BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pekerja di suatu perusahaan adalah ujung tombak perusahaan yang paling utama dalam proses produksi, oleh karena itu, kesehatan fisik maupun mental pekerja
harus baik dan mendapat perhatian dari perusahaan agar produktivitas dan kreativitas pekerja dapat ditingkatkan. Selain kondisi fisik, kondisi kesehatan jiwa sama
pentingnya bagi kesehatan seseorang. Berbagai masalah di lingkungan kerja misalnya jenjang karir, pembagian tugas, hubungan dengan atasan, dan juga kondisi
lingkungan kerja seperti penataan ruangan, suhu, penerangan, kebisingan, kelengkapan peralatan kerja dan lain-lain bisa menjadi stressor kerja pada pekerja di
suatu tempat kerja Sosrosumihardjo, 2008. Selain itu, pekerja juga merupakan aset bagi suatu perusahaan, maka mereka harus sehat secara fisik dan mental Nindya,
2001. Pekerja di pabrik, sering kali mereka harus bekerja tidak mempunyai waktu
istirahat yang cukup. Mereka harus bekerja setiap hari tanpa ada hari libur. Bahkan pada saat waktu istirahat, mereka harus rela dipanggil ke pabrik untuk bekerja. Hal
inilah terkadang membuat mereka merasa frustasi. Benturan-benturan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ikut berperan
dalam produktivitas mereka.
1
Universita Sumatera Utara
Semua pekerja memiliki fungsi dan peran lain di luar lingkungan kerja mereka misalnya sebagai kepala rumah tangga dan lainnya. Kedua peran ini saling
berpengaruh terhadap satu dengan lainnya dan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi benturan yang memicu terjadinya suatu masalah. Hal ini sejalan dengan hasil
observasi yang dilakukan, dimana tampak seorang pekerja yang marah, memukul benda dan mengucapkan kata-kata “kotor” kepada pekerja lainnya. Hal ini mungkin
saja dikarenakan adanya pemicu masalah yang ada. Job Stress Model dari National Institute For Occupational Safety and Health
NIOSH menyatakan bahwa berbagai stressor kerja di lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi psikis, behavior dan fisiolgis yang dapat mempengaruhi
kesehatan. Beberapa reaksi psikis ringan yang dapat timbul akibat stres antara lain cemas, tegang, marah-marah, gelisah, depresi dan menurunnya konsentrasi. Apabila
hal ini terus dialami oleh pekerja maka akan berdampak pada produktivitas pekerja dan kinerja perusahaan.
Kesehatan mental dapat berpengaruh terhadap sasaran atau tujuan kesehatan kerja, sehingga psikologi kerja juga erat kaitannya dengan kesehatan keselamatan
kerja. Sasaran dan tujuan dari kesehatan keselamatan kerja adalah untuk mendapatkan derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial serta
untuk mendapatkan derajat produktivitas tenaga kerja setinggi-tingginya. Untuk mencapai hal tersebut, maka dibutuhkan kondisi lingkungan kerja yang ergonomi dan
bebas dari ancaman bahaya.
Universita Sumatera Utara
Lingkungan kerja yang baik merupakan aspek yang penting dalam bekerja. Oleh karena itu, pekerja membutuhkan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan bebas
dari pencemaran lingkungan. Hal ini menjadi perhatian setiap tempat kerja agar terciptanya kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja. Selain itu ada berbagai
faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan dan pekerja di tempat kerja yang harus diperhatikan agar dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang bebas dari
bahaya, yaitu a faktor fisik, b faktor kimia, c faktor biologi, d faktor ergonomi, dan e faktor psikologis.
Faktor psikologis merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi lingkungan kerja meliputi kondisi mental dan emosional seorang pekerja. Kondisi
mental emosional seorang pekerja dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia bekerja. Semakin ergonomi tempat kerja maka akan semakin rendah prevalensi terjadinya
gangguan mental pada pekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja di tempat kerja. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat stres yang terdapat di tempat kerja
tersebut. Tempat kerja yang sehat, aman dan bebas dari pencemaran lingkungan bagi
pekerja merupakan tempat kerja yang mempunyai lingkungan kerja yang ergonomi, kondisi lingkungan kerja yang baik, tata ruang yang baik, suhu normal, penerangan
cukup, tidak adanya kebisingan dan getaran yang dapat mempengaruhi performa pekerja dalam bekerja. Dari hasil survei pendahuluan di PT. Asianagro Agung Jaya,
sebuah pabrik pengolahan Crude Palm Oil, dapat diketahui bahwa pabrik tersebut tidak mencerminkan tempat kerja yang sehat, aman dan bebas dari pencemaran
Universita Sumatera Utara
lingkungan dikarenakan di bagian pabrik dirasakan kondisi lingkungan kerja yang tidak membudayakan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari
kondisi fisik lingkungan kerja yang bising, panas dan bergetar serta kondisi lantai yang licin dan menimbulkan bau yang tidak enak. Inilah yang menjadi stressor kerja
di pabrik pengolahan Crude Palm Oil ini. Sesuai dengan pernyataan Ivancevich 2006 bahwa pabrik adalah salah satu tempat kerja yang mempunyai stressor kerja
yang membahayakan bagi pekerja. Stressor kerja merupakan suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara
potensial membahayakan seseorang Ivancevich, dkk, 2006. Selain itu stressor juga merupakan penyebab utama stres dimana stres merupakan kondisi lingkungan tempat
tuntutan fisik dan emosional pada pekerja Sopiah, 2008. Stressor kerja dapat timbul dari lingkungan kerja ataupun dari luar lingkungan kerja. Stressor yang timbul dari
lingkungan kerja meliputi lingkungan fisik, stres karena peran atau tugas, penyebab stres antar pribadi dan organisasi sedangkan stressor yang berasal dari luar
lingkungan kerja seperti keadaan ekonomi dan keluarga. Stressor yang terjadi dalam durasi yang panjang akan mengakibatkan gangguan fisik dan emosional pada pekerja
yang mengarah kepada stres kerja Ivancevich, 2006. Stres kerja didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres
sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik
individu. Stres sebagai respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat fisiologis, psikologik terhadap
stressor yang berasal dari lingkungan
Universita Sumatera Utara
Gibson,dkk.,2000, sehingga mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif ditengahi oleh perbedaan individual danatau proses psikologis, yaitu suatu
konsekuensi dari setiap kegiatan lingkungan, situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang
Gibson,dkk.,2000. Stres yang membebani tuntutan psikologis salah satunya akan berdampak
pada gangguan mental emosional pekerja. Gangguan mental emosional ini dapat berupa luapan kemarahan, kecemasan, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung
Bambang Tarupolo, 2002. Hal ini dapat diketahui melalui hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan, didapati adanya perilaku kemarahan yang bergejolak sampai
melakukan pengrusakan barang yang dilakukan oleh pekerja di pabrik tersebut dan hal ini menurut informasi yang diterima sering terjadi di pabrik tersebut. Penelitian
di Swedia di Pusat Kesehatan Kerja yang diukur menggunakan Hopkins Symptom Check List HSCL-25 didapatkan bahwa stres kerja menyebabkan Kecenderungan
Gejala Gangguan Mental Emosional KGGME Claxton, 1999. Penelitian senada juga mendapatkan pravalensi KGGME sebesar 27,6 pada karyawan pengawas
perbankan di Jakarta. Pekerja yang mempunyai kecenderungan gejala gangguan mental emosional
maka akan mempengaruhi performanya dalam bekerja yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Hal-hal tersebut dapat ditanggulangi dengan merubah
lingkungan atau perubahan lingkungan ke arah perbaikan yang memenuhi standar kesehatan kerja, merubah persepsi tenaga kerja terhadap hal-hal yang negatif ke arah
Universita Sumatera Utara
positif, serta meningkatkan daya tahan tenaga kerja terhadap stres. Menurut pendapat Keith Davis dan John W.Newstrom 2003, ada 4 empat pendekatan terhadap stres
kerja yang dapat diterapkan, yaitu dukungan sosial social support, meditasi meditation, biofeedback, dan program kesehatan pribadi personal wellness
programs. Survei awal yang dilakukan di pabrik crude palm oil tersebut dengan
memberikan kuesioner Survei Diagnostik Stres pada 20 orang pekerja di pabrik ditemukan bahwa 17 orang pekerja berada dalam kategori stres tinggi dan 3 orang
berada dalam kategori stres sedang serta tidak ada pekerja yang berada pada kategori stres rendah. 10 orang diantaranya bekerja di bagian Refinery yaitu yang merupakan
tempat pengelolaan CPO Crude Palm Oil dengan kapasitas 300 tonhari. Refinery merupakan salah satu tempat yang tidak nyaman dikarenakan suhu
yang ada berkisar 35
o
PT.Asianagro Agung Jaya merupakan salah satu pabrik pengolahan Crude Palm Oil dengan kapasitas 300 tonhari. Berdiri pada tahun 1983 dan berlokasi di
Desa Kapias Batu VIII Pulau Buaya Kec. Teluk Nibung, Tanjungbalai, Sumatera C serta kebisingan di lokasi kerja tersebut adalah 85 dBA atau
decibel adjusted yang merupakan ukuran untuk menyatakan tingkat kebisingan. Hal ini sangat mengganggu kegiatan bekerja para pekerja tersebut dan dapat menjadi
faktor pemicu stres kerja yang dialami oleh pekerja. Shift kerja juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan stres kerja tinggi. Hal ini dikarenakan di pabrik
tersebut sistem shift kerja tidak beraturan, artinya pekerja bisa mengalami shift kerja sepanjang hari mulai dari pagi hingga malam.
Universita Sumatera Utara
Utara. Lokasi pabrik ini bukanlah di daerah perkebunan melainkan di daerah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai Nelayan. Pabrik terdiri
dari 2 dua plant yaitu Fraksinasi dan Refinery serta daerah tempat Boiler. Crude Palm Oil yang diproduksi berasal dari grup sendiri dan dipasarkan lokal dan export
melalui pelabuhan Belawan. Setelah melakukan survei pendahuluan di PT. Asianagro Agung Jaya dan
berdasarkan uraian permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk penelitian dengan judul : “Analisis Hubungan Antara Stressor Kerja Dengan Gangguan Mental
Emosional Pada Pekerja Di Pabrik Pengolahan Crude Palm Oil PT.Asianagro Agung Jaya Kota Tanjungbalai Tahun 2013”.
1.2. Permasalahan