52
bisa belajar dari ibunya yang pandai dan pernah menjadi penenun. Selain itu, juga bisa belajar kepada kerabat, teman atau bahkan pada seorang pelatih. Belajar kepada
seorang teman atau pelatih biasanya berlaku aturan pengupahan, yaitu berupa beras 1 sampai 3 kaleng
34
3.5. Jaringan Pemasaran
sampai yang bersangkutan pandai. Selain itu ada juga sistem pengupahan dimana 3 lembar kain hasil tenunan pertama akan menjadi hak milik
yang mengajari calon penenun. Setelah pandai atau cukup mampu, seorang gadis akan mulai menekuni pekerjaannya sebagai penenun.
Seperti yang telah penulis jelaskan, abit godang dan parompa sadun adalah dua jenis kain yang digolongkan sebagai kain adat di daerah Tapanuli Selatan. Keduanya
terikat oleh aturan-aturan adat dalam hal penggunaannya. Konsumen utama untuk kedua jenis kain adat ini adalah warga pendukung budaya dimana kain tersebut eksis,
yaitu masyarakat Tapanuli Selatan, baik yang mengidentifikasi dirinya sebagai
Angkola, Sipirok, Mandailing, Padang Bolak, Padang Lawas, dan lain-lain.
34
1 kaleng beras hampir sama dengan 16 kg beras.
Universitas Sumatera Utara
53
BAB IV PERKEMBANGAN PERTENUNAN DI SIPIROK 1980-2006
Kain tenun dalam perkembangannya melalui banyak proses interen dan eksteren sehingga mampu bertahan hingga pada saat sekarang ini. Dalam melihat
suatu perkembangan yang berarti membawa perubahan, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan hingga perubahan tersebut terjadi.
Kain tenun hasil produksi masyarakat Sipirok awalnya hanya terdiri dari dua jenis yaitu Abit Godang dan Parompa Sadun, mempunyai kedudukan istimewa dan
memiliki makna simbolis dan filosofis sesuai dengan tatanan budaya yang lazim berlaku dalam kehidupan masyarakat Sipirok. Pilihan warna, desain, corak, dan
ukurannya selalu mengikuti standar yang sudah baku, yang dilandasi sistem makna yang harus didukungnya. Akan tetapi, seiring dengan terjadinya berbagai perubahan
sosial dan budaya pada masyarakat Sipirok, kegiatan dan tujuan pertenunan agaknya juga mengalami proses transformasi.
Perubahan itu dapat dilihat dari desain atau corak kain tenun yang dihasilkan dan juga arah pendistribusiannya. Kini muncul berbagai desain kreasi baru yang tidak
lagi sepenuhnya konsisten dan terikat pada standar baku sebagaimana dicerminkan oleh kain tenun produksi tempo dulu, abit godang dan parompa sadun. Produk kain
tenun kini disesuaikan dengan selera konsumen, baik motif, warna maupun bahan kain tenun. Pemanfaatan kain tenun juga tidak hanya terbatas pada konteks adat, akan
Universitas Sumatera Utara
54
tetapi sudah dipergunakan untuk keperluan lain misalnya sebagai cinderamata atau souvenir.
Adanya transformasi nilai budaya memungkinkan usaha pertenunan berkembang dan usaha seperti ini telah menemukan dimensi baru dalam kehidupan
masyarakat Sipirok, karena produksi mereka tidak hanya diarahkan untuk konsumen setempat yang memerlukannya dalam berbagai aktivitas upacara adat melainkan juga
diarahkan ke pasar yang lebih luas.
4.1. Alat Tenun Bukan Mesin