d. Kesadaran Pengendalian Kesadaran pengendalian dapat tercermin dari reaksi yang ditunjukkan
oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi atas kelemahan pengendalian yang ditunjuk oleh akuntan intern atau akuntan publik.
Jika manajemen segera melakukan tindakan koreksi atas temuan kelemahan pengendalian yang dikemukakan oleh akuntan intern atau
akuntan publik, hal ini merupakan petunjuk adanya komitmen manajemen terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.
39
BAB III METODE PENELITIAN
Penggunaan metode penelitian yang tepat akan mempengaruhi ketepatan hasil suatu penelitian yang diperoleh. Karena itu, dalam suatu penelitian perlu
dipilih suatu metode yang baik agar dapat menjawab suatu permasalahan yang diteliti. Dalam bab ini, secara berturut-turut dibahas: a Jenis penelitian, b Unit
analisis, c Teknik pengumpulan data, d Data, e Teknik analisis data, f Keabsahan data. Sumber urutan metode penelitian ini berpedoman pada Konde
Dediktus Nopila, Skripsi, 2007 dengan sedikit tambahan yang dianggap perlu oleh penulis.
A. Jenis Penelititan
Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada organisasi religius yakni Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menggunakan metode
kualitatif deskriptif.
B. Unit Analisis
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Paroki Santo Albertus Agung Jetis. Jalan AM. Sangaji 20, Yogyakarta yaitu merupakan salah satu paroki yang termasuk
dalam wilayah Keuskupan Agung Semarang. 2.
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2012.
3. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek penelitian ini adalah sistem pengendalian inti di
Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. 4. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah 10 orang yang merupakan personel- personel kunci di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. Sepuluh
orang yang dipilih sebagai subyek yaitu: Romo Kepala Paroki Ketua, Romo Pembantu Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, Bendahara I, Bendahara
II dan 5 orang Ketua Bidang.
C. Teknik Pengumpulan Data
Banyak cara atau teknik yang bisa ditempuh untuk mendapatkan data, namun agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian maka harus
menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai pula dengan tujuan penelitian tersebut sebagai dasar pengumpulan data, maka penulis
menggunakan wawancara dan dokumentasi. 1. Metode Wawancara interview
Penulis melakukan Interview atau wawancara dengan 10 orang personil kunci informan yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan
pedoman interview interview guide dan alat rekam. 2. Metode Dokumentasi
Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data sekunder dengan cara melihat dan mengutip data dari
dokumen yang terdapat di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta
yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan dokumen-dokumen tersebut dilakukan untuk mengecek kesesuaian dengan wawancara.
D. Data
Data berupa hasil wawancara kepada informan dan data terkait dengan akuntansi dan keuangan paroki diperoleh dengan metode dokumentasi.
E. Teknik Analisis Data
1. Mempersiapkan data untuk dianalisis, yakni dengan membuat transkripsi hasil rekaman wawancara dengan para informan.
2. Analisis dengan cara pengkodean berbuka, yaitu 1 pelabelan fenomena pengkodean, 2 penemuan kategori, 3 penamaan kategori, dan 4
penulisan catatan kode. Ini adalah proses menguraikan, memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan, dan mengkategorikan data Straus dan
Corbin, 2009: 55-71. 3. Mendeskripsikan hasil pengkodean berbuka, yaitu menjawab rumusan
masalah pada bab analisis data dan pembahasan bab V. 4. Setelah penulis menjawab rumusan masalah, selanjutnya adalah membuat
kesimpulan atas hasil penelitian bab VI.
F. Keabsahan Data
Dalam Burhan Bungin, 2007: 255 ada 14 poin teknik pemeriksaan untuk menguji keabsahan data. Dalam penelitian ini penulis akan
menggunakan beberapa diantaranya yang dianggap sesuai situasi dan kondisi penelitian serta dianggap cukup untuk pengujian keabsahan hasil penelitian
ini. Teknik pengujian keabsahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menemukan Siklus Kesamaan Data.
Penelitian ini akan terus dilakukan apabila informasi yang didapatkan masih berbeda antara keterangan yang diberikan oleh masing-masing
informan. Penelitian akan diakhiri ketika penulis sungguh yakin informasi yang diperoleh mempunyai kesamaan dari masing-masing keterangan
yang diberikan oleh informan dalam proses penelitian di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.
2. Pengecekan Melalui Diskusi Mendiskusikan hasil penelitian sementara kepada dosen pembimbing yang
pasti lebih menguasai tentang metode penelitian. 3. Kecukupan Referensi
Memperbanyak referensi yang diperoleh dari para informan selama penelitian berupa hasil wawancara maupun dokumentasi dilapangan.
43
BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Sejarah Berdirinya Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis
Sejarah berdirinya Paroki Santo Albertus Agung Jetis berawal dari ide Romo Hardjawardaya, Pr dan Romo Sumaatmadja, Pr yang saat itu bertugas
sebagai pastor pembantu di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Mereka menawarkan gagasan agar kring-kring di sebelah Barat Kali Code yakni Kring
Bangirejo, Jetis dan Gondolayu disatukan dalam satu koordinasi wilayah kerja demi efektivitas reksa pastoral. Pada tahun 1954 ketiga kring itu menyatu dan
menjadi Stasi Jetis. Pada awalnya Stasi Jetis belum memiliki gedung gereja sendiri,
sehingga Perayaan Ekaristi pada hari Minggu ataupun Hari Raya diselenggarakan di rumah umat, di tempat umum ataupun di kantor instansi
pemerintah seperti: SMPN VI, SPGSMA XI, STM Jetis dan Kantor Balai Penyamakan Kulit di Jalan Diponegoro sekarang Rumah Makan Sari Raja.
Pada petengahan tahun 1959, Stasi Jetis berada dalam reksa pastoral Romo Carlo Carri, SJ. Romo Carri, SJ mengadakan pendekatan dengan tokoh-
tokoh awam di Stasi Jetis untuk menjajaki kemungkinan mendirikan gereja di wilayah Jetis.
Pada 15 Oktober 1960 berdiri Susteran Amal Kasih Darah Mulia ADM di Jetis yang diresmikan oleh Sr. Patricia, ADM sebagai Provinsial.
Sejak itu umat Stasi Jetis mengadakan Perayaan Ekaristi di Kapel Susteran ADM. Karena perkembangan umat semakin pesat, maka untuk efektivitas
pendampingan dan reksa pastoral umat, Kring Bangirejo dimekarkan menjadi dua kring yakni Kring Blunyah dan Kring Bangirejo. Kring Jetis dimekarkan
menjadi dua yakni Kring Cokrokusuman dan Kring Cokrodiningratan. Alasan kedekatan teritorial, Kring Kricak yang sebelumnya menjadi wilayah Paroki
Kumetiran digabung menjadi bagian Stasi Jetis. Atas prakarsa Romo Carri, SJ dan tokoh-tokoh awam di wilayah Stasi
Jetis maka pada tanggal 8 Oktober 1963, dibentuklah Pengurus Gereja dan Papa Miskin Room Katolik di wilayah Gereja Albertus Agung Soegijapranoto
di Yogyakarta PGPM oleh pejabat Uskup Semarang, Mgr. Justinus Darmojuwono. Akta Notaris PGPM disahkan dihadapan Notaris RM.
Soeprapto pada tanggal 4 November 1963. Persoalan besar yang dihadapi oleh PGPM, dimanakah akan didirikan gedung gereja? Pengurus mulai melirik
beberapa tempat yang memungkinkan untuk mendirikan gereja. Beberapa pilihan mulai bermunculan namun belum ada yang sesuai. Di tengah
kesibukan mencari tanah itu, umat Stasi Jetis harus rela melepas kepergian Romo Carri, SJ yang diangkat sebagai Sekretaris Keuskupan Agung
Semarang. Beliau digantikan oleh Romo H. Natasusila, Pr pada Agustus 1964. Perkembagan umat semakin pesat, hal itu terbukti dari selalu lahirnya
kring-kring baru yakni Kring Karangwaru dan Poncowinatan. Sedangkan Kring Gowongan dan Penumping yang sebelumnya menjadi bagian dari
Paroki Kumetiran digabungkan ke Jetis sehingga Stasi Jetis saat itu mempunyai 12 kring. Bertambahnya jumlah kring ini semakin memperkuat
keinginan umat untuk memiliki gedung gereja sendiri.