Dari Gambar 19, maka dapat dilihat bahwa pengaruh waktu hidrasi dan kecepatan dosing susu bubuk, berpengaruh banyak terhadap kualitas indeks
ketidaklarutan yang dihasilkan, baik hasil pengukuran indeks ketidaklarutan larutan susu bubuk maupun terhadap indeks ketidaklarutan pencampuran akhir.
Semakin tinggi kecepatan dosing milk powder maka indeks ketidaklarutannya makin naik, artinya kualitas hasil pencampuran makin buruk.
Gambar 19. Pengaruh perlakuan terhadap indeks ketidaklarutan
Untuk perlakuan A3B1, dimana A3 variabel kecepatan dosing susu bubuk 180 kgmnt dan B1 variabel waktu hidrasi powder 5 menit, menunjukan ada
kenaikan nilai indeks ketidaklarutan 0,1 ml. Hal ini menunjukan bahwa, proses kelarutan powder belum sempurna, yang disebabkan oleh jumlah susu
bubuk masuk dengan jumlah yang besar, sehingga luas permukaaan yang bisa terkena air pada saat wetting semakin kecil, akibatnya sebagian produk menjadi
menggumpal. Hasil analisa data statistik pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa korelasi
parsial antara waktu hidrasi dan kecepatan dosing susu bubuk terhadap Solubility Indeks nilai koofisien korelasi yang kecil 0,069, nilai Sig 0,871 α, sehingga
Ho diterima. Jadi hubungan antara kedua variabel, yaitu kecepatan dosing susu bubuk dan waktu hidrasi dengan indeks ketidaklarutan adalah tidak
signifikantidak berbeda nyata. Untuk menentukan kondisi indeks ketidaklarutan pencampuran akhir yang
paling efisien, terhadap pengaruh dosing susu masuk dengan waktu hidrasi, dapat
dilihat dengan menggunakan metoda regresi linier dengan dua atau lebih variabel independen. Dari Lampiran 8 mengenai model Summary, menunjukan bahwa nilai
koofisien korelasi R, untuk kedua model. Dapat dilihat untuk Nilai Durbin- Watson untuk kedua model adalah 1.877, dimana nilai ini diantara 1.65DW2.35.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi auto korelasi di antara keduanya.
Hasil analisa data regresi pada tabel coeffisient diatas, dapat dihasilkan persamaan yang optimum yaitu : Y = 0,192 + 0,001A-0,013B, dimana : A =
kecepatan dosing susu bubuk, B = Waktu hidrasi, Y = Indeks ketidaklarutan. Pencampuran akhir. Dari hasil persamaan regresi tersebut, dapat terlihat bahwa
kombinasi perlakuan A2B1, dimana A2 kecepatan dosing susu bubuk 155 kgmnt, dan B1 waktu hidrasi 5 menit, merupakan salah satu kombinasi yang
optimum untuk indeks ketidaklarutan pencampuran akhir yang dihasilkan.
E. Pengaruh Perlakuan Terhadap Komposisi Produk
Dari hasil pengujian komposisi produk yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dapat dilihat dari Tabel 16 dan 17.
Tabel 16. Hasil pengujian komposisi produk larutan susu bubuk
NO Hasil
Analisa
PERLAKUA N A1B1
A1B2 A1B3
A2B1 A2B2
A2B3 A3B1
A3B2 A3B3
1
Total padatan
33,96 33,51 33,96 34,0
34,0 34,0
32,0 34,9
32,6
2
pH 6,40
6,43 6,43
6,32 6,33
6,29 6,27
6,28 6,28
3
Density 1,0951
1,0951 1,0951
1,0951 1,0951 1,0971 1,0160 1,0495 1,0576
Tabel 17. Hasil pengujian komposisi produk pencampuran akhir
NO Hasil
Analisa
PERLAKUA N A1B1
A1B2 A1B3
A2B1 A2B2
A2B3 A3B1
A3B2 A3B3
1
Total padatan
69,05 69,05 69,05 69,1
69,1 69,1
68,1 67,8
68,3
2
Fat Content
8,35 8,35
8,35 8,4
8,0 8,4
8,5 5,5
8,3
3
pH 6,18
6,28 6,28
6,16 6,13
6,10 6,10
6,21 6,11
4
Density 1,1950
1,2015 1,2015
1,2018 1,1945 1,2070 1,1500 1,1972 1,1935
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa hampir semua perlakuan menunjukkan total padatan larutan susu bubuk memenuhi standar yang diinginkan yaitu berkisar
antara 33.5-34.5 . Penyimpangan terjadi pada semua perlakuan A3 kecepatan dosing susu bubuk 180 kgmin. Angka yang ditunjukkan berkisar dari 32-34.9.
Pada pencampuran akhir hasil pengujian total padatan menunjukkan bahwa semua perlakuan dengan kecepatan dosing susu bubuk 120 kg min A1 dan 150 kgmin
A2 mencapai total padatan yang diinginkan yaitu min 69-69.5 , sedangkan perlakuan dengan kecepatan dosing 180 kgmin A3 total padatannya tidak
mencapai hasil yang diinginkan. Komposisi total padatan pada pencampuran akhir dipengaruhi oleh
penambahan gula dan lemak. Jika dilihat komposisinya total padatan ini erat sekali kaitannya dengan kerataan atau tingkat homogenitas, sehingga bisa
disimpulkan bahwa komposisi dengan perlakuan A3 ini tingkat homogenitasnya tidak konsisten dan ini ada kaitannya dengan indeks ketidaklarutan yang
dihasilkan. Salah satu yang menyebabkan perlakuan A3 ini tidak mencapai adalah karena produknya banyak yang menggumpal.
Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa kenaikan total padatan pada larutan susu bubuk dan pencampuran akhir setelah penambahan gula untuk semua
perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2 dan A2B3 naiknya secara merata, kecuali untuk semua perlakuan A3 ada penyimpangan karena pada saat
pencampuran larutan susu bubuk dan pencampuran akhir masih ada yang menggumpal.
Gambar 20. Pengaruh perlakuan terhadap total padatan
Nilai pH yang dihasilkan pada larutan susu bubuk dan pencampuran akhir semuanya di atas 6.1. Dari semua perlakuan menuujukkan angka yang tidak jauh
signifikan, artinya pengaruh masing-masing perlakuan tidak memberikan pengaruh apapun terhadap pH yang dihasilkan. Jika dilihat pada Gambar 21.
menunjukkan sedikit kecenderungan semakin cepat waktu dosing susu bubuk maka pH-nya cenderung turun.
Gambar 21. Pengaruh perlakuan terhadap pH
F. Pengaruh Perlakuan Terhadap Reologi Produk
Hasil pengujian sifat reologi produk dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19. Berat jenis untuk semua perlakuan A1 dan A2 pada
larutan susu bubuk memiliki berat jenis yang tidak jauh berbeda dan masuk dalam standar yang diinginkan 1.1950-1.2050 grml. Sedangkan pada perla kuan A3
berat jenisnya hampir semuanya dibawah standar yang diinginkan.
Tabel 18. Hasil pengujian reologi produk pada larutan susu bubuk
NO Hasil
Analisa
PERLAKUA N A1B1
A1B2 A1B3
A2B1 A2B2
A2B3 A3B1
A3B2 A3B3
1
Density grml
1,0951 1,0951
1,0951 1,0951 1,0951 1,0971 1,0160 1,0495 1,0576
2
Viscosity Ps
0,95 0,75
0,75 0,75
0,75 0,75
0,85 0,75
0,65