a Hendaknya ia seorang muslim, sebab zakat adalah urusan internal kaum muslim. Islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka.
Ibnu Qudamah mengatakan, “ setiap pekerjaan yang memerlukan syarat amanah kejujuran hendaknya disyaratkan Islam bagi
pemeluknya, seperti menjadi saksi. Karena itu, urusan kaum muslim, pengurusnya tidak dapat diberikan pada non muslim,
seperti halnya urusan- urusan lain, atau berkaitan dengan hal itu”.
Umar berkata, “ janganlah kalian serahkan amanah itu pada mereka, karena mereka telah berbuat khianat kepada Allah”. Umar
menolak seorang nasrani dipekerjakan oleh Abu Musa sebagai penulis zakat. Karena zakat itu adalah rukun islam yang utama.
b Hendaklah petugas zakat itu seorang mukallaf, yakni orang dewasa yang sehat akal fikirannya.
c Petugas zakat hendaklah orang yang jujur, karena ia diamanati harta kaum muslim. Janganlah petugas zakat itu orang fasik lagi
tak dapat di percaya. Sebab ia akan berbuat zhalim pada para pemilik harta.
d Memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat. Sebab bila ia tidak
mengetahui hukum, maka tidak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, dan tentu akan lebih banyak melakukan kesalahan.
Masalah zakat membutuhkan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakati dan yang tidak wajib dizakati. Urusan zakat juga
memerlukan ijtihad tentang masalah yang belum diketahui hukumnya, agar hukum menjadi jelas.
e Kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk melaksanakan tugasnya, dan sanggup
memikul tugas itu. Disebutkan dalam Al-
Qur‟an :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil bekerja dengan kita ialah orang yang kuat lagi di
percaya”. Al-Qashash28:26 Demikian pula Nabi Yusuf a.s. berkata kepad raja : “ Jadikanlah
aku bendaharawan negara Mesir karena sesungguhnya aku orang yang pandailagi berpengetahuan”. Kata penjaga hifdzu berarti dapat
dipercaya. Kata ilmu, berarti mampu dan ahli. Kedua syarat itu adalah asas segala pekerjaan yang berhasil. Disyaratkan laki-laki dan tidak
boleh wanita dipekerjakan sebagai amil zakat.
33
c. Wewenang dan Tugas Amil
Pada awal Islam, para amil diangkat langsung oleh Rasulullah Saw. Tetapi pada masa pemerintahan Utsman R.a, kebijaksanaan
pengumpulan zakat diubah. Harta yang dizakati dibagi dalam dua kategori, yaitu amwal zhahirah harta benda yang dapat diketahui
jumlah atau nilainya oleh pengamat, seperti kekayaan yang berbentuk
33
M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat Oleh Negara : Untuk Memerangi Kemiskinan, Jakarta: Korpus, 2004, h. 22
binatang atau tumbuhan dan amwal bathiniyah harta yang tidak dapat diketahui oleh pemiliknya sendiri. Pada masa Nabi Saw, lpara sahabat
menyerahkan amwa bathiniyah itu kepada beliauuntuk kemudian beliau serahkan kepada amil agar dibagikan sesuai dengan petunjuk
agama. Tetapi pada masa Utsman, karena harta kekayaan sedemikian melimpah dan demi kemaslahatan umum, beliau mengalihkan
wewenang pembagian kepada pemilik harta secara langsung. Pengalihan ini tidak mencabut wewenang iman untuk maksud tertentu.
Di sini, walaupun al-muzakki telah memperoleh wewenang dari penguasa dalam tugasnya sebagai amil zakat, tetapi wewenang itu
hanya menjadikannya sebagai wakil dari iman atau pemerintah Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat At-
Taubah9:60, menulis : “ Ayat ini menunjukkan bahwa iman atau yang ditugaskannya berkewajiban mengumpulkan dan membagi-bagikan
zakat”. Buktinya adalah bahwa Allah menetapkan petugas-petugas untuk maksud tersebut.
34
Ini dikuatkan lagi dengan surat At- Taubah9:103.
Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan. Semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Yaitu soal sensus
terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan kepadanya. Juga besar harta yang wajib dizakati, kemudian
mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi hal-hal lain
34
M. Quraisy Shihab, Membumikan Al- Qur’an :Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat.e d, Ihsan Ali Fauzi, Bandung: Mizan, 1992, Cet. Ke 1, H. 327
yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.
Istilah jabatan amil zakat yang digunakan pada masa Rasulullah Saw yaitu:
Katabah: bagian yang diserahi tugas untukmencatat para wajib zakat.
Hasabah: bagian yang diserahi tugas untuk memaksir, menhitung zakat.
Jubah: bagian yang diserahi tugas untuk menarik, mengambil zakat dari para muzaki.
Qasamah: bagian yang diserahi tugas untuk menyalurkan zakat kepada Mustahik.
35
Dari pembagian tugas tersebut tercermin bahwa sejak zaman Rasulullah ternyata pengelolaan zakat diserahkan kepada “amil” dan
telah dilaksanakan dengan sistem manajemen secara profesional dan effektif sehingga mencapai sasaran tujuan zakat itu sendiri, baik untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, maupun dalam upaya menghindari kesenjangan sosial dan meningkatkan
kesejahteraan umat “amil” tersebut disejajarkan dengan lembaga- lembaga pemerintah pada waktu itu, setara dengan kantor bendahara
Negara saat ini yang mengurus harta kekayaan Negara.
35
Ali yafie, dkk, Problematika Zakat Kontemporer: Artikulasi Proses Politik Sosial Bangsa, Jakarta: FOZ, 2003, Cet. Ke-1, H. 75
Di zaman sekarang sarana zakat irtu dapat dibagi kedalamdua urusan pokok. Tiap urusan mempunyai seksi dan bagian. Pertama:
urusan penghasil pengumpul zakat. Kedua: urusan pembagi zakat.
36
Para pemgumpul bertugas mengamati dan menetapkan para muzakki, menetapkan jenis-jenis harta mereka yang wajib dizakati,
dan jumlah yang harus mereka bayar. Kemudian mengambil dan menyimpannya untuk diserahkan kepada petugas yang membagikan
apa yang telah mereka kumpulkan itu. Disini para pengumpul sangat memerlukan pengetahuan tentang
hukum-hukum zakat, misalnya hal yang berkaitan dengan jenis harta, kadar nishab, haul, dan sebagainya.
Para pembagi bertugas mengamati dan menetapkan, seteelah pengamatan dan penelitian yang seksama, siapa saja yang berhak
mendapatkan zakat,
perkiraan kebutuhan
mereka, kemudian
membagikan kepada masing-masing yang membutuhkan dengan pertimbangan jumlah zakat yang diterima adna kebutuhan mereka
masing-masing. Disini para amil lebih banyak harus menegtahui petunjuk-petunjuk
agama menyangkut tugas-tugasnya, seperti misalnya siapa yang dimaksud dengan fakir dan miskin, apa syarat-syarat yang harus
terpenuhi untuk dinamai fakir, miskin, gharim, ibn sabil, al- mu‟allaf
qulubuhum, dan sebagainya. Para amil yang bertugas diharapkan menegtahui tata krama pembagian harta zakat, serta doa-doa yang
36
Salman Harun, dkk, Hukum Zakat: Study Komparatif MengenaiStatus dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, Trjm, Bogor: Pustaka Lintera antar Nusa, 1996, h. 546
berkaitan dengan tugas-tugasnya, karena hal ini mempunyai arti yang tidak kecil, bukan saja bagi para pemberi dan penerima, tetapi juga
bagi kesempurnaan ibadah zakat disisi Allah SWT.
E. Konsep Development
a. Pengertian
Berbicara masalah Development sebenarnya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kuantitas dan kulitas. Pengertian kuantitas menyangkut
jumlah Sumber daya Manusia , kuantits Sumber daya Manusia tanpa di sertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan
suatu organisasi. Development secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan
mengembangkan. Sedangkan
mengembangkan sendiri
adalah membuka
lebar-lebar, mengembentangkan
menjadikan besar,
menjadikan maju baik, sempurna, dan sebagainya.
37
Berdasarkan pengertian tersebut Development adalah proses menjadikan sesuatu
agar lebih banyak dan baik. Menurut pendapat Isbandi Rukminto Adi, “ Development Bisa
disebuat juga dengan pemberdayaan.” Pemberdayaan adalah mengembangkan dari keadaan tidak atau kurang berdaya menajdi
mempunyai daya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahasa bagaimna individu, kelompok
atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
37
Departemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia Jakarta:Balai pustaka, 1997cet. Ke-9,h.414
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan juga suatu preoses yang relatif terus berjalan
untuk menngkatkan kepada perubahan.
38
Menurut Kellogg Development sebagai suatu perubahan dalam orang yang memungkinkan yang bersangkutan bekerja ebih efektif.
Hasil Development adalah pegawai memilili pengetahuan atau informasi baru, dapat menerapkan pengetahuan lama dengan cara baru,
atau memepunyai minat yang lebih besar untuk menerapkan apa yang di ketahui.
Adapun pengertian Development menurut beberapa ahli sebagai berikut:
Menurut Manulang bahwa Development adalah : program yang khusus dirancang oleh suatu organisasi dengan tujuan membantu
karyawan dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan memperbaiki sikapnya.
39
Menurut Malayu Hasibuan , Development adalah “ suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritas, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan
melalui pendidikan dan pelatihan”
40
Menurut Michael Hariss yang dikutip oleh Marihot Tua Efendi mengemukakan bahwa Development adalah “ usaha yang terencana
38
Isbandi Rukminto Adi, “ pemberdayaan, Development Masyarakat dan investasi komunitas,” Jakarta : Fak.Ekonomi UI 2001 ,cet Ke-I, h 32-33
39
M.Manullang, Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996, cet.ke-15, h.147.
40
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara,2000, cet. Ke -1,h.68.
dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai
41
Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Development dimaksudakan untuk menjadikan suatu yang kurang
berkembang atau tidak berkembang menjadi berkembang, maju dan lebih baik.
b. Langkah-langkah Development
Agar berbagai pengembangan dapat dipetik semaksimal mungkin, berbagai langkah ditempuh . para pakar developmentpengembangan
pada umumnya sudah sependapat bahwa langkah-langkah dimaksud terdiri dari tujuh langkah, yaitu sebagi berikut:
42
a. Penentuan kebutuhan Meruapakan kenyataan bahwa anggaran yang harus
disediakan untuk
membiayai kegiatan
pengembangan development meruapakan beban bagi lembaga. Oleh karena itu
agar penyediaan anggaran tersebut sungguh-sungguh dapat dibenarkan , perlu adanya jaminan terlebih dahulu bahwa
kegiatan pengembangan
tersebut sudah
nyata-nyata dieperlukan.
Artinya pengembangan
tentu hanya
diselenggarakan apabila kebutuhan untuk itu memang ada. Penentuan kebutuhan itu mutlak perlu didasarkan pada analisis
yang tepat.
41
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber daya manusia, Jakarta :PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002, h.168.
42
Sondang P. Siagian, Manajamen Sumber Daya Manusia, Jakarat: Bumi Aksara, 2001, cet.ke- 9,h.186-191