1.4.4 Bagi sekolah
Dapat menambah referensi bahan ajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terintegrasi dengan pendidikan karakter.
1.4.5 Bagi Prodi PGSD
Produk ini dapat digunakan sebagai acuan mengembangkan produk-produk lainnya.
1.5 Batasan Istilah
1.5.1 Pendidikan karakter adalah upaya mendorong peserta didik tumbuh dan
berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip –
prinsip moral dalam hidupnya. 1.5.2
Bahan ajar adalah sekumpulan materi atau bahan-bahan pelajaran yang disusun secara sistematis untuk digunakan dalam proses pembelajaran sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik. 1.5.3
Keterampilan berbahasa menulis merupakan serangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan melalui bahasa tulis.
1.6 Spesifikasi Produk yang dikembangkan
1.6.1 Produk bahan ajar yang disusun mengembangkan kompetensi dasar
melengkapi cerita rumpang. 1.6.2
Produk bahan ajar yang dikembangkan diintegrasikan dengan karakter kerja keras dan menghargai.
1.6.3 Produk bahan ajar memuat penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang dikembangkan, apersepsi, uraian materi, kegiatan siswa, pos tes,
1.6.4 refleksi, tindakan siswa, pekerjaan rumah, rangkuman materi, evaluasi,
penilaian, kunci jawaban, glosarium, dan daftar pustaka. 1.6.5
Produk bahan ajar mengintegrasikan gambar, teks, dan bermacam warna yang dapat menarik minat siswa untuk mempelajarinya.
1.6.6 Produk bahan ajar dapat digunakan sebagai lembar kerja siswa LKS karena
memuat beragam aktivitas siswa sesuai dengan materi yang dikembangkan. 1.6.7
Produk bahan ajar dikembangkan dan dinilai berdasarkan enam aspek yakni; 1 tujuan dan pendekatan, 2 desain dan pengorganisasian, 3 keterampilan
berbahasa, 4 isi, 5 topik, dan 6 metodologi.
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Karakter
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2008.
Wynne dalam Mulyasa 2012: 3, mengemukakann bahwa karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” menandai dan memfokuskan pada
bagaimana menerapkan nilai – nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku
sehari – hari. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter adalah
sifat-sifat yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditampilkan pada perilaku sehari-hari.
Menurut Mulyasa 2012: 3, “pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai
– nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen tinggi untuk melaksanakan
nilai – nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya”. Pendidikan karakter adalah
sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya Ratna Megawangi, 2004: 95.
Dalam konteks kajian p3 dalam Dharma Kesuma, dkk 2011: 5, pendidikan k
rakter dalam setting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan
pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”. Dari definisi tersebut dapat diambil beberapa makna:
1 Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan
pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran; 2
Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisasi manusia yang memiliki potensi
untuk dikuatkan dan dikembangkan; 3
Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah lembaga.
Pendidikan karakter adalah upaya untuk memfasilitasi peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai karakter yang di integrasikan
dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. 2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter menurut Mulyasa 2012: 9 adalah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji nilai- nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Dharma Kesuma, dkk 2011: 9 mengemukan tiga tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah yaitu:
1 Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadiankepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;
2 Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak besesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan oleh sekolah; 3
Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam pedoman sekolah “Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Kemendiknas,
2010 adalah: 1
Mengembangkan potensi kalbunuraniafektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa; 2
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius; 3
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4 Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan dignity.
2.1.1.3 Nilai-Nilai Karakter
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional 2011, berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturanhukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 25 butir nilai karakter yang dikelompokan menjadi lima, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan 1 Tuhan Yang Maha Esa, 2 diri sendiri, 3 sesama manusia, 4 lingkungan, serta 5 kebangsaan. Berikut adalah 25 nilai karakter
yang dimaksud: 1 kereligiusan, 2 kejujuran, 3 kecerdasan, 4 tanggung jawab, 5 kebersihan dan kesehatan, 6 kedisiplinan, 7 tolong menolong, 8
berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, 9 kesantunan, 10 ketangguhan, 11 kedemokratisan. 12 kemandirian, 13 keberanian mengambil resiko, 14
berorientasi pada tindakan, 15 berjiwa kepemimpinan, 16 kerja keras, 17 percaya diri, 18 keingintahuan, 19 cinta ilmu, 20 kesadaran akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain, 21 kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, 22 menghargai karya dan prestasi orang lain, 23 kepedulian terhadap lingkungan,
24 nasionalisme, 25 menghargai keberagaman.
Menurut Doni Koessoema 2011:124, nilai-nilai yang ditanamkan ini dapat berupa nilai yang bersifat individual personal maupun yang lebih sosial.
Nilai yang bersifat indivual personal adalah tanggung jawab, kemurahan hati,
penghargaan diri, kejujuran, pengendalian diri, bela rasa, disiplin, daya tahan, percaya diri, dan rasa terimakasih. Nilai yang bersifat lebih sosial adalah tanggung
jawab, kewarganegaraan, kerjasama, keadilan dan kesedian mendengarkan. Diantara butir-butir nilai tersebut peneliti memfokuskan pada nilai kerja
keras dan menghargai. 1.
Kerja keras Kemendiknas 2010 mendeskripsikan nilai kerja keras sebagai perilaku
yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Disamping
untuk menyelesaikan tugas, nilai kerja keras perlu ditanamkan dalam usaha untuk mencapai cita-cita. Ciri-ciri orang mau bekerja keras adalah; 1 tidak
mudah putus asa, 2 bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya, dan 3 selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mengembangkan dua indikator kerja keras dalam pengembangan bahan ajar. Indikator pertama adalah menyelesaikan
tugas tepat waktu. Siswa yang memiliki sikap kerja keras tentunya akan berusahan menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Indikator kedua adalah pantang
menyerah ketika mendapatkan tugas yang sulit. Salah satu ciri orang yang bekerja keras akan berupaya sungguh-sungguh dalam mengatasi kesulitan atau
hambatan yang ditemui ketika mengerjakan tugas. 2.
Menghargai Menurut Johnshon dalam Novitasari, 2009, sikap menghargai
merupakan salah satu sikap keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan keterampilan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara
yang spesifik yang dapat diterima oleh masyarakat, bermanfaat bagi pribadi dan orang lain serta dapaat dipelajari. Menghargai adalah suatu sikap memberi
terhadap suatu nilai yang diterima oleh manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menghargai diartikan memberi harga, menghormati, mengindahkan,
dan memandang penting terhadap suatu hal. Menghargai orang lain dapat menciptakan keharmonisan dalam suatu
kelompok, entah itu di sekolah, masyarakat, ataupun dalam keluarga. Adapun sikap-sikap atau ciri-ciri orang yang menghargai orang lain, diantaranya; 1
tidak melecehkan orang lain, 2 mau mendengarkan orang lain ketika berbicara, dan 3 tidak melakukan diskriminasi terhadap orang atau kelompok tertentu.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mengembangkan dua indikator menghargai dalam pengembangan bahan ajar. Indikator yang pertama adalah
mendengarkan orang lain yang berbicara. Mendengarkan dengan baik adalah kunci utama dalam komunikasi agar suatu komunikasi dapat berjalan dengan
lancar. Indikator yang kedua adalah tidak membeda-bedakan teman. Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun dirumah siswa akan bertemu dengan
orang-orang yang berbeda dengan dirinya, maka sangat perlu menekankan kepada siswa bahwa kita harus bisa menerima orang lain dengan baik.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia 2.1.2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia KTSP, 2006:113. Menurut Zulela 2012:4, pembelajaran Bahasa Indonesia di
SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan.
Hakikat pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis serta
menumbuhkan rasa cinta terhadap sastra Indonesia. Tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD sesuai dengan KTSP 2006: 113-114 adalah peserta didik
mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku; menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan; memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya secara tepat, menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
sosial dan emosional; menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa; menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2.1.2.2 Keterampilan Menulis yang Terintegrasi Dengan Pendidikan Karakter
Pembelajaran Bahasa Indonesia memuat empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan
membaca dan keterampilan menulis. Empat keterampilan berbahasa tersebut merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang saling
berkaitan satu dengan lainnya.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis menurut Tarigan 1986:15
adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampaiannya. Dalam KBBI menulis diartikan sebagai
melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat puisi, membuat surat dan sebagainnya dengan tulisan. Keterampilan menulis dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk menuangkan perasaannya atau gagasannya melalui tulisan atau bahasa tulis. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan kreatif. Seseorang melakukan sebuah tindakan pasti memiliki tujuan yang ingin
dicapai, begitu pula dengan menulis. Dengan menulis seseorang akan menghasilkan sebuah karya., sesuai dengan Depdiknas Bahasa 2009 dalam
skripsi Anastasia Tiur Rohani, 2012: 18-19 menuliskan tujuan menulis sebagai berikut. a menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun
peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan pertistiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang
berbagai hal yang dapat maupun terjadi di muka bumi ini. b membujuk. Melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat menentukan sikap,
apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukan. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan menggunakan bahasa yang
persuasif. c mendidik merupakan salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan. Melalui membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan
terus bertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya akan menentukan perilaku seseorang. Orang yang berwawasan luas akan lebih terbuka dengan
berbagai hal, penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang lain dan mampu berpikir rasional. d menghibur. Fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi,
bukan monopoli media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan ringan atau
bacaan- bacaan “ringan” yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu
bisa pula menjadi bacaan yang menghibur untuk melepaskan ketegangan setelah seharian sibuk beraktifitas.
Dalam bukunya Tarigan 2008: 24 juga menuliskan tujuan dari kegiatan menulis, a memberitahukan atau mengajar; b meyakinkan atau mendesak; c
menghibur atau menyenangkan; d mengutarakanmengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam kegiatan menulis dapat memupuk nilai-nilai karakter, karena tulisan merupakan
cerminan pribadi seseorang. Keterampilan menulis yang dikembangkan peneliti adalah melengkapi cerita rumpang.
2.1.3 Pengembangan Bahan Ajar Yang Terintegrasi Dengan Pendidikan Karakter
Menurut National Centre For Competency Based Training dalam Andi Prastowo 2012: 16, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunkan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tak tertulis. Panen dalam
Andi Prastowo 2012: 17, mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan
peserta di dik dalam proses pembelajaran.”
Prastowo 2012: 17, menyimpulkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan baik informasi, alat, maupun teks yang disusun secara sistematis, yang
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan didalam pembelajaran. Bahan ajar dapat diartikan sebagai sekumpulan
materi atau bahan-bahan pelajaran yang disusun secara sistematis untuk digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai oleh peserta didik. Bahan ajar keterampilan menulis berbasis karakter adalah sekumpulan
materi atau bahan-bahan yang memuat kompetensi keterampilan menulis yang harus dikuasai siswa yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter. Unsur-
unsur yang harus ada dalam sebuah bahan ajar meliputi, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan pendukung,
petuntuk kerja atau lembar kerja dan evaluasi.
2.1.4 Model Pengembangan Bahan Ajar yang Terintegrasi Pendidikan Karakter
Model yang digunakan untuk mengembangkan bahan ajar ini adalah model pengembangan bahan ajar model kemp yang telah direvisi dalam Triyanto 2009:
180-183 yaitu sebagai berikut.
Pengembangan model Kemp berupa lingkaran yang kontinum. Setiap langkah dalam pengembangan model kemp ini berkaitan langsung dengan
aktivitas revisi. Pengembangan dalam model kemp ini dapat dimulai dari titik manapun, sehingga memungkinkan pengembang dapat memulai dari titik mana
saja. Semua komponen dalam pengembangan model kemp saling berhubungan satu dengan lainnya, sehingga apabila terjadi perubahan pada satu komponen
dapat mengakibatkan pengaruh pada komponen lainnya. Dalam lingkaran model Kemp menunjukkan kemungkinan revisi pada tiap komponen, sehingga
memungkinkan pengembang untuk merevisi bagian mana saja yang diperlukan untuk revisi.
Unsur-unsur dalam pengembangan model kemp meliputi Pertama, identifikasi masalah pembelajaran. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengidentifikasi adanya kesenjangan antara tujuan dalam kurikulum dan fakta
Revision
Formative Project Management
S up
po rt
Se rv
iv e
S um
m at
iv e
E v
al ua
tio n
Instructional problem Learner
characteristic Instructional
Resource Evaluation
instrument Instructional
Delivery Instructional
Strategies Task Analysis
Instructional Objectives
Content Sequencing
Gambar. 2.1. Siklus Pengembangan Perangkat Model Kemp yang direvisi
dilapangan. Kedua, analisis siswa. Analisis siswa diperlukan untuk mengetahui tingkah laku awal dan karakteristik siswa seperti ciri, kemampuan, dan
pengalaman baik individu maupun kelompok. Ketiga,
analisis tugas. Menurut Kemp dalam Triyanto 2009: 181, analisis tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi suatu pengajaran. Analisis
tugas memuat analisis struktur isi, analisis konsep, analisis prosedural, dan analisis pemrosesan informasi. Analisis struktur isi dilakukan dengan mencermati
kurikulum mulai dari bahan kajian, pokok bahasan, sub pokok bahasan, serta garis besar perincian isi pokok bahasan. Analisis konsep dilakukan dengan
mengidentifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan dan disusun secara sistematis sesuai urutan penyjiannya dan merinci konsep-konsep yang relevan.
Menurut Kemp dalam Triyanto 2009: 182, analisis konsep digunakan untuk mengidentifikasi fakta, konsep, prinsip, dan aturan yang dibutuhkan dalam
pengajaran. Analisis prosedural dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sesuai dengan bahan kajian, hasil analisis ini akan diperoleh
peta tugas dan analisis prosedural. Analisis pemrosesan informasi dilakukan untuk mengelompokan tugas-tugas yang dilaksanakan siswa selama pembelajaran. Hasil
analisis ini adalah cakupan konsep atau tugas yang akan diajarkan dalam satu rencana pelajaran.
Keempat, merumuskan
indikator. Indikator
merupakan tujuan
pembelajaran yang diperoleh dari hasil analisis tujuan pada tahap satu. Indikator dirumuskan berfungsi sebagai alat untuk mendesain kegiatan pembelajaran,
kerangka kerja dalam merencanakan cara mengevaluasi hasil belajar siswa, dan panduan siswa dalam belajar.
Kelima, penyusunan instrumen evaluasi. Penyusunan instrumen evaluasi
digunakan untuk mengukur ketuntasan indikator dan ketuntasan penguasaan siswa terhadap materi. Keenam, strategi pembelajaran. Pemilihan strategi belajar
mengajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Kegiatan pada tahap meliputi pemilihan model, pendekatan dan metode, pemilihan format yang dipandang
mampu memberikan pengalaman yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Ketujuh, pemilihan media atau sumber pembelajaran. Pemilihan media dan
sumber pembelajaran berdasarkan hasil analisis tujuan, karakteristik siswa, dan tugas. Kedelapan, pelayanan pendukung. Pelayanan pendukung tidak berkaitan
langsung dengan substansi pengembangan perangkat, namun sangat menentukan keberhasilan pengembangan perangkat. Pelayanan pendukung berupa kebijakan
kepala sekolah, guru mitra, dan lain-lain yang dapat membatu keberhasilan pengembangan perangkat.
Kedelapan, evaluasi formatif. Evaluasi formatif brefungsi sebagai
pemberi informasi kepada pengajar atau tim pengembang seberapa baik program telah berfungsi dalam mencapai bebagai sasaran. Penilaian formatif dilaksanakan
selama pengembangan dan uji coba. Kesembilan,
evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan-tujuan utama pada akhir pembelajaran.
Penilaian sumatif meliputi hasil ujian akhir unit, dan uji akhir untuk pelajaran tertentu.
Kesepuluh, revisi perangkat pembelajaran. Kegiatan revisi dilakukan
secara terus-menerus pada setiap langkah pengembangan. Kegiatan revisi
dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat. Revisi dilakukan berdasarkan masukan dan penilaian yang diperoleh dari kegiatan
validasi perangkat pembelajaran oleh pakar dan uji coba terbatas.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Terdapat dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Ajeng Christy Suryaningrum 2012 dan Anastasia Tiur Rohani 2012.
Penelitian pertama oleh Ajeng Christy Suryaningrum 2012 yang berjudul “Pengembangan Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Bermuatan Pendidikan
Karakter Bangsa Kelas XI Semester I SMA Stella Duce Bantul, Yogyakarta, Tahun Ajaran 20111012 Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP”. Langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran bahasa Indonesia
bermuatan pendidikan karakter bangsa, meliputi 1 analisis kebutuhan, 2 pembuatan produk, 3 uji coba, 4 penilaian, 5 revisi. Hasil penilaian yang
diperoleh yaitu siswa 75, guru 80, dan dosen 90. Masing-masing hasil data penelitian mendapat kualifikasi baik dari siswa dan guru, kualifikasi sangat baik
dari dosen. Produk pengembangan materi dikatakan layak untuk dipergunakan karena hasil data 65 dan kualifikasi diatas cukup.
Penelitian kedua ditulis oelh Anastasia Tiur Rohani 2012 yang berjudul “Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Menulis Bahasa
Indonesia Untuk Siswa SMP Kelas VIII Semester 1 dan 2”. Langkah-langkah
pengembangan pembelajaran menulis yang terintegrasi dengan pendidikan karakter adalah 1 analisis kebutuhan, 2 pengembangan produk 3 validasi ahli,
4 revisi, 5 uji coba produk, 6 revisi akhir, 7 produk bahan ajar akhir. Dari hasil uji coba produk berupa modul pembelajaran menulis untuk kelas VIII telah
sesuai dengan kebutuhan siswa,akan tetapi dengan syarat perbaikan pada hal-hal yang diperlukan.
2.3 Kerangka Berpikir