termasuk dalam kategori rendah, 83 siswa (64,8%) yang termasuk dalam kategori sedang dan 21 siswa (15,4%) yang termasuk dalam kategori tinggi.

Dengan melihat data dari tabel 3. maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa dalam kategori sedang. Tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar siswa memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang sedang karena data dari gaya hidup tipe ini berdistribusi normal sehingga kurva yang dihasilkan pun berupa kurva normal. Sebaran data dari masing-masing kategori pada gaya hidup tipe dominan-berkuasa dapat dilihat pada gambar berikut:

0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0%

Rendah

Sedang

Tinggi 18,8%

64,8%

16,4%

Gambar 2. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa

b. Gaya Hidup Tipe Bersandar


(56)

41 0,0% 20,0% 40,0% 60,0% Rendah Sedang Tinggi 23,4% 57,8% 18,8%

pernyataan. Jumlah butir pernyataan untuk mengungkap tipe ini tidak setara untuk tiap indikatornya maka peneliti melakukan penyetaraan dengan menggunakan nilai z. Distribusi kategori variabel dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bersandar

No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 30 23,4% Rendah

2. -1 < z < 1 74 57,8% Sedang

3. z > 1 24 18,8% Tinggi

Jumlah 128 100%

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai berikut: (1) Rendah, berarti siswa hampir tidak pernah melakukan gaya hidup tipe bersandar; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan gaya hidup tipe bersandar; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering melakukan gaya hidup tipe bersandar. Dari tabel 4. dapat terlihat bahwa terdapat 30 siswa (23,4%) yang tegolong dalam kategori rendah, 74 siswa (57,8%) tergolong dalam kategori sedang dan 24 siswa (18,8%) tergolong dalam kategori tinggi. Dengan demikian dapat terlihat bahwa banyak siswa yang memiliki gaya hidup tipe bersandar yang sedang. Sebaran data dari masing-masing kategori dapat terlihat pada gambar berikut:


(57)

42 c. Gaya Hidup Tipe Menjauh

Gaya hidup tipe menjauh diungkap dengan menggunakan 15 butir pernyataan. Butir pernyataan untuk mengungkap gaya hidup ini tidak sama untuk tiap indikatornya, maka peneliti melakukan penyetaraan dengan menggunakan nilai z sehingga data yang dihasilkan menjadi berdistribusi normal. Distribusi kategori variabel dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh

No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 25 19,5% Rendah

2. -1 < z < 1 78 60,9% Sedang

3. z > 1 25 19,5% Tinggi

Jumlah 128 100%

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai berikut: (1) Rendah, berarti siswa hampir tidak pernah melakukan gaya hidup tipe menjuh; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan gaya hidup tipe menjauh; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering melakukan gaya hidup tipe menjauh. Berdasarkan pada tabel 5. dapat terlihat bahwa terdapat 25 siswa (19,5%) memiliki kategori rendah, 78 siswa (60,9%) berada pada kategori sedang dan 25 siswa (19,5%) berada pada kategori tinggi. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa mayoritas siswa memiliki gaya hidup tipe menjauh yang sedang. Sebaran data dari masing-masing kategori dapat dilihat pada gambar berikut:


(58)

43

0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0%

Rendah

Sedang

Tinggi 19,5%

60,9%

19,5%

Gambar 4. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Menjauh

d. Gaya Hidup Tipe Bermanfaat

Gaya hidup tipe bermanfaat diungkap menggunakan 10 butir pernyataan. Butir pernyataan untuk mengungkap gaya hidup tipe ini tidak sama untuk tiap indikatornya, maka peneliti melakukan penyetaraan skor dengan menggunakan nilai z. Distribusi kategori variabel dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat

No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 23 18 % Rendah

2. -1 < z < 1 76 59,4 % Sedang

3. z > 1 29 22,7 % Tinggi

Jumlah 128 100 %

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai berikut: (1) Rendah, berarti siswa hampir tidak pernah melakukan gaya hidup tipe bermanfaat; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan gaya hidup tipe bermanfaat; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering melakukan gaya hidup tipe bermanfaat. Maka dengan demikian berdasarkan pada


(59)

44

tabel 6. dapat terlihat bahwa terdapat 23 siswa (18%) memiliki kategorisasi yang rendah untuk gaya hidup tipe bermanfaat, 76 siswa (59,4%) memiliki kategori sedang dan 29 siswa (22,7%) memiliki kategori tinggi. Dari data pada tabel 6 dapat terlihat bahwa mayoritas siswa memiliki gaya hidup tipe bermanfaat pada kategori sedang. Tidak dapat dihindari bahwa mayoritas siswa memiliki kategori sedang untuk gaya hidup ini. Hal itu disebabkan karena data dari gaya hidup tipe ini merupakan gaya hidup yang berdistribusi normal sehingga kurva yang dihasilkan juga merupakan kurva normal. Sebaran data dari masing-masing kategori dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Grafik Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Tipe Bermanfaat e. Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Variabel kecenderungan melindungi harga diri diungkap menggunakan 40 butir pernyataan. Butir pernyataan yang digunakan untuk mengungkap variabel ini tidak sama untuk tiap indikatornya. Maka dari itu dilakukan penyetaraan skor dengan menggunakan nilai z. Distribusi kategori variabel dapat dilihat pada tabel 7.


(60)

45

Tabel 7. Distribusi Variabel Kecenderungan Melindungi Harga Diri No Norma Frekuensi Persentase Kategori

1. z < -1 22 17,2 % Rendah

2. -1 < z < 1 85 66,4 % Sedang

3. z > 1 21 16,4 % Tinggi

Jumlah 128 100 %

Kategori-kategori pada distribusi variabel dapat diartikan sebagai berikut: (1) Rendah, berarti siswa hampir tidak pernah melakukan perlindungan atas harga diri mereka; (2) Sedang, berarti siswa jarang melakukan perlindungan atas harga diri mereka; dan (3) Tinggi, berarti siswa sering melakukan perlindungan atas harga diri mereka. Berdasarkan tabel 7. dapat terlihat bahwa terdapat 22 siswa (17,2%) memiliki kecenderungan melindungi harga diri kategori rendah, 85 siswa (66,45%) berada pada kategori sedang, dan 21 siswa (16,4%) berada pada kategori tinggi. Dari tabel 7 maka dapat terlihat bahwa mayoritas siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang. Sebaran data dari masing-masing kategori pada variabel kecenderungan melindungi harga diri dapat terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik Kategorisasi Variabel Kecenderungan Melindungi Harga Diri


(61)

46

Kecenderungan melindungi harga diri memiliki 3 macam perilaku dan tiap macamnya memiliki frekuensi pemilihan yang berbeda-beda. Untuk kecenderungan membuat alasan memiliki frekuensi pemilihan sebanyak 124 (9,2%). Kecenderungan agresi memiliki frekuensi pemilihan sebanyak 431 (31,9%) dan kecendrungan menarik diri memiliki frekuensi pemilihan sebanyak 794 (58,9%). Frekuensi pemilihan untuk macam-macam kecenderungan melindungi harga diri dapat dilihat pada gambar 7.

Grafik 7. Frekuensi Pemilihan Berbagai Macam Kecenderungan Melindungi Harga Diri.

2. Hasil Analisis Data

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik dengan teknik crosstab yang di dalamnya berisi analisis chi-square. Analisis

chi-square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel dengan melihat besarnya nilai signifikansi yang dihasilkan. Dari hasil analisis crosstab juga dihasilkan data berupa jumlah subjek yang berada pada tiap kategorisasi dalam variabel-variabel penelitian. Kategorisasi pada


(62)

47

penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu: Kategori 1 (rendah); Kategori 2 (sedang); dan Kategori 3 (tinggi).

a. Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa dan kecenderungan melindungi diri dengan nilai chi-square sebesar 34,876 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 34,876a 4 ,000

Likelihood Ratio 34,729 4 ,000

Linear-by-Linear Association 28,930 1 ,000 N of Valid Cases 128

a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,45.

Dengan demikian maka hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara gaya hidup tipe dominan-berkuasa dan kecenderungan untuk melindungi harga diri” diterima. Untuk melihat jumlah siswa yang terdapat pada gaya hidup tipe dominan-berkuasa dan kecenderungan melindungi harga diri dapat dilihat pada tabel 9.


(63)

48

Tabel 9. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Dominan-Berkuasa dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Crosstab

K_Melindungi

Total 1,00 2,00 3,00

K_Dom 1,00 Count 12 12 0 24

Expected Count 4,1 15,9 3,9 24,0

% within K_Dom 50,0% 50,0% 0,0% 100,0% % within

K_Melindungi 54,5% 14,1% 0,0% 18,8%

% of Total 9,4% 9,4% 0,0% 18,8%

2,00 Count 10 61 12 83

Expected Count 14,3 55,1 13,6 83,0 % within K_Dom 12,0% 73,5% 14,5% 100,0% % within

K_Melindungi 45,5% 71,8% 57,1% 64,8%

% of Total 7,8% 47,7% 9,4% 64,8%

3,00 Count 0 12 9 21

Expected Count 3,6 13,9 3,4 21,0

% within K_Dom 0,0% 57,1% 42,9% 100,0% % within

K_Melindungi 0,0% 14,1% 42,9% 16,4%

% of Total 0,0% 9,4% 7,0% 16,4%

Total Count 22 85 21 128

Expected Count 22,0 85,0 21,0 128,0 % within K_Dom 17,2% 66,4% 16,4% 100,0% % within

K_Melindungi 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 17,2% 66,4% 16,4% 100,0% Dari tabel 9. dapat terlihat bahwa sebanyak 12 siswa memiliki gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang rendah dan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah pula, dan juga terdapat 12 siswa dengan gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang rendah dan memiliki


(64)

49

kecenderungan melindungi harga diri yang sedang. Dari tabel 9. juga terlihat bahwa siswa dengan gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang sedang terdapat 10 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 61 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, serta 12 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi. Untuk siswa dengan gaya hidup tipe dominan-berkuasa yang tinggi diketahui bahwa terdapat 12 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang sedang dan 9 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi.

b. Gaya Hidup Tipe Bersandar dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup tipe bersandar dan kecenderungan untuk melindungi harga diri dengan nilai chi-square sebesar 35,958 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bersandar dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 35,958a 4 ,000

Likelihood Ratio 31,451 4 ,000

Linear-by-Linear

Association 26,502 1 ,000

N of Valid Cases 128

a. 3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,94.


(65)

50

Dengan demikian maka hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara gaya hidup tipe bersandar dan kecenderungan melindungi harga diri” diterima. Jumlah siswa yang terdapat pada gaya hidup tipe bersandar dan kecenderungan melindungi harga diri dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bersandar dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Crosstab

K_Melindungi

Total 1,00 2,00 3,00

K_bersandar 1,00 Count 14 15 1 30 Expected Count 5,2 19,9 4,9 30,0 % within

K_bersandar 46,7% 50,0% 3,3% 100,0% % within

K_Melindungi 63,6% 17,6% 4,8% 23,4% % of Total 10,9% 11,7% 0,8% 23,4% 2,00 Count 7 57 10 74 Expected Count 12,7 49,1 12,1 74,0 % within

K_bersandar 9,5% 77,0% 13,5% 100,0% % within

K_Melindungi 31,8% 67,1% 47,6% 57,8% % of Total 5,5% 44,5% 7,8% 57,8% 3,00 Count 1 13 10 24 Expected Count 4,1 15,9 3,9 24,0 % within

K_bersandar 4,2% 54,2% 41,7% 100,0% % within

K_Melindungi 4,5% 15,3% 47,6% 18,8% % of Total 0,8% 10,2% 7,8% 18,8% Total Count 22 85 21 128 Expected Count 22,0 85,0 21,0 128,0 % within


(66)

51

% within

K_Melindungi 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 17,2% 66,4% 16,4% 100,0%

Dengan melihat tabel 11. dapat diketahui bahwa siswa dengan gaya hidup tipe bersandar yang rendah terdapat 14 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 15 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, dan 1 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi. Untuk siswa dengan gaya hidup tipe bersandar yang sedang terdapat 7 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 57 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, dan 10 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi. Siswa dengan gaya hidup tipe bersandar yang tinggi terdapat 1 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 13 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, dan 10 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi.

c. Gaya Hidup Tipe Menjauh dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup tipe menjauh dan kecenderungan untuk melindungi harga diri dengan nilai chi-squre sebesar 55,013 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 12.


(67)

52

Tabel 12. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Menjauh dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 55,013a 4 ,000

Likelihood Ratio 47,512 4 ,000

Linear-by-Linear Association 36,925 1 ,000 N of Valid Cases 128

a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,10.

Dengan demikian maka hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara gaya hidup tipe menjauh dan kecenderungan untuk melindungi harga diri” diterima. Untuk melihat jumlah siswa yang terdapat pada gaya hidup tipe menjauh dan kecenderungan melindungi harga diri dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Menjauh dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Crosstab

K_Melindungi

Total 1,00 2,00 3,00

K_ Menjauh

1,00 Count 15 10 0 25

Expected

Count 4,3 16,6 4,1 25,0 % within

K_Menjauh 60,0% 40,0% 0,0% 100,0% % within K_

Melindungi 68,2% 11,8% 0,0% 19,5% % of Total 11,7% 7,8% 0,0% 19,5%

2,00 Count 6 62 10 78

Expected

Count 13,4 51,8 12,8 78,0 % within

K_Menjauh 7,7% 79,5% 12,8% 100,0% % within K_

Melindungi 27,3% 72,9% 47,6% 60,9% % of Total 4,7% 48,4% 7,8% 60,9%


(68)

53

3,00 Count 1 13 11 25

Expected

Count 4,3 16,6 4,1 25,0 % within

K_Menjauh 4,0% 52,0% 44,0% 100,0% % within K_

Melindungi 4,5% 15,3% 52,4% 19,5% % of Total 0,8% 10,2% 8,6% 19,5%

Total Count 22 85 21 128

Expected

Count 22,0 85,0 21,0 128,0 % within

K_Menjauh 17,2% 66,4% 16,4% 100,0% % within K_

Melindungi 100,0 % 100,0 % 100,0

% 100,0% % of Total 17,2% 66,4% 16,4% 100,0%

Berdasarkan pada tabel 13. dapat diketahui bahwa siswa dengan gaya hidup tipe menjauh yang rendah terdapat 15 siswa memiliki kecenderungan melindungi diri yang rendah pula dan 10 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri dengan tingkatan yang sedang. Dari tabel 13. juga dapat dilihat bahwa siswa dengan gaya hidup tipe menjauh yang sedang terdapat 6 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 62 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, dan 10 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi. Untuk siswa dengan gaya hidup tipe menjauh yang tinggi terdapat 1 siswa dengan kecenderungan melindungi harga diri yang rendah, 13 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang sedang, dan 11 siswa memiliki kecenderungan melindungi harga diri yang tinggi.


(69)

54

d. Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan Kecenderungan untuk Melindungi Harga Diri

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup tipe bermanfaat dan kecenderungan untuk melindungi harga diri dengan nilai chi-square sebesar 14,480 dan tingkat signifikansi sebesar 0,006 (p<0,05). Hasil analisis data dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Nilai Chi-square antara Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14,480a 4 ,006

Likelihood Ratio 12,524 4 ,014

Linear-by-Linear Association 6,970 1 ,008 N of Valid Cases 128

a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,77.

Dengan demikian maka hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara gaya hidup tipe bermanfaat dan kecenderungan untuk melindungi harga diri” diterima. Untuk melihat jumlah siswa yang terdapat pada gaya hidup tipe bermanfaat dan kecenderungan melindungi harga diri dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Subjek pada Gaya Hidup Tipe Bermanfaat dan Kecenderungan Melindungi Harga Diri

Crosstab

K_Melindungi

Total 1,00 2,00 3,00

K_

Bermanfaat

1,00 Count 10 10 3 23

Expected Count 4,0 15,3 3,8 23,0 % within

K_Bermanfaat 43,5% 43,5% 13,0% 100,0% % within

K_Melindungi 45,5% 11,8% 14,3% 18,0% % of Total 7,8% 7,8% 2,3% 18,0%


(1)

145

16,00 6 4,7 4,7 83,6

17,00 6 4,7 4,7 88,3

18,00 6 4,7 4,7 93,0

19,00 3 2,3 2,3 95,3

20,00 1 ,8 ,8 96,1

21,00 2 1,6 1,6 97,7

24,00 1 ,8 ,8 98,4

27,00 1 ,8 ,8 99,2

28,00 1 ,8 ,8 100,0


(2)

146

LAMPIRAN 5:


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP HEDONIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Gaya Hidup Hedonis Pada Siswa SMA Negeri 4 Surakarta.

1 17 19

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP HEDONIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Gaya Hidup Hedonis Pada Siswa SMA Negeri 4 Surakarta.

0 3 18

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI SURAKARTA Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 3 21

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI SURAKARTA Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI SURAKARTA Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

1 4 20

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI SURAKARTA Hubungan Antara Harga Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Harga Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWI DI SURAKARTA Hubungan Antara Harga Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswi Di Surakarta.

0 2 21

Harga Diri dan KEcenderungan Gaya Hidup Hedonis

0 0 20