Analisis Lingkungan Internal Lingkungan

Banyaknya pemasok dan ketersediaan bahan baku yang didapat di Bogor dan sekitarnya, tidak membuat UD. SF cemas dalam pemenuhan permintaan. Hubungan kerjasama yang baik telah terjalin belasan tahun, sehingga pemenuhan bahan baku tidak lagi menjadi kekhawatiran.

4.3.2 Analisis Lingkungan Internal

Analisis faktor-faktor lingkungan internal merupakan identifikasi dan evaluasi aspek-aspek yang mempengaruhi perusahaan terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek Sumber daya Manusia, manajemen keuangan, produksi serta penelitian dan pengembangan perusahaan juga pemasaran. Identifikasi aspek-aspek tersebut ditujukan untuk mendapatkan faktor strategis internal yang mempengaruhi perusahaan dengan cara memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan.

A. Sumber Daya Manusia

Pemilik melakukan tugas manajemen secara menyeluruh. Mulai dari keuangan hingga pendistribusian. Tidak jarang pemilik juga melakukan pengukuran terhadap ruang dan bahan baku yang akan diproses. Terutama untuk bidang keuangan, pemilik tidak mempercayakan untuk ditangani orang lain. Tingkat kepercayaan yang kembali menurun setelah pengalaman buruk yang telah dialami. Penerimaan karyawan tidak melalui jalur yang panjang. Sistem yang digunakan adalah keahlian dasar yang dimiliki pekerja dalam pekerjaan “pertukangan” padat karya. Sehingga, tingkat pendidikan tidak menjadi hal terpenting. Keharmonisan tersebut dicapai dengan adanya suasana akrab dan kekeluargaan yang sampai saat ini masih dijadikan budaya kerja.

B. Keuangan

Usaha yang berjalan pada UD. SF ini tidak luput dari permasalahan keuangan. Permodalan awal yang digunakan untuk memulai usaha ini merupakan modal pribadi pemilik. Modal awal saat itu, hanya mampu membeli peralatan tradisional seadanya dan menggaji 4 pekerja. Kepercayaan yang kini diperoleh, UD. SF dapat melakukan pinjaman kredit Bank sebesar Rp. 50 juta. Sehingga, dapat sedikit menolong UD. SF bangkit dari kebangkrutan. Sistem keuangan yang berjalan saat ini pun masih sangat sederhana. Pembukuan yang dilakukan masih dilakukan secara manual sepenuhnya. Pencatatan yang dilakukan masih mengandalkan tulisan tangan pemilik. Hanya saja, saat ini UD. SF sudah melakukan penyetoran kepada Bank.

C. Produksi dan Operasi

Produksi yang dilakukan oleh UD. SF berjumlah 16 sofa perbulan. Sofa tersebut sudah termasuk sofa model standar dan kulit. Jumlah rata-rata permintaan konsumen perbulan kira-kira mencapai 20-23 sofa perbulan. Keterbatasan modal menjadi salah satu kendala UD. SF tidak dapat memenuhi permintaan konsumen secara maksimal. Selain itu, kendala yang didapati oleh produsen saat ini adalah kecilnya ukuran kayu sebagai bahan baku, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: kelangkaan pohon dan ukuran yang disediakan oleh pemasok lebih kecil dari kondisi normal. Harga bahan baku pada saat ini mencapai Rp. 1.200.000- Rp. 1.400.000. Bahan penolong yang digunakan adalah busa, karet ban, paku, triplek, dan cat. Bahan penolong tergolong mudah didapatkan karena banyak yang menyediakan dan tersedia di toko-toko material. Harga busa kualitas standar dapat mencapai Rp. 50.000 lima puluh ribu rupiah per kilogram, kualitas ekspor dengan ukuran 1mx2m adalah Rp. 80.000. Kualitas ekspor yang digunakan adalah kualitas ekspor sisa limbah pabrik. Namun dinilai cukup layak, murah dan para pengrajin sofa seperti UKM, banyak yang menggunakannya. Pada umumnya satu sofa dapat menggunakan busa hingga 6-7 kg. Harga ban karet Rp. 500 per ikat, triplek Rp. 220.000 per lembar. Urutan proses produksi adalah sebagai berikut: langkah pertama pemesanan kayu, setelah mendapatkan bahan setengah jadi tersebut lalu membentuk model atau kerangka sofa sesuai dengan pesanan pihak konsumen. Setelah dibentuk kemudian dilakukan pengamplasan yang biasanya dilakukan selama 4 hari sampai kayu terlihat mulus. Kemudian dilakukan pengecetan yang terdiri dari 4 tahapan, sebagai berikut : 1. Memakai woodfiller yang biasanya juga dikenal dengan penutup pori-pori. 2. Shanding yang merupakan perekat 3. Warna, biasanya warna dipilih sendiri oleh konsumen atau sesuai permintaan. 4. Melamic, cat terakhir yang warnnya tampak mengkilat atau bercahaya dan juga licin. Setelah dilakukan langkah-langkah pengecatan tersebut kemudian dilakukan pembungkusan busa yang terdiri atas: 1. Pembuatan alas yang berasal dari karet ban bekas yang di gunting kira-kira 3 sampai 4 cm, yang kemudian disusun secara bergantian membentuk garis vertical dan horizontal. Pemasangan alas karet tersebut mempergunakan paku yang ditembak dengan mesin tembak paku. Mesin tembak paku tersebut dibantu dengan mesin compressor. 2. Kemudian setelah itu dilapisi busa dan ditengahnya diletakkan per pegas yang nantinya kemudian dilapisi busa kembali. Lalu proses pengeleman dan penjahitan pada pembukusan busa. Apabila ingin dengan biaya murah maka dapat digunakan sabut kelapa sebagai pengganti per pegas. Mesin cat Mesin cat Mesin cat Mesin cat 0-3 0-4 0-6 Alat ukur sofa 0-7 Mesin pengamplasan Gergaji besi 0-5 0-2 0-1 1-1 0-11 0-9 0-8 0-13 0-15 0-14 1-2 0-16 P-1 lem mesin paku Mesin jahit gunting Karet ban Plastik dan plester Lem,jarum,benang CAT KAYU BAGAN PROSES OPERASI PEMBUATAN SOFA KETERANGAN AKTIFITAS OPERASI INSPEKSI JUMLAH 16 2 Gambar 9. Bagan proses operasi dalam pembuatan sofa Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan waktu produksi adalah para pekerja yang tidak disiplin pada jam kerja seperti ketidakhadiran. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemilik ikut serta membantu dalam produksi. Dari segi mutu produk yang dihasilkan sudah memenuhi keinginan pelanggan karena mutu serta pemilihan bahan-bahan pembuatan sofa dipilih sendiri oleh konsumen, pemilik perusahaan hanya memberikan saran kepada pihak konsumen.

D. Pemasaran

Pemasaran dilakukan secara langsung dan tidak langsung. UD. SF mendistribusikan produksinya sendiri karena, mempunyai toko yang menjadi satu dengan bengkel workshop. Sehingga, dapat langsung menjual kepada konsumen atau atas pemesanan dari konsumen. Karena meruapakan unit usaha yang cukup lama sehingga dipercaya dan mempunyai banyak pelanggan sehingga biasanya konsumen datang untuk dibuatkan sofa atau furniture lainya. Gambar 10. Alur pemasaran secara langsung UD. SF tidak lagi melakukan pameran dan penitipan produk pada toko-toko furniture. Karena keterbatasannya dana atau modal, pemasaran secara tidak langsung ini hanya kadang-kadang saja dilakukan dengan adanya perjanjian barang dengan pihak distributor dengan perjanjian bersyarat. Perjanjian ini yang menyebabkan keterlambatan modal kembali kepada prosdusen dan nantinya akan menggangu proses kegiatan produksi selajutnya. Skema pemasaran secara tidak langsung ini dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Alur Pemasaran secara tidak langsung Hasil Sofa Penjualan Industri workshop Perjanjian Distributor Pembuatan produk Perjanjian Pembayaran Bersyarat Pengiriman barang kepada Distributor Kerjasama yang dilakukan antara unit usaha dengan distributor merupakan pemasaran tidak langsung. Sistem kontrak yang dilakukan yaitu perjanjian kerja 6-12 bulan atau bergantung dari kesepakatan. Distributor membayar 65 persen kepada pihak UD. SF, lalu proses produksi dapat segera dilakukan. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan distribusi ini adalah biaya yang mengharuskan distributor membayar 65 persen . Upaya untuk mengatasi kendala tersebut umum dilakukan dengan kesepakatan win-win solution. Jenis produk yang paling banyak dipesan oleh pelanggan adalah sofa kain yang kualitasnya standar karena harganya yang terjangkau yaitu 2-5 juta rupiah. Daerah yang menjadi tujuan pasar adalah daerah Bogor khususnya Ciomas dan Gunung Batu., Ciampea dan Leuwiliang. Perusahaan juga mencoba pasar Jakarta dengan mengikuti pameran Jakarta Fair. Persentase penyebaran wilayah pemasaran yang dimiliki unit usaha kecil ini, tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase pasar UD. Suryani Furniture Harga jual berbagai furniture yang dihasilkan selalu mengikuti standar harga yang telah ada sebelumnya. Penyusunan harga jual ditetapkan berdasarkan harga bahan baku di pasar. Perubahan harga bahan di pasar peran utama sebagai penentu harga jual.

E. Penelitian Dan Pengembangan

UD. SF pada perjalanan usahanya tidak melakukan penelitian dan pengembangan produk secara khusus. Perubahan selera pasar diikuti seiring berjalan bersama perubahan tren mode furniture di Indonesia. Kemampuan mengikuti keinginan pelanggan dan didukung dengan unsur ”nekat” menjadikan UD. SF memiliki daya saing yang tidak kalah dengan pesaingnya. Daerah Persentase Bogor 50 Jawa Barat 30 Luar jawa 20 TOTAL 100 Banyak pelanggan yang datang telah membawa desain furniture yang ingin dibuatkan. Dengan mengandalkan intuisi, pemilik sekaligus perancang ide mampu memvisualisasikan keinginan pelanggannya. Sedikit bantuan imajinatifnya pemilik dapat memperindah atau melengkapi ide pelanggan. Majalah furniture juga terkadang menjadi reverensinya.

4.3.3 Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal Dan Eksternal