Hambatan Dalam Mengupayakan Keefektivan Mediasi

bersertifikat. Akan tetapi pada kenyataannya hampir semua hakim yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan menjadi mediator meskipun tidak semuanya memiliki sertifikat dan terdapat mediator non hakim yang bersertifikat di Pengadilan tersebut Bab II pasal 9 ayat 3. Hal ini dikarenakan kurangnya mediator yang bersertifikat dan banyaknya jumlah perkara perdata yang masuk ke pengadilan. Selain itu dalam PERMA tersebut disebutkan bahwa para pihak yang berpekara yang berhak menentukan mediatornya, namun tak sedikit majelis hakim sendiri yang menentukan atau menyodorkan mediatornya. Dalam hal ini dikarenakan para pihak tidak mengenal betul para mediator yang ada dalam daftar mediator. Tetapi ada pula yang menolak, hal tersebut dikarenakan masalah jadwal waktu yang tidak mereka sepakati, bukan karena kepribadian mediator itu sendiri atau lain hal. 7

C. Hambatan Dalam Mengupayakan Keefektivan Mediasi

Terkadang mediasi bisa menghambat prosedur pelaksanaan persidangan di Pengadilan Agama. Karena dengan adanya jadwal mediasi secara otomatis akan menambah agenda penyelesaian perkara. Hambatan yang dihadapi oleh hakim adalah sebagai berikut: 7 Wawancara pribadi dengan Drs. Kadi Sastro Wirjono. Jakarta, 8 September 2010. 1. Dalam perkara perceraian. Karena perceraian adalah masalah hati, maka hal ini tidak sedikit para pihak yang tidak mau melaksanakan mediasi. Dengan alasan persoalan yang mereka hadapi sudah mencapai klimaks. 8 Karena dalam persidangan pun majelis hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan memberi nasehat, sehingga menurut para pihak tidak mau membuang-buang waktu untuk proses mediasi. 2. Biaya perkara bertambah. Karena ada biaya untuk pemanggilan para pihak. Apalagi jika proses mediasi yang dilakukan di luar pengadilan atau dengan kata lain dengan bantuan mediator dari luar pengadilan. Tentu saja membutuhkan biaya untuk mediatornya atau mungkin ada biaya untuk tempat pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum menerapkan biaya mediasi, karena dengan pertimbangan bahwa; 1 PERMA ini masih baru, 2 belum ada petunjuk secara langsung, 3 menambah beban bagi para pihak yang bersengketa. 3. Waktu sangat dimaksimalkan. Dengan diadakannya mediasi di dalam peradilan, proses litigasi menjadi tertunda hingga adanya hasil mediasi tersebut. Oleh karena itu waktu yang disediakan untuk mediasi sangat dimaksimalkan. 8 Wawancara pribadi dengan Drs. Kadi Sastro Wirjono. Jakarta, 8 September 2010. Dari segi waktu, kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan selama PERMA No.1 Tahun 2008 ini diberlakukan dapat dirinci sebagai berikut: a. Para pihak yang meminta waktu mediasi diperpanjang Dengan adanya jadwal mediasi, pemeriksaan pokok perkara ditunda. Apalagi jika para pihak meminta kepada majelis hakim untuk memperpanjang waktu mediasi. Sebelum adanya peraturan ini, sidang yang kedua biasanya pembacaan gugatan. Namun sekarang bisa mencapai kurun waktu 1 bulan setengah baru dibacakan gugatan karena dilakukan mediasi terlebih dahulu. Dengan demikian para hakim memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa satu pokok perkara. b. Persidangan hadir, namun pada saat mediasi tidak hadir Para pihak hadir ketika persidangan pertama. Setelah sidang pertama majelis hakim Pengadilan Agama memerintahkan kepada para pihak yang berperkara untuk menuju ruang mediasi. Namun, terkadang ada salah satu pihak yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Misalnya perkara cerai gugat, pihak tergugat setelah keluar dari ruang sidang tidak langsung menuju ruang mediasi tetapi langsung pulang, mungkin karena alasan tidak ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada ruang mediasi hanya salah satu pihak, yaitu pihak penggugat. Tentu saja proses mediasi tidak bisa dilaksanakan. Maka pada sidang berikutnya ketika majelis hakim menanyakan tentang mediasi yang diperintahkan pada sidang sebelumnya. Mereka menjawab bahwa mereka belum menempuh proses mediasi. Majelis hakim pun memerintahkan kembali untuk menempuh proses mediasi. Dengan kejadian ini berarti membutuhkan waktu lagi untuk menunggu hasil mediasi. c. Sidang pertama tidak hadir, namun sidang berikutnya hadir Ketika sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, tapi pada saat sidang berikutnya pihak tersebut hadir. Bahkan ada juga pihak yang hadir pada saat sidang sudah sampai pada tahap pembuktian. Maka majelis hakim tetap harus memerintahkan lagi kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi. Dan majelis hakim membutuhkan waktu lagi untuk menunggu sampai adanya laporan dari hakim mediator. Selain hambatan tentu saja terdapat keuntungan setelah proses mediasi baik bagi pihak yang bersengketa maupun bagi hakim mediator sendiri. Bagi pihak yang bersengketa kalau terjadinya perdamaian tentunya adalah sesuatu yang sangat menguntungkan. Karena masalah yang mereka hadapi terselesaikan dengan kebaikan dan keuntungan yang diperoleh bagi masing-masing pihak. Kalau putusan pengadilan tidak memberi penyelesaian yang menyeluruh. Bahkan tidak memuaskan kepada yang kalah maupun yang menang. Selain itu, kekalahan dan kemenangan tidak mendatangkan kedamaian kalbu dan nurani. Bahkan seperti yang diungkapkan pepatah Cina a lawsuit bred ten years of hatred. Berperkara di pengadilan menumbuhkan benih kebencian dan dendam bertahun-tahun. Namun sebaliknya, kalau tidak terjadi perdamaian minimal sebagai dasar untuk saling inrtospeksi diri. Sebagai suatu motivasi agar para pihak menyadari akan hal-hal yang telah dilakukan pada masa yang lalu dan sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali pada masa yang akan datang. Misalnya masalah perceraian, dengan proses mediasi para pihak diingatkan dengan nasehat dari hakim mediator akan pentingnya pernikahan sebagai sebuah ibadah. Oleh karenanya, kalaupun mediasi gagal dan berakhir dengan putusan perceraian. Nasehat dari mediator dapat diterapkan oleh para pihak pada pernikahan yang kedua dan diharapkan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pernikahan yang pertama. Mengutip pernyataan Bapak Ketua Muda MA Drs. Andi Syamsu Alam, S.H.,M.H dan Bapak Dirjen Badan Peradilan Agama Drs. Wahyu Widiana, M.A menyatakan bahwa mediasi ini merupakan produk Islami dalam rangka penyelesaian sengketa di pengadilan. Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator harus dilaksanakan secara optimal sebagai bagian dari sebuah proses aktivitas ijtihad demi mendapatkan keputusan yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak. Tujuan utama dari mediasi adalah tercapainya perdamaian, sementara perdamaian itu merupakan hukum yang tertinggi sesuai dengan adagium hukum yang berbunyi Ash-Shulh Sayyid al-hukm. Perdamaian menjadi sangat penting dilaksanakan apalagi dalam menyelesaikan sengketa-sengketa keluarga. Keluarga berarti umat, baiknya suatu keluarga, sangat berpengaruh dan berdampak kepada perbaikan umat secara keseluruhan. Meskipun perceraian tidak dapat terelakkan, bukan berarti mediasi gagal secara total, minimal dalam mediasi kepada kedua belah pihak telah dilakukan pencerahan dan internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam persoalan rumah tangga, supaya kelak apabila mereka menikah lagi, mereka telah memiliki pemahaman yang cukup baik tentang arti sebuah rumah tangga. Namun demikian, melalui mediasi yang dilaksanakan secara maksimal, mudah-mudahan tercapai perdamaian tanpa perceraian. 9 Dan keuntungan bagi hakim adalah akan mendapatkan reward penghargaan pointer. Karena dalam PERMA tersebut menyatakan bahwa setiap mediator harus dicantumkan dalam putusan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan mediasi. 9 Admin, “Optimalisasi Pelaksanaan Mediasi”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2010 dari http:www.pasimalungun.netkirioptimalisasi_pelaksanaan_mediasi.htm Keuntungan lainnya adalah dengan keterbatasan waktu, tenaga dan dana untuk penyuluhan hukum sebenarnya dapat teratasi melalui proses mediasi sebagaimana yang diatur dalam Perma ini. Mediator yang diambil dari hakim, dapat lebih leluasa dan memiliki waktu yang cukup luas untuk memberikan pemahaman tentang hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Penyuluhan secara face to face seperti tersebut pasti lebih terarah dan mencapai sasaran ketimbang penyuluhan hukum secara umum. Meskipun bingkainya adalah mediasi namun isinya adalah penyuluhan hukum. Apabila mediasi secara optimal tersebut telah terlaksana secara kontinu mudah-mudahan akan terdapat perubahan paradigma di kalangan masyarakat dalam memandang pengadilan yang selama ini hanya dianggap sebagai pemutus perkara, berubah menjadi lembaga yang memberikan keadilan dengan kepuasan kedua belah pihak.

D. Analisis Efektivitas Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta