12
3. EKSTRAKSI KITOSAN
Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus
OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH
3
kemudian terjadi eliminasi gugus CH
3
COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan.14 Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH Kolodziesjska
2000. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik.
Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat Ornum, 1992. Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil
pada C-3 dan C-6 pada kitosan sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet, penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, dan
sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih Shahidi et al., 1999 Secara umum, pelapis yang tersusun dari polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan
penguapan air tetapi efektif untuk mengontrol difusi dari berbagai jenis gas seperti CO
2
dan O
2
Nisperoscarriedo, 1995. El Ghaouth, et al. 1994 mengemukakan bahwa polikation alami dari kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang dan jamur patogen. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan
menghambat pertumbuhan kapang Bothria cinerea dan Rhizopus stolonifer pada buah strawberry. Kemampuan kitosan sebagai pelapisan lilin dibatasi oleh permeabilitas kelembapan yang relative
tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti,dimana difusi kelembapan yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembapan kulitnya yang rendah Caner et al.,1998.
C. LAJU RESPIRASI BUAH-BUAHAN
Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan buah-buahan sesudah dipanen, intensitas respirasi sering dianggap sebagai potensi daya simpan buah-buahan. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai
umur simpan yang pendek, hal ini merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan pangan Pantastico, 1986.
Pola respirasi buah ada dua macam yaitu respirasi klimaterik dan respirasi non klimaterik. Pola respirasi klimaterik mempunyai karakteristik dimana laju respirasi pada saat awal setelah pemetikan akan
menurun, dan selanjutnya akan terjadi konsumsi O
2
dari udara untuk pernapasan dan menghasilkan CO
2
, H
2
O dan panas. Panas yang dikeluarkan akan mempercepat reaksi respirasi selanjutnya sampai mencapai titik maksimum. Setelah itu respirasi akan menurun secara perlahan sampai buah menjadi layu
Senescence Buah dan sayuran tetap melakukan respirasi setelah pemanenan, dan sebagai akibatnya pengemasan harus masuk dalam perhitungan aktivitas respirasi.
Respirasi dibedakan dalam tiga tingkat yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara
aerobic menjadi CO
2
, air, dan energi Phan, 1986. Saat mendisain sistem pengemasan, penyimpanan dan distribusi produk segar, aspek paling penting
dari hasil respirasi adalah pengaturan suhu respirasi. Menurut Ryal, et al 1982, respirasi dapat dianalogikan sebagai pembakaran yang terjadi pada ruang temperature dan bahkan pada penyimpanan
suhu rendah. Formula sederhana dari respirasi adalah
13
C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
→ 6 CO
2
+ 6 H
2
0 + energi panas dan ATP
gula oksigen karbon dioksida air
Reaksi kimia dikontrol oleh temperatur. Kenaikan 10°C 18°F maka dapat meningkatkan respirasi lebih dari dua kali lipat.
D. MASA SIMPAN BUAH
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat
erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat, susut kualitas karena
perubahan wujud kenampakan, cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen, susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah.
Untuk masa simpan dari buah markisa kuning terlalu lama hanya akan tahan disimpan selama seminggu. Namun mungkin dengan penyimpanan dingin masa simpan buah markisa kuning dapat
diperpanjang tapi penyimpanan dingin pada buah markisa kuning pada umumnya dapat menyebabkan buah markisa menjadi menyusut.
Penyimpanan buah-buahan dengan suhu dingin dianggap kurang baik untuk diterapkan pada beberapa jenis buah-buahan, maka dari itu proses penyimpanan dingin buah-buahan diganti proses
pemberian lapisan lilin pada buah-buahan untuk memperpanjang masa simpan buah-buahan tapi harus menyebabkan kerusakan dingin. Batas aman suhu rendah dan chilling injury yang mungkin terjadi pada
buah-buahan apabila buah-buahan disimpan pada suhu dingin dapat dijelaskan pada Tabel 8.
14
Tabel 8. Batas aman suhu rendah dan chilling injury pada buah-buahan
a
Ryall, 1982
E. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH