130 sosiologi pada siswa yang diajarnya. Padahal WrightMills dalam Robet
2014 menegaskan bahwa tujuan belajar sosiologi adalah untuk mendapatkan imajinasi sosiologi. Dengan memiliki imajinasi sosiologis,
seseorang yang belajar sosiologi bisa memahami setiap gejala sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dengan memahami gejala sosial yang
terjadi maka seseorang akan memiliki kesadaran individual dan sosial, memiliki kepekaan dan kepedulian sosial, peka dan peduli terhadap
masalah-masalah sosial dan tanggungjawab pemecahannya dan memiliki kesadaran bahkan tergerak untuk melakukan pemberdayaan sosial. Hal-hal
tersebut pulalah yang sesungguhnya menjadi hakikat orientasi pembelajaran sosiologi SMA dalam kurikulum 2013.
Dengan demikian maka pemahaman hakikat dan tujuan pembelajaran sosiologi mutlak harus tertanam pada jiwa setiap guru sosiologi di SMA. Ketika hal
tersebut sudah terwujud maka harapannya guru sosiologi SMA akan mengajarkan materi sosiologi yang benar dengan cara yang benar pula sehingga
akan tumbuh kepekaan dan kepedulian sosial pada siswa SMA sebagai nurturent effect pembelajaran sosiologi SMA. Maka dengan kondisi seperti itu,
sesungguhnya guru sosiologi SMA tidak akan mengalami kesulitan untuk mengaitkan bahkan mengaplikasikan pendidikan karakter bangsa dalam
pembelajarannya atau dalam konsep Kurikulum 2013 direpresentasikan pada KI 1 dan KI 2 mata pelajaran sosiologi. Dalam dokumen Kurikulum 2013 dijelaskan
bahwa KI 1 dan KI 2 yaitu keterampilan sosial dan menumbuhkan sikap religius dan etika sosial yang merupakan indirect teaching yang menyertai setiap
kegiatan pembelajaran sangat selaras dengan hakikat dan tujuan pembelajaran sosiologi.
2. Kompetensi Yang Akan Dicapai Melalui Pembelajaran Sosiologi
Kompetensi yang akan dicapai melalui pembelajaran sosiologi di SMA dijabarkan dalam Kompetensi Dasar Pelajaran Sosiologi SMA di kelas X, XI, dan
XII penjelasan ada pada lampiran. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis saat mendampingi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Guru SMA
mata pelajaran sosiologi, mayoritas guru membaca dan memaknai kalimat KD
131 secara parsial, bukan secara utuh sebagai satu kalimat KD yang memiliki makna
dan tujuan. Berikut merupakan salah satu contohnya. Kompetensi Dasar kls X
1. Menganalisis berbagai gejala sosial dengan menggunakan konsep- konsep dasar Sosiologi untuk memahami hubungan sosial di masyarakat
2. Melakukan kajian, diskusi dan mengaitkan konsep-konsep dasar Sosiologi untuk mengenali berbagai gejala sosial dalam memahami
hubungan sosial di masyarakat Ketika mengartikan KD tersebutdi atas secara parsial yaitu hanya
mengambil konsep gejala sosial, kemudian penekanan pembelajaran yang akan dilaksanakan adalah terbatas mencari pengertian gejala sosial, bentuk-bentuk
gejala sosial, factor-faktor yang melatar belakangi terjadinya gejala sosial dsb. Kata kerja operasi
onal “Menganalisis” seolah dikesampingkan, demikian pula dengan konsep dasar sosiologi yang harusnya melekat dengan gejala sosial
justru diabaikan. Kesalahan dalam membaca KD 3.3 ini berpengaruh pada ketidakjelasan dan ketidaksistematisan materi yang diberikan pada peserta didik.
Materi-materi yang diajarkan pada kelas X merupakan materi sosiologi yang dikaji dari sudut pandang mikro, sehingga gejala sosial dalam KD 3.3 ini
seharusnya dianalisis dari sudut pandang mikro yaitu menggunakan konsep dasar sosiologi yang sudah diajarkan pada KD sebelumnya terkait interaksi
sosial, nilai dan norma sosial, sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Mayoritas guru membaca KD 3.3 ini hanya menekankan pada gejala sosial
semata dan mengabaikan konsep dasar sosiologi, sehingga guru mengajarkan gejala sosial dengan menyampaikan materi kriminalitas, kemiskinan, kejahatan,
konflik, dsb yang seharusnya baru akan dibelajarkan di kls XI atau kelas XII yang lebih memfokuskan pada kajian sosiologi makro.
Hal di atas terjadi karena kecenderungan guru-guru sosiologi SMA masih berorientasi pada materi semata. Kondisi seperti itu akan berimplikasi panjang,
mulai dari penyusunan indikator pencapaian kompetensi IPK yang kurang tepat, penerapan metode pembelajaran dan pemilihan teknik penilaian yang tidak
sesuai serta secara keseluruhan pembelajaran menjadi tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan KD. Berikut ini ilustrasi perbandingan dalam
merumuskan Kompetensi Dasar menjadi IPK.
132 Kelas XII
KD 3.1. Menganalisis perubahan sosialdan akibat yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat
4.1. melakukan kajian, pengamatan dan diskusi dalam perubahan sosial dan akibat yang ditimbulkannya
IPK KOLOM A
KOLOM B
3.1.1. Menjelaskan pengertian perubahan sosial
3.1.2.Mengidentifikasi teori-teori perubahan sosial sesuai
tokoh pengembangnya 3.1.3.Mengidentifikasi fenomena
sosial yang menunjukan perubahan sosial
berdasarkan pengamatan lingkungan
3.1.4. Mengidentifikasi tiga faktor yang mempengaruhi
perubahan sosial 3.1.5. Mengidentifikasi faktor
pendorong perubahan sosial 3.1.6.Mengidentifikasi faktor
penghambat perubahan sosial
4.1.1. Membuat tulisan tentang fenomena sosial yang
menunjukan terjadinya dampak positif atau negatif
perubahan sosial untuk masyarakat berdasarkan
pengamatan sosial , sesuai salah satu teori perubahan
sosial
3.1.1 Menemutunjukkan
perubahan social yang terjadi di lingkungan
masyarakat
3.1.2 Mengidentifikasi
mengapa terjadi perubahan sosial di
lingkungan masyarakat
3.1.3 Menganalisa akibat
perubahan social di lingkungan masyarakat
3.1.4 Menganalisis kesesuaian
teori Perubahan Sosial dengan realitas sosial
4.1.1 Melakukan pengamatan,
Di lingkungan masyarakat
4.1.2 Melakukan diskusi
perubahanan social di lingkungan masyarakat
4.1.3 Melaporkan hasil diskusi
perubahanan social di lingkungan masyarakat
Rumusan IPK dalam Kolom A di atas menunjukkan IPK yang hanya berorientasi pada penuntasan materi atau pengetahuan yang terdapat dalam
buku. IPK disusun berdasarkan susunan sub-sub materi atau sub-bab dalam buku pelajaran, s
ehingga “menganalisis akibat perubahan sosial” yang menjadi tuntutan utama dalam KD justru tidak ditemukan dalam rumusan IPK ini.
Rumusan IPK yang kurang tepat dan cenderung berfokus pada penuntasan
133 materi dalam buku pelajaran akan sulit diterapkan dengan pembelajaran
kontekstual dan pembelajaran induktif yang ditekankan Kurikulum 2013. Rumusan IPK yang berorientasi penuntasan konsep materi seperti yang
tercantum dalam buku pelajaran membawa dampak yaitu guru tidak akan melakukan perubahan paradigmanya dalam mengajarkan sosiologi di SMA.
Dalam setiap pertemuan pembelajaran di kelas, mereka selalu fokus pada penuntasan KD dengan cara membagi IPK yang disusun menjadi beberapa kali
pertemuan dan mengabaikan keterkaitan dan kesatuan antar IPK. Sedangkan rumusan IPK dalam Kolom B menunjukkan IPK yang benar-
benar berorientasi dan mencerminkan ketercapaian KD. IPK yang dikembangkan seperti itu akan mendorong pada pembelajaran kontekstual dan pembelajaran
induktif yang diawali dengan kegiatan belajar mengamati kasus-kasus riil atau fakta sosial menuju ke konseptualisasi-konseptualiasi serta gagasan untuk
mengatasinya. Melalui IPK yang kontekstual maka praktek pengetahuan sosiologi akan mudah dilaksanakan dalam setiap tatap muka, karena guru tidak
hanya berfokus menuntaskan penguasaan konsep-konsep materi. Dengan demikian aktivitas pembelajaran akan cenderung variatif, menyenangkan dan
mampu menumbuhkan sikap kritis dan daya anlisis siswa. Selain itu, IPK yang mendorong penerapan pembelajaran kontekstual akan mengarahkan guru dalam
menyusun indikator soal berupa soal-soal yang high order thinking seperti soal- soal penerapan, analisis dan sintesis. Dengan demikian akan meminimalisir soal-
soal pengetahuan yang sifatnya hafalan semata.
3. Pemahaman tentang Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Sosiologi