Analisa Thermal Gravimetri Analysis TGA Analisa Diferential Thermal Analysis DTA

oleh gugus OH dari pati dan plastisizer. Sehingga aktivitas nya tidak tampak, namun pada 1:1 dan 1:3 ada aktivitas dikarenakan jumlah perbandingan yang sesuai sehingga tidak mengganggu aktivitas antibakteri, hanya mengurangi saja.

4.2.6. Analisa SEM Scanning Electron Microscopy

Morfologi permukaan dianalisis dengan SEM. Hasil yang didapatkan dipengaruhi oleh bahan bahan penyusun dari edible film, apakah bahan yang digunakan dapat bercampur atau tidak antar matriks maupun pemlastis yang ditambahkan. Sampel yang digunakan untuk uji SEM adalah sampel dengan nilai kuat tarik teringgi yaitu 1:1. Berdasarkan hasil SEM diperoleh bahwa pencampuran antara kitosan dan pati sukun tidak dapat bercampur sempurna. Hal ini dilihat disebabkan oleh molekul kitosan yang mengadakan interaksi hidrogen intra molekuler, lebih kuat daripada interaksi hidrogen inter molekuler, Xu 2004. Hal ini menimbulkan pemisahan fasa antar fasa pati dan fasa kitosan, yang menyebabkan komponen di dalam edible film tidak tecampur sempurna.

4.2.7. Analisa Thermal Gravimetri Analysis TGA

Teknik yang dicakup dalam metode analisa termal adalah analisa termogravimetri TGA yang didasari pada perubahan berat akibat pemanasan. Metode analisis termal ini berguna untuk mengetahui formula hasil dekomposisi termal. Penggunaan teknik ini dilakukan dalam kondisi atmosfer lembam yang mengandung gas nitrogen. Gas nitrogen digunakan untuk mencegah degradasi dini. Suhu yang digunakan pada teknik ini adalah 25 C sampai 600 C dengan laju pemanasan 20 Cmenit dengan berat sampel edible film 17,810 mg. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5. Grafik Analisa Data TGA Pada gambar 4.4 terlihat bahwa pada suhu 100 C edible film sudah mulai mengalami pengurangan berat yang pertama. Pada kurva dapat dilihat bahwa perubahan berat terjadi dalam 4 tahapan. Pada tahap pertama yaitu pada suhu 34,67 C – 100 C terjadi kehilangan massa sebesar 10,19 . Pada tahapan ini diduga bahan volatil seperti asam asetat dan air pada suhu 100 C. Pada tahapi kedua yaitu pada suhu 100 C -200 C terjadi kehilangan massa sebesar 9,099 C. Pada tahap ini molekul air dan molekul asam asetat habis menguap. Pada tahap degradasi puncak yaitu tahapan ketiga yaitu pada suhu 273 C-326 C terjadi kehilangan massa sebesar 47,44 8,246 mg pada tahapan ini diduga terjadi depolimerisasi molekul pati sukun, molekul kitosan dan molekul gliserol atau terdekomposisi menjadi gas-gas CO 2, NO 2 dan gas-gas H 2 O. Pada tahap degradasi akhir yaitu pada suhu 400 C -585 C dengan menyisakan residu 19,81 3,444 mg.

4.2.8. Analisa Diferential Thermal Analysis DTA

Analisa DTA bertujuan untuk melihat suhu endotermal dan suhu eksotermal dari sampel. Suhu endotermal menunjukkan pada suhu berapa sampel akan mulai Universitas Sumatera Utara melebur, dan suhu eksotermal akan menunjukkan pada suhu berapa sampel akan mulai terdekomposisi. Gambar 4.6. Grafik Analisa data DTA Berdasarkan analisis sifat termal edible film pati sukun-kitosan , suhu endotermal ke kanan pada suhu 89,78 C. Yang mengindikasikan bahwa edible film ini melepas uap air pada suhu 89,78 C. Kemudian suhu eksotermik puncak yang didapat dari data adalah pada suhu 313,57 C yang menunjukkan bahwa pada suhu ini edible film terdekomposisi. Hal ini sejalan dengan data dari TGA diatas yang menyebutkan bahwa pada suhu 274 -326 C yang merupakan puncak degradasi. Dimana bahan bahan material dari penyusun edible film mengalami depolimerisasi atau terdekomposisi. Berdasarkan data ini bahwa edible film dapat digunakan untuk produk makanan termasuk produk roti, dikarenakan pada suhu 274 C tidak terjadi dekomposisi, sehingga aman digunakan. Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan