Hubungan Komitmen Normatif dengan Kinerja Petugas

Komitmen yang berhasil dihimpun penulis, bahwa komitmen petugas begitu besar untuk bersedia tetap bekerja di rumah sakit tanpa ingin meninggalkan rumah sakit. Petugas menyatakan sikap membutuhkan rumah sakit untuk mendapatkan pengharapan berupa suatu keuntungan yang berupa pemberian kompensasi gaji. Walaupun imbalan ini sangat relatif terhadap kebutuhan petugas, namun imbalan ini merupakan kebutuhan yang dapat memberi keuntungan berupa jaminan kehidupan yang berperan penting untuk kemajuan produktivitas kerja petugas. Sesuai dengan Basyah 2006 yang menyatakan bahwa imbalan selain berbentuk upah gaji, dapat juga berbentuk fasilitas yang dapat dinilai dengan uang. Ilyas 2001 mengemukakan bahwa variabel imbalan akan berhubungan dengan peningkatan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung menigkatkan kinerja individu. Penelitian yang dilakukan Syahputra 2009, menyimpulkan bahwa imbalan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja petugas. Sedangkan menurut Rustapa 2006 menyatakan bahwa dana merupakan salah satu unsur penting dalam membangun manajemen suatu organisasi. Imbalan jasa dapat dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidup para pegawai. Imbalan tersebut erat kaitannya dengan prestasi kerja seseorang Muchsin, 2003 yang mengutip pendapat Siagian, 1995.

5.3 Hubungan Komitmen Normatif dengan Kinerja Petugas

Hasil uji chi square mengenai komitmen normatif responden terhadap kinerja petugas menunjukkan nilai p-value 0,05. Artinya terdapat hubungan antara Universitas Sumatera Utara komitmen normatif dengan kinerja petugas sistem manajemen kesehatan lingkungan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Komitmen normatif berpengaruh positif terhadap kinerja petugas, berarti adanya hubungan yang searah antara komitmen normatif dengan kinerja petugas. Dengan demikian jika komitmen normatif semakin baik atau kondusif maka kinerja petugas juga akan semakin meningkat pula. Komitmen normatif telah mendorong petugas untuk tetap taat dan patuh pada peraturan yang ada. Hal ini menyebabkan petugas akan menyadari peranan serta tanggung jawabnya untuk bekerja di rumah sakit. Kesadaran ini melahirkan kesetiaan petugas untuk tetap bekerja dan memberikan kontribusinya terhadap kemajuan manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit. Selain itu, petugas menunjukkan untuk berkewajiban tetap loyal dan bertanggung jawab terhadap organisasi rumah sakit dalam menjalankan tupoksi yang telah diberikan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan semangat bekerja bagi petugas dan dapat terlihat dari jumlah absensi kehadiran serta bentuk pelayanan kesehatan lingkungan yang diberikan. Berbagai penelitian telah menggambarkan hubungan yang nyata antara komitmen dan kinerja petugas. Seperti, penelitian oleh Utami 2011 yang menyimpulkan bahwa komitmen petugas berhubungan erat dengan kinerja petugas. Peningkatan kinerja sekelompok pekerja dalam suatu organisasi dapat dinaikkan dengan menumbuhkan komitmen petugas. Semakin baik komitmen petugas maka akan semakin baik dalam memproduksi hasil kerja. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan penelitian Fathia 2008, bahwa komitmen normatif dapat dilihat dari indikasi absensi dan pelayanan yang diberikan. Dimana, komitmen normatif memperlihatkan kesetiaan petugas untuk meningkatkan kualitas kehadiran dan menyelesaikan kuantitas pekerjaan secara efektif menggunakan waktu sebaik- baiknya. Kuantitas dan kualitas absensi serta pelayanan kesehatan lingkungan ini merupakan sarana petugas dalam mengaplikasikan dirinya untuk berkewajiban tetap loyal dan mematuhi peraturan atau norma yang ada dalam organisasi rumah sakit. Semakin tinggi loyalitas petugas akan peraturan dan norma yang berlaku maka akan semakin meningkatkan komitmen normatif petugas. Sekaligus akan meningkat kinerja petugas pula. Berdasarkan karakteristik responden, mayoritas responden yang bekerja di rumah sakit adalah tenaga pembantu yang bertugas sebagai petugas kebersihan cleaning service. Kemampuan yang diperlukan adalah kemampuan teknis yang lebih menonjol. Tentunya kompensasi yang diberikan sesuai dengan keahlian dan kemampuan petugas. Menurut Wingrove 2003, komitmen petugas dapat ditingkatkan dengan pemberian kompensasi yang sesuai dengan jenis pekerjaan, hal ini akan memberi dampak tingginya absensi kehadiran petugas dan sekaligus meningkatkan produktivitas kerja. Schultz 1999 dalam Suprihanto 2001, membedakan teknik penilaian yang diterapkan untuk tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi dengan tenaga kerja yang tidak melaksanakan fungsi produksi. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan Universitas Sumatera Utara fungsi produksi, salah satu teknik penilaiannya akan berorientasi pada jumlah produksi, kualitas produksi dan absensi. Selanjutnya Siagian 2008 mencontohkan dalam hal penempatan pegawai, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, yang lebih diperlukan adalah kemampuan intelektual yang tinggi bukan kemampuan fisik. Sebaliknya, pada kedudukan rendah dalam organisasi, dimana seseorang ditugaskan menyelesaikan tugas-tugas yang sifatnya teknis, mekanis, dan repetitive, biasanya kemampuan fisiklah yang lebih menonjol. Namun demikian, sudah barang tentu penggunaan kemampuan intelektual pada tugas-tugas yang sifatnya teknis bukannya tidak diperlukan. Menurut Depkes RI, 2004 bahwa serendah-rendahnya kualifikasi tenaga kesehatan lingkungan adalah sanitaria D3 atau petugas yang telah diberi pelatihan dan pendidikan tentang sanitasi rumah sakit. Ditambah oleh penelitian yang dilakukan oleh Hapsari 2011 bahwa tenaga sanitasi sangat diperlukan dalam mengelola pengendalian kesehatan lingkungan rumah sakit. Menurut penelitian yang dilakukannya, bahwa cleaning service hanya sebagai perpanjangan tangan dari program dan rencana strategis instalasi sanitasi rumah sakit, sehingga pertanggungjawaban masalah kesehatan lingkungan rumah sakit tetap menjadi tanggungjawab petugas yang berada di instalasi sanitasi. Universitas Sumatera Utara

5.4 Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit