digunakan dan berkurangnya tenaga yang dibutuhkan, mungkin juga akan didapat keuntungan dari pajak serta menurunnya biaya asuransi.
8. Meningkatkan Citra Rumah Sakit
Pemenuhan standar yang saat ini berlaku global, khususnya di bidang lingkungan, secara internasional dikenal dengan pengelolaan lingkungan dengan
nomor seri ISO 14001. Rumah sakit yang memiliki sertifikat ISO 14001 ini, menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut benar-benar peduli terhadap lingkungan.
Dengan kata lain, rumah sakit yang peduli dengan lingkungan, akan meningkatkan hubungan baik rumah sakit dengan masyarakat dan membantu citra rumah sakit
terutama dalam hal isu limbah berbahaya. Berdasarkan pasal 22 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kesehatan lingkungan meliputi
penyehatan air dan udara, pengamanan limbah, radiasi dan kebisingan.
2.2.1 Manajemen Sanitasi Rumah Sakit
Konsep sistem manajemen lingkungan rumah sakit di Indonesia telah dikenal sejak lama sebagai bagian dari rutinitas internal kegiatan rumah sakit. Konsep
tersebut pada banyak rumah sakit dilaksanakan melalui praktek-praktek sanitasi lingkungan.
Sanitasi lingkungan rumah sakit mempunyai arti sebagai upaya menciptakan kesehatan lingkungan yang baik di rumah sakit melalui pelaksanaan program-
program yang berkaitan dengan semua aktivitas yang ada di rumah sakit. Sanitasi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan rumah sakit meliputi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi dan sosial psikologi di rumah sakit.
Komponen manajemen sanitasi rumah sakit antara lain: 1. Aspek Input
Aspek input di lingkungan rumah sakit yang terdiri dari petugas sanitarian atau petugas kesehatan lain yang telah dilatih, adanya biaya operasional dana yang
dibutuhkan dalam menyelenggarakan sanitasi rumah sakit dan adanya sarana dan prasarana yang seminimal mungkin dapat menunjang pelaksanaan Manajemen
sanitasi untuk kegiatan promotif dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang oleh kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi,
pencatatan dan pelaporan, serta pedoman buku yang digunakan sebagai petunjuk teknis sanitasi Depkes RI, 19911992.
2. Proses Aspek lingkungan rumah sakit merupakan suatu aspek yang berdampak
penting terhadap pelayanan rumah sakit atau masyarakat sekitar rumah sakit. Dimana
Operasional kegiatan di rumah sakit merupakan suatu rangkaian proses berupa kegiatan yang direncanakan yang dimulai dari pelayanan medik poliklinik dan rawat
inap, pelayanan penunjang medik dan penunjang nonmedik. Selain itu, ada pula aktivitas dan pelayanan dalam beberapa kategori utama, seperti rawat jalan, rawat
inap, produk limbah yang dihasilkan, kegiatan medik dan nonmedik, transportasi material medik dan logistik, dan upaya pencegahan pencemaran. Dari masing-
Universitas Sumatera Utara
masing uraian aktivitas tersebut, akan teridentifikasi bahan-bahan apa yang saja yang
digunakan, baik dari obat-obatan, alat kesehatan, maupun bahan kimia lainnya. Aspek lingkungan rumah sakit sebenarnya mencakup lingkup yang luas
ataupun tidak terbatas sehingga untuk lebih memudahkan akan disajikan beberapa contoh dari aspek lingkungan berikut:
a. Pengelolaan limbah infeksius, patologis, dan nonmedik; b. Kejadian infeksi nosokomial;
c. Pembuangan air limbah; d. Kegiatan yang menggunakan zat kimia
e. Kegiatan yang menggunakan air; f. Kegiatan yang menggunakan energi;
g. Penggunaan sumber daya alam; produk yang sudah lama; h. Pembuangan produk.
Identifikasi aspek lingkungan merupakan proses yang berjalan untuk menentukan dampak positif atau negatif dari kegiatan rumah sakit.
3. Output Hasil yang diharapkan dari seluruh kegiatan oprasional rumah sakit yang
berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tidak baik akan menjadi baik sehingga memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan rumah sakit dengan
memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap yang ramah lingkungan.
c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha
danatau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup.
2.2.2 Instalasi Sanitasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes 1045 tahun 2006 dalam pasal 20, bahwa: a. Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan. b. Pendidikan dan pelatihan rumah sakit. Pembentukan Instalasi ditentukan oleh
pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. c. Instalasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh
pimpinan rumah sakit. d. Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga fungsional dan
atau nonmedis cleaning service. e. Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit dikelola oleh Instalasi Sanitasi.
Instalasi sanitasi merupakan salah satu instalasi dari banyak instalasi yang ada di
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit. Berdasarkan tugas, pokok dan fungsinya dapat dilihat pada tupoksi petugas sanitasi rumah sakit.
Pelayanan sanitasi rumah sakit diselenggarakan dalam kaitan untuk menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman, dan
mengutamakan faktor keselamatan sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita, mencegah pemaparan terhadap bahaya-bahaya lingkungan rumah sakit
termasuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, dan menghindarkan pencemaran ke lingkungan luar rumah sakit.
Dalam rangka pengembangan rujukan upaya kesehatan khususnya rujukan medik, pemanfaatan berbagai disiplin ilmu merupakan suatu keharusan. Pemecahan
masalah medik untuk penyembuhan dan pemulihan penderita tidak cukup hanya dengan pengobatan peralatan yang cermat saja, tetapi juga memerlukan ilmu-ilmu
lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka sanitasi rumah sakit sebagai disiplin ilmu yang berinduk kepada ilmu teknik penyehatan diantara berbagai disiplin ilmu
merupakan bagian integral dari upaya pelayanan rumah sakit.
Pembagian instalasi dilakukan berdasarkan kelompok kegiatan, bukan berdasarkan penyakit. Dengan adanya konsep instalasi sebagai unit pelayanan
strategis, diharapkan ada pemimpin yang mampu mengelola setiap unit pelayanan. Kesadaran ini akan memicu pengembangan ketrampilan manajemen dan
kepemimpinan untuk para kepala unit pelayanan strategis Trisnantoro, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat pengguna
Keuangan, TU, Pemasaran, dll
Gambar 2.1. Hubungan Lintas Instalasi dan Unit Di Rumah Sakit
Sumber : Trisnantoro, 2005 2.2.3 Program Sanitasi Rumah Sakit
Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari pemenuhan kesehatan lingkungan rumah sakit yang mengacu pada Kepmenkes 1204, Depkes RI, 2004. Program ini
adalah penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian
linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasidesinfeksi, perlindungan radiasi,
SMF Obsgin Staf Perawat
Fungsional Staf Anastesi
Staf Perawat Fungsional SMF Kesehatan Anak
In st
al asi
g aw
at d
ar u
rat In
st al
asi r
aw at
i n
ap In
st al
asi l
ab o
rat o
riu m
In st
al asi
S an
it asi
d ll
DIREKSI KOMITE MEDIK
Universitas Sumatera Utara
penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan
sampahlimbah Adisasmito, 2008. Penyelenggaraan program sanitasi rumah sakit merupakan sistem manajemen
kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh petugas kesehatan lingkungan rumah sakit. Penanggung jawab rumah sakit bertanggung jawab terhadap
pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit dan pembinaan serta pengawasan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan.
Kualifikasi tenaga kesehatan lingkungan rumah sakit adalah tenaga sanitarian, serendah-rendahnya adalah berkualifikasi diploma D3 di bidang kesehatan
lingkungan, atau tenaga lain yang telah mengikuti pelatihan khusus bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Depkes RI, 2004.
2.3 Komitmen dan Kepemimpinan di Rumah Sakit
2.3.1 Pengertian Komitmen
Mengutip pendapat Kanter 1968 ; Porter dkk, 1974 dalam Trisnantoro, 2005 bahwa komitmen merupakan konsep perilaku perorangan yang sulit
didefinisikan. Komitmen menggambarkan kesediaan pelaku sosial. Batasan mengenai komitmen organisasi yang merupakan besarnya kekuatan identifikasi seseorang
terhadap sebuah organisasi dan keterlibatan di dalamnya. Komitmen dengan sifat tersebut dipengaruhi sedikitnya oleh tiga faktor yaitu: 1 Kepercayaan kuat terhadap
Universitas Sumatera Utara
tujuan organisasi dan nilai-nilainya, 2 Kesediaan untuk memberikan tenaganya atas nama organisasi, 3 Keinginan mantap untuk tetap menjadi anggota lembaga.
Menurut Subanegara 2005, komitmen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor personal personal factor, seperti: a. Usia
Umumnya orang dengan usia lebih muda memiliki katagori yang berbeda. Pada usia 35 tahunan orang akan mulai mencari kebutuhan akan keamanan,
kemapanan sedangkan diatas usia 50 tahun mulai mencari kebutuhan aktualisasi diri. Cepat lambatnya akselerasi perpindahan kebutuhan ini sangat ditentukan
oleh tingkat pendidikan dari karyawan yang bersangkutan. Perbedaan kebutuhan menyebabkan tingkat komitmen yang berbeda-beda antar satu
karyawan dengan karyawan yang lain. b. Perasaan dan Kecerdasan Emosi
Karyawan dengan kecerdasan emosi tinggi, dimana ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya, biasanya memiliki komitmen yang tinggi,
tidak mudah putus asa dan frustasi menghadapi tekanan yang cukup besar. Sebaliknya dengan karyawan yang kecerdasan emosinya rendah biasanya
komitmen juga sangat rendah dan sangat sulit mengendalikan emosi. Umumnya mudah tersinggung, mementingkan diri sendiri dan selalu gelisah berada dalam
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang ia tempati sekarang. Sehingga akan berakibat keluar dari organisasi ataupun tidak produktif dalam menjalankan tugas-tugasnya.
c. Sifat Sifat atau kepribadian sebenarnya telah terbentuk dari usia nol tahun sampai
tujuh tahun, setelah itu akan menetap sampai dewasa. Akibatnya seringkali terjadi benturan-benturan dalam organisasi yang berkaitan erat dengan nilai
dasar seseorang sehingga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. 2. Faktor Organisasi
a. Kepemimpinan Model kepemimpinan dari pemimpin puncak dan supervisior yang berbasis
prinsip tentu akan lebih membangkitkan komitmen dibandingkan kepemimpinan yang bersifat bossy.
b. Iklim Bekerja Keadaan tempat bekerja, hubungan antar karyawan, kepercayaan kepada
sistem, keterbukaan dan sebagainya merupakan bagian dari iklim bekerja yang dapat meningkatkan komitmen.
c. Kompensasi Kompensasi yang diberikan oleh lembaga untuk karyawannya dapat berupa
kompensasi uang atau non uang.
2.3.2 Dimensi Komitmen
Menurut Trisnantoro 2005 dan Subanegara 2005, yang mengutip pendapat Meyer dan Allen bahwa komitmen terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Komitmen afektif Affective Commitment Komitmen yang melibatkan perasaan memiliki dan terlibat dalam organisasi.
Penyusunan rencana strategis sangat membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, antara lain stakeholders kunci dalam perencanaan strategis. Dalam hal ini
diperlukan kepercayaan kuat dari SDM terhadap tujuan organisasi dan nilai- nilainya dan memiliki kesediaan untuk memberikan tenaga atas nama organisasi.
b. Komitmen Kontinuans Continuance Commitment Merupakan dimensi komitmen atas dasar biaya yang akan ditanggung oleh
karyawan jika meninggalkan organisasi. Pada dimensi ini yang menentukan komitmen adalah faktor rasional bagi pertimbangan untung-rugi yang didapat
anggota organisasi. c. Komitmen Normatif Normative Commitment
Komitmen yang melibatkan perasaan karyawan untuk tinggal di sebuah organisasi. Dimensi ini melibatkan dedikasi seseorang untuk tinggal dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan berbagai definisi komitmen di atas, pada intinya komitmen merupakan kesetiaan para anggota dan pemimpin terhadap organisasinya. Komitmen
merupakan proses yang berkelanjutan dengan para anggota organisasi masing-masing menyumbangkan kontribusi terhadap kemajuan organisasi mereka Muninjaya,
2005. Keterlibatan berbagai stakeholders kunci sangat diperlukan untuk perencanaan
strategis. Perencanaan dan penyusunan rencana strategis membutuhkan komitmen
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk keterlibatan berbagai pihak, dimana problem yang menunjukkan pengembangan rumah sakit sangat tergantung pada komitmen.
Munculnya komitmen ke berbagai lembaga akan mempengaruhi suasana bekerja. Keadaan yang paling sulit adalah mengatur waktu bagi para staf rumah sakit
untuk bekerja bersama. Pada prinsipnya komitmen mempengaruhi kenyamanan kerja, meningkatkan produktivitas kerja dan mempertebal rasa memiliki lembaga. Hal-hal
ini memberi hasil berupa kinerja rumah sakit yang prima Trisnantoro, 2005.
2.3.3 Komitmen dan Kepemimpinan di Rumah Sakit
Proses penyusunan rencana strategis merupakan usaha untuk memetakan jalan yang akan ditempuh oleh rumah sakit. Kegiatan ini tidak mudah dan membutuhkan
pemikiran serta kerja keras seluruh SDM yang ada di rumah sakit, dimana unsur SDM rumah sakit yang terdiri dari berbagai macam profesi. Di samping itu, terdapat
catatan mengenai adanya perbedaan antara maksud misi yang diemban rumah sakit dengan keinginan SDMnya. Untuk menyusun rencana strategis dibutuhkan komitmen
SDM terhadap organisasi. Hal ini perlu ditekankan karena berbagai kasus menunjukkan bahwa penyusunan rencana strategis di rumah sakit lebih didorong
oleh penyelesaian tugas dalam pelatihan atau syarat yang dibutuhkan dalam proses akreditasi rumah sakit. Kenyataan bahwa komitmen SDM mungkin berbeda-beda.
Tanpa komitmen, pengaruh rencana strategis terhadap efektifitas organisasi menjadi kurang bermakna. Oleh karena itu, sebelum menyusun rencana strategis perlu
diperhatikan pemahaman mengenai komitmen dan pemahaman kepemimpinan Trisnantoro, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Rumah sakit mempunyai SDM yang sangat bervariasi, dari variasi pendidikan rendah hingga variasi pendidikan tertinggi dengan pengalaman internasional. Budaya
organisasi rumah sakit harus mampu dibentuk untuk menggalang nilai-nilai kerja dan komitmen berbagai SDM di rumah sakit Trisnantoro, 2005.
Secara khusus peran pemimpin dalam proses perencanaan strategis di rumah sakit adalah:
1. Menggerakkan komitmen seluruh kelompok SDM untuk memahami pentingnya perencanaan.
2. Merencanakan proses perencanaan strategis 3. Menjadi penanggung jawab utama proses perencanaan strategis termasuk
perumusan strategisnya. 4. Memimpin pelaksanaan rencana strategis termasuk mengkoordinasi
pelaksanaan berbagai subsistem di rumah sakit 5. Melakukan penilaian dan pengendalian kinerja.
Kegagalan pemimpin untuk menggerakkan komitmen perencanaan, akan mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya, sehingga menjadi kurang bermakna.
Kemampuan direktur menggalang komitmen merupakan hal penting sebelum meneruskan proses perencanaan strategis. Sebuah kasus pada sebuah rumah sakit
yang menggambarkan bahwa proses penyusunan rencana strategis yang dibantu oleh seorang konsultan tiba-tiba dihentikan. Hal ini karena konsultan menilai bahwa
direktur tidak mampu menggalang komitmen bahkan direktur itu sendiri menjadi bagian dari permasalahan. Untuk menghindari kegagalan penyusunan rencana
Universitas Sumatera Utara
strategis, proses penyusunan dihentikan untuk menghindari pemborosan waktu dan sumber daya. Oleh konsultan disarankan agar direktur melakukan perbaikan
kepemimpinan terlebih dahulu Trisnantoro, 2005. Mengingat peranan yang berat seorang pemimpin dalam menyusun rencana
strategis dan mengaplikasikan sistem manajemen strategis, diperlukan beberapa persyaratan untuk menjadi pemimpin, yaitu 1 menetapkan arah, 2 memobilisasi
komitmen individu, 3 memicu kemampuan organisasi, 4 menunjukkan karakter pribadi.
2.4 Kinerja Manajemen Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu Payaman, 2005. Sedangkan menurut Sedarmayanti, 2004 kinerja merupakan hasil
kerja seseorang yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur, tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya pelaku yang terdapat
pada organisasi tersebut. Ilyas, 2001 menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya
personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja
yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja
organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja
Universitas Sumatera Utara
personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kinerja yang pada akhirnya berpengaruh
pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugasātugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai
sasaran suatu jabatan atau tugas. Menurut Payaman 2005 kompensasi individu adalah kemampuan dan
keterampilan melakukan kerja yang dipengaruhi oleh pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerja.
a. Pendidikan Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia Human
Investment. Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan dan dengan
demikian semakin tinggi kinerjanya Payaman, 2005. Sedangkan menurut Sedarmayanti 2004 pendidikan merupakan upaya untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan bekerja sehingga dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas kerja.
b. Masa Kerja Menurut Rivai 2003 masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman
yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain. Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan
Universitas Sumatera Utara
bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja.
Menurut Payaman 2005 pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja.
Robbins 2002, menyatakan bahwa tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan,
pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Dengan demikian tingkat pendidikan,
pengetahuan dan pengalaman yang rendah akan berdampak negatif pada kinerja pegawai. Sehingga pegawai pemerintah dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu,
karena tidak semua orang memiliki keahlian yang dipersyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
2.4.2 Upaya Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Depkes RI, 1995 dan Depkes RI, 2004 bahwa sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit adalah segala upaya untuk menyehatkan dan
memelihara lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Karena rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan tersebut maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.
Penyelenggaraan sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan untuk menghindari kemungkinan pencemaran lingkungan, resiko dan
gangguan kesehatan sesuai dengan persyaratan kesehatan. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1204MENKESSKX2004. Penyelenggara upaya kesehatan lingkungan rumah sakit adalah para petugas
yang terlibat dalam alur atau mekanisme sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit. Para petugas tersebut adalah petugas yang telah disebutkan di atas yang
telah diatur tugas, pokok dan fungsinya. Sedangkan penanggung-jawab kesehatan lingkungan rumah sakit kelas C adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi
sanitarian, serendah-rendahnya berijazah diploma D3 di bidang kesehatan lingkungan Depkes RI, 2004.
Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit tersebut meliputi:
1. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit