Sekilas Gambaran Umum 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia

lxxix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal merupakan sebagai bagian dari sektor keuangan bukanlah merupakan barang baru di Indonesia. Sejarah pasar modal di Indonesia sebenarnya telah mulai sejak Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bursa Efek di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor Effectenhandel. Dengan mendasarkan pada pengalaman Belanda, pendirian bursa efek Stock Exchange di Batavia adalah dalam rangka memupuk sumber pembiayaan bagi perkebunan milik Belanda yang tumbuh secara besar-besaran di Indonesia. Efek yang diperjualbelikan merupakan saham dan obligasi yang ditebitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta efek-efek Belanda lainnya. Dengan perkembangan Bursa Efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925 di buka Bursa Efek Surabaya, kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Sayang sekali, aktivitas pasar modal di Indonesia terpaksa seluruhnya terhenti akibat terjadinya Perang Dunia kedua. Sejak tahun 1956 pemerintah telah mencoba mengaktifkan kembali pasar modal sebagaimana sarana pembiayaan kegiatan ekonomi. Pada awalnya, pemerintah mendorong pertumbuhan pasar modal melalui pemberian fasilitas perpajakan, baik kepada perusahaan-perusahaan yang go public maupun para investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait termasuk broker dan lxxx dealer . Fasilitas perpajakan kemudian dihapuskan setelah diberlakukan peraturan perpajakan baru pada tahun 1983, sedangkan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya ditunda pemungutannya. Keadaan ini sudah tentu mengakibatkan iklim investasi di pasar modal kurang menarik. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mendorong kembali pertumbuhan pasar modal dengan mengeluarkan paket-paket deregulasi, seperti paket Desember 1987, paket Oktober 1988, dan paket Desember 1988. Salah satu isi paket tersebut yang terpenting adalah dinaikkannya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15 final. Kebijaksanaan pengenaan pajak final atas tabungan dimaksud berdampak sangat positif terhadap pasar modal, karena pendapatan masyarakat pemodal menjadi berkurang, sehingga mereka cenderung mencari alternatif lain dalam menginvestasikan uangnya. Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal Bapepam, institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar sahampun mulai meningkat seiring dengan perkembangannya pada tahun 1990. Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham diswastanisasi menjadi PT Bursa Efek Jakarta PT BEJ, swastanisasi bursa saham menjadi PT. Bursa Efek Jakarta ini mengakibatkan beralihnya fungsi Badan Pengawasan Pasar Modal BAPEPAM. Pada 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta memasuki babak baru dengan meluncurkan Jakarta Automated Trading System JATS, sebuah sistem perdagangan otomatis yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham tanpa harus melalui lantai lxxxi bursa, dimana transaksi dapat dilakukan oleh WPPE dikantornya masing- masing. Sistem baru tersebut sangat efektif dan lebih menjamin kegiatan pasar yang transparan. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh Remote Trading, sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efesiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Bursa Efek Jakarta merupakan Perusahaan Terbatas PT yang dimiliki oleh berbagai securities company. Setelah sekuritas terjual di Pasar Perdana, sekuritas tersebut didaftarkan di bursa efek, agar nantinya dapat diperjualbelikan di Bursa. Saat pertama kali sekuritas tersebut diperdagangkan di bursa biasanya memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu dari saat IPO Initial Public Offering . Pada waktu sekuritas tersebut diperdagangkan di Bursa, dikatakan sekuritas tersebut diperdagangkan di Pasar Sekunder. Pada 1 Desember 2007, penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta menjadi entitas bursa baru, yakni Bursa Efek Indonesia BEI secara resmi beroperasi.

2. Perkembangan Usaha

Sejak tahun 1995, perkembangan kinerja bursa regional di Asia Pasifik relatif bervariasi. Hal ini terlihat dari pergerakan indeks harga sahamnya. Bursa Indonesia selama sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan rata- rata indeks tahunan sebesar 12,76. Peningkatan ini merupakan yang tertinggi lxxxii dibandingkan dengan pergerakan indeks bursa regional lainnya. Perkembangan indeks ini tetap menunjukkan peningkatan yang positif, meskipun beberapa negara Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan termasuk Indonesia mengalami krisis ekonomi pada periode 1997-1999. Dari beberapa indikator lainnya, di tahun 2004 bursa Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang meningkat. Hal tersebut terlihat dari perkembangan nilai kapitalisasi pasar yang meningkat 34,01 dan nilai perdagangan yang meningkat 87,80 dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, peranan pasar modal Indonesia terhadap perekonomian negara, yang terlihat dari perbandingan nilai kapitalisasi pasar terhadap Produk Domestik Bruto PDB, masih berada pada posisi yang cukup rendah. Pada tahun 2004, rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB di Indonesia hanya mencapai 29,5, sementara beberapa bursa regional lainnya telah melampaui 100. Di sisi lain, kondisi ini menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan pasar modal Indonesia. Perkembangan penggalangan dana melalui pasar modal Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi makro ekonomi. Hal ini dapat dilihat ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, jumlah emiten hanya tumbuh sebesar 1 dengan nilai emisi saham tumbuh sebesar 7,1 pada tahun 1998 dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk obligasi, tidak ada emiten yang menerbitkan obligasi sepanjang tahun 1998. setelah mengalami stagnasi pasca krisis ekonomi, pasar saham mulai kembali bergairah sejak tahun 1999. Pada tahun 1999 nilai emisi saham melonjak sebesar 172,2 yaitu dari Rp. 75,9 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp. 206,7 lxxxiii triliun pada tahun 1999. Setelah meningkat secara signifikan pada tahun 1999, selanjutnya memasuki tahun 2000 hingga pertengahan 2005 jumlah emiten saham hanya tumbuh rata-rata 4,5 per tahun, dengan nilai emisi mengalami pertumbuhan rata-rata 3,4 pada periode yang sama. Nilai kapitalisasi pasar pada tahun 2000 hingga 2002 sempat mengalami penurunan akibat kondisi ekonomi makro yang tidak stabil. Namun demikian, dengan membaiknya kondisi makro ekonomi pada tahun 2003 memberikan pengaruh pada perdagangan di bursa sehingga nilai kapitalisasi pasar kembali tumbuh mencapai Rp. 765,81 triliun pada bulan Juni 2005. Selanjutnya, rasio nilai kapitalisasi pasar terhadap PDB pada tahun 2004 mencapai 29,5 yang merupakan peningkatan yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir setelah masa krisis. Untuk perkembangan emisi saham, terlihat tidak terlalu signifikan, namun transaksi saham di BEJ bergerak cukup aktif. Rata-rata nilai perdagangan pada periode 1999 hingga Juni 2005 berada pada kisaran Rp. 794,43 milliar per hari dengan volume saham berkisar 1,03 milliar lembar per hari dan frekuensi berkisar 16 ribu transaksi per hari. Sepanjang tahun 2006, tercatat 12 perusahaan melakukan Initial Public Offering . Namun, pada nilai emisi saham terjadi penurunan sebesar 15, dari Rp. 3,54 triliun di tahun 2005 menjadi Rp. 3,01 triliun di tahun 2006. Total nilai transaksi saham di BEJ sampai akhir tahun 2006 mencapai Rp. 443 triliun, meningkat 9,11 dibanding dengan transaksi tahun 2005. Tahun 2006 merupakan tahun pertama bergabungnya Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dengan Badan Pengawas Pasar Modal. Diharapkan dengan bergabungnya kedua otoritas tersebut menjadi Bapepam-LK dapat lxxxiv menciptakan sinergi yang lebih baik lagi antara industri pasar modal dan lembaga keuangan lainnya.

B. Hasil dan Pembahasan 1. Pengujian Asumsi Klasik

Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Ukuran Perusahaan dan Momentum Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

9 197 83

Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 98 106

Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 53 116

Pengaruh Earning per Share, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio & Volume Perdagangan Saham terhadap Return Saham pada Perusahaan Kategori LQ45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 88 104

Analisis Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Return on Assets dan Status Penanaman Modal Terhadap Harga Saham Perusahaan Retail yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 80 93

Pengaruh Return On Asset, Debt to Equity Ratio, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan LQ 45 yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 93 78

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return on Investment dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 73 97

Pengaruh Earning Per Share, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Kelompok Aneka Industri Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 69 79

Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

5 176 106

Analisis Pengaruh Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Price to Book Value (PBV) dan Dividend Payout Ratio (DPR) terhadap Price Earning Ratio (PER) Sebagai Dasar Penilaian Saham Perusahaan yang Tergabung Dalam LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia

0 15 112