Pelunasan Kredit, Tambahan Kredit dan Kredit Bermasalah.

Pengawasan monitoring kredit meliputi berbagai aspekkegiatan yakni : 1 Adanya administrasi kredit yang memadai dan menggunakan cara cara mutakhir, seperti penggunaan komputer, on line system, dan sebagainya. 2 Keharusan bagi nasabah kredit untuk menyampaikan secara berkala atas jenis- jenis laporan yang telah disepakati dan dituangkan bersama dalam perjanjian kredit, seperti : a. Laporan produksi, b. Laporan penjualan, c. Laporan utang dan piutang perusahaan, d. Laporan keuangan neraca, perhitungan labarugi, perubahan modal, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, e. Laporan tenaga kerja, f. Laporan asuransi aktiva tetap, g. Laporan perubahan izin yang diterima dari instansi terkait. 3 Keharusan bagi account officer AO untuk melakukan kunjungan visit ke perusahaan atau proyek yang dibiayai bank, baik selama berlangsungnya pembangunan proyek maupun setelah proyek tersebut berjalan sebagai suatu usaha bisnis. 4 Adanya konsultasi yang terstruktur antara pihak bank dengan debitur, terutama jika debitur mulai mengalami kesulitan dalam bisnisnya atau telah meninjukan tanda-tanda kemungkinan terjadinya kemacetan. 5 Adanya suatu ‘‘sistem peringatan’’ warning system pada administrasi bank .

g. Pelunasan Kredit, Tambahan Kredit dan Kredit Bermasalah.

Dalam kondisi ideal nasabah dapat melunasi jumlah kreditnya dan bagi nasabah yang berhasil menjalankan usahanya dapat menambah jumlah kreditnya, tetapi bani nasabah yang gagal memenuhi kewajibannya akan menimbulkan kredit bermasalah. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa kredit kredit adalah risk assets, atau ativitas ini merupakan aktivitas terbesar yang dapat memberikan keuantungan terbesar bagi bank sekaligus merupakan bisnis yang beresiko sehingga tidak jarang bank mengalami kegagalan perkreditan terancam dilikuidasi. Banyak pinjaman yang cukup sehat pada saat kredit diberikan tetapi karena tidak adanya pengawasan yang efektif, kredit tersebut mengarah kepada kredit macet. Adapun sebab-sebab kegagalan kredit dapat disebabkan oleh : 1 Adanya self dealing, yaitu adanya vested interest kepentingan pribadi dari para eksekutif bank dalam memutuskan kreditnya sehingga tidak objektif lagi dan melanggar prinsip-prinsip perkreditan yang sehat, hal ini berhubungan dengan masalah mental yang kurang baik dari pejabat kredit bank. 2 Tidak terdapatnya kebijaksanaan kredit yang sehat non esistence of sound lending policies yaitu tidak adanya perencanaan kredit maupun pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan yang tidak sehat. 3 In complete credit information, merupakan management information system yang tidak relevan, baik dari lingkungan bank itu sendiri maupun informasi nasabah yang bersangkutan. 4 Failure to obtain or enforle liquidation aggrement, adalah ketidakmampuan untuk memperoleh dan mengambil tindakan likiudasi sesuai isi perjanjian kredit disebabkan oleh kemungkinan posisi yuridis bank yang tidak menguntungkan, tidak lengkapnya dokumen-dokumen menyangkut legalitas nasabah. 5 Teknical incompentency, ialah kurangnya kemampuan teknis para pejabat kredit dalam menganalisa permohonan kredit sehingga ada kesalahan dalam pengambilan keputusan, juga kurangnya teknik para pengelola kredit hingga mengakibatkan kegagalan dalam pengelolaannya. 6 Poor selection of risk, yaitu ketidakmampuan eksekutif kredit dari bank yang bersangkutan dalam melakukan seleksi resiko dalam pemberian kredit pada nasabahnya. 7 Over financing under financing adalah ketidakmampuan pengelola kredit dalam memberikan kredit dalam jumlah sesuai dengan apa yang dibutuhkanya, baik ditinjau dari segi jumlah maupun timingnya. 8 Lack of supervising, banyaknya pinjaman yang cukup sehat pada saat kredit diberikan tapi karena tidak adanya pengawasan yang efektif, kredit tersebut mengarah pada kredit macet. Jika melihat sebab-sebab kegagalan kredit terlihat bahwa faktor yang mendominasi selain faktor ekonomi makro adalah banyak yang sebaliknya diakibatkan oleh ulah para pejabat bank, hal ini terkait erat dengan siklus perkreditan yang tidak dijalankan oleh bank tersebut dalam memutuskan untuk melakukan kredit. Yang dimaksud dengan siklus perkreditan dalam hal ini adalah bagaimana bank dapat menciptakan suatu sistem pengelolaan kredit yang sehat dan hati- hati. Prinsip perbankan yang sehat dan hati-hati prudent and sound banking practices dalam perkreditan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1 Kebijakan pokok perkreditan, menyangkut : a. Sistem dan prosedur perkreditan yang sehat yaitu mulai dari proses permohonan kredit, analisa kredit, dokumentasi, pencairan, dan pengawasan kredit. b. Sistem dan prosedur untuk kredit yang mendapat perhatian khusus. c. Sistem dan prosedur untuk kredit yang bungannya dapat dikapitalisasi. d. Sistem dan prosedur penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah dan write off kredit macet. e. Tata cara penyelesaian barang-barang anggunan kredit yang dikuasai bank. f. Jumlah BPMK g. Persyaratan kredit. 2 Tata cara penilaian mutu kredit Surat Edaran No.2312BPPP-28 Februari 2001 terkait dengan adanya pembentukan dana cadangan untuk cadangan aktiva produktif CAP sebagai berikut : CAP = 0,5 x kredit lancar + 5 x kredit kurang lancar – nilai kredit macet – nilai jaminan 3 Profesionalisme dan integritas pejabat kredit bab VIII Pasal 46 sampai dengan 53 UU Perbankan no.7 tahun 1992 Hal ini merupakan dasar dalam etika perkreditan bank, dimana ditegaskan bahwa pejabat kredit harus : a. Memiliki managerial skill dan tecnical skill perbankan. b. Mentaati moral dan etika perkreditan profesionalisme, terbuka, jujur, dan memahami ketentuan-ketentuan perbankan. c. Mempunyai integritas dan tanggung jawab sosial yang tinggi. d. Mempunyai wawasan yang luas, yaitu dapat mengaitkan antara masalah perbankan dengan ilmu yang dimilikinya. e. Mampu memupuk dan mengemban sebagai pejabat kredit perbankan di masyarakat.

C. Efektivitas