19
Gambar 4. Struktur kimia senyawa diosgenin Sumber : dweck 2002
d. Tannin
Tannin adalah zat, pahit polyphenol tanaman yang baik dan cepat mengikat atau mengecilkan protein. Zat dari tannin menyebabkan perasaan kering
pada mulut dengan konsumsi anggur merah, teh pekat, atau buah yang tidak tumbuh. Istilah tannin merujuk pada Penggunaan tannin dalam penyamakan
hewan yang tersembunyi pada kulit. Namun, istilah ini secara luas dirujukan untuk setiap polyphenolic besar kompleks yang mengandung cukup hydroxyl dan
lainnya sesuai kelompok seperti carboxyl kuat untuk membentuk kompleks dengan protein dan lainnya macromolecule. Tannin memiliki berat molekul dari
500 hingga 3,000. Tannin bertentangan dengan basa, gelatin, logam berat, besi, air kapur, garam logam, zat oksidasi yang kuat dan sulfat seng. Salah satu cara untuk
menurunkan kadar tannin dalam kehijauan adalah dengan perendaman dengan menggunakan larutan alkali seperti NH
4
OH, NaOH, K
2
CO
3
, atau CaO. Dengan perendaman senyawa polifenol akan larut dalam air daan basa seingga ikatan
antara protein dan tannin akan terlepas. Namun demikian pemakaian ammonia, alkali, atau kombinasi perendaman yang lainya dapat juga menurunkan kualitas
20
nutrisi kehujauan yang disebabkan terbentuknya ikatan antara kalsium dengan kandungan nutrisi yang penting Butler Jon, 1992. Zat Tanin diketahui sebagai
zat yang menghambat pertumbuhan tanaman. Untuk menghilangkan zat Tanin yang berlebihan, maka bisa dilakukan dengan cara merendam bahan di dalam air
bersih selama beberapa jam, lalu diaduk sampai air berbusa putih. Selanjutnya buang air dan diganti dengan air bersih yang baru. Demikian dilakukan beberapa
kali sampai busa tidak keluar lagi.
Untuk menghilangkan rasa sepat tannin maka diberikan zat kimia tertentu sedemikian rupa sehingga terjadi pengurangan rasa sepat. Adapun cara –
cara yang digunakan biasanya di kombinasikan dengan perlakuan kimia antara lain dengan ditambahkan larutan garam 3 selama 3 – 5 menit. Dalam hubungan
penambahan zat kimia dalam proses pengurangan rasa sepat tannin maka mekanisme penghilanganya adalah karena terjadi proses pengendapan tannin atau
karena terjadi polimerisasi atau kondensasi dari tannin sehingga menjadi tannin yang tidak larut. Cara fisika yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sepat
karena tannin yaitu dengan cara pemanasan, cara pemanasan yang dapat digunakan adalah dengan cara memanaskan buah selama 5 – 15 menit. terjadi
pengurangan rasa sepat pada bahan terutama setelah dipanaskan karena akibat adanya proses pengendapan senyawa tannin Upe, dkk, 1996.
Senyawa tannin seperti yang terlihat pada gambar berikut:
21
Gambar 5. Struktur Tannin Anonimus, 2009
e.
Soda abu abu dapur.
Pemakian abu khususnya abu sekam dapat menurunkan sianida pada bahan karena abu sekam mempunyai kemampuan menyerap cairan sel dalam
jaringan bahan keluar dari umbi sehingga mempermudah keluarnya alkaloid dioskorin pada bahan Mulyani,1990.
Perendaman dalam air selama beberapa hari dapat membantu mempercepat pelarutan dioskorin karena dioskorin larut dalam air Mulyoharjo,
1990. Proses perendaman menyebabkan air berdifisi ke dalam sel-sel bahan melalui membrane yang sangat permiabel. Air perendaman ini kontak dengan
partikel yang akan dilarutkan. Oleh karena itu perendaman yang semakin lama akan semakin banyak pula zat-zat yang dilarutkan sampai pada titik
kesetimbangan Pembayun, 2000. Metode penurunan sianida pada bahan.
22
perendaman irisan bahan dalam larutan garam 8 selama 3 hari mampu mngurangi racun sianida dalam residu yang terbentuk relative rendah yitu 10
mgkg bahan. Sedangkan pemanasan irisan bahan sebesar 2 mm dalam air mendidih selama 30 menit ternyata lebih efektif menurunkan kadar sianida yaitu
mencapai 4,12 mgkg pada bahan gadung Pembayun, 2000. Abu dapur banyak digunakan untuk mengurangi kadar sianida pada
bahan, karena abu dapur mempunyai kemampuan menyerap cairan sel dalam jaringan bahan keluar dari irisan segingga mempermudah keluarnya alkaloid
dioskorin dari dalam bahan dengan begitu sianida yang terlarut dalam air akan ikut terserap oleh abu. Dalam hal ini abu berfungsi sebagai absorben Mulyani,
1990. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
kandungan abu, dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuan. Kadar abu suatu bahan ada hubunganya dengan mineral dalam bahan
tersebut. Mineral yang terdapat pada suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Sifat abu juga ditentukan oleh
dominan atau tidaknya mineral senyawa basa Na, Mg, K dan Cadan mineral pembentuk asam P, S, dan Cu berdasarkan ukuran pH larutan abu jerami bersifat
basa Sudarmadji, 1994 dalam Rahmawati, 1993. Abu dapur merupakan abu hasil pembakaran kayu atau bahan lain pada
saat memasak. Abu dapur dapat dikatakan sebagai abu campuran karena kandungan dari abu tersebut tergantung pada kayu atau bahan-bahan yang
digunakan pada saat memasak, dengan demikian komposisi dari abu dapur tidak
23
dapat diketahui secara pasti kecuali jika dilakukan analisa mengenai komponen kimia dari abu dapur tersebut, terutama kandungan mineral-mineral penyusun abu.
Abu dari kayu bakar biasanya mempunyai kandungan potassium yang tinggi tetapi mudah larut dan dihilangkan dengan oleh air hujan Anonymus, 2005.
Adapun kandungan mineral dari abu dapur yang dianalogkan dengan abu sekam padi dapat dilihat pada Table 1:
Tabel 1. Nilai kandungan mineral abu sekam padi
Mineral Jumlah bb
SiC2 Al2O3
K2o Na2O
CaO MgO
Fe2O3 LOI
90,43 0,02
3,72 0,04
0,43 0,16
0,09 5,11
Sumber: Zubaidah, 2003 Menurut Houston, 1972 dalam Rahmawati 1993, abu pada umumnya
bersifat porous sehingga mudah menyerap air disekelilingnya, dan karena pengaruh porositas dari abu inilah maka kadar sianida dalam bahan dapat
menurun. Adapun mekanisme penurunan kadar racun sianida menurut Rahmawati
1993 adalah karena pengaruh porositas dan terkontaminasinya garam-garam anorganik pada abu yang menyebabkan penarikan air sel. Semakin besar
konsentrasi abu maka semakin banyak pula air sel yang keluar sehingga semakin banyak asam sianida yang hilang.
24
Selain karena porositas, abu juga dapat melarutkan sianida dengan cara membentuk garam netral yang larut air. Asam sianida membentuk garam netral
dengan logam alkali Na, K, yang larut dalam air 5-25. Sementara itu dengan logam alkali tanah termasuk Mg atau logam berat, mempunyai kelarutan yang
sangat kecil dalam air Noor, 1992.
Struktur abu dapur seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Struktur abu dapur Anonymous, 2009
f.
Blanching
Blanching adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara langsung pada suhu 71
o
C dan kurang dari 100
o
C selama 5 menit. Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, proses thermal ini merupakan suatu
tahap proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dikeringkan, dikalengkan, atau dibekukan Suksmadji, 1988.
Tujuan blanching dapat berbeda-beda, didalam proses pengeringan blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang
mungkin dapat merubah warna, tekstur, cita rasa, maupun nilai nutrisinya selama penyimpanan Muchtadi, 1989.
Susanto dan Saneto 1994 menyatakan bahwa penggunaan suhu tinggi selama waktu tertentu dapat menginaktifkan fenolase dan semua enzim yang ada
dalam bahan pangan.
25
Didalam bahan mentah yang akan diolah juga terdapat enzim. Sebagaimana diketahui bahwa enzim adalah suatu biokatalisator yang
bertanggung jawab terhadap proses-proses oksidasi maupun hidrolisa didalam bahan mentah. Adanya proses-proses tersebut maka akan menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan, baik yang dapat merusak maupun tidak. Perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
jelas tidak dikehendaki, sebab akan menyebabkan turunnya kualitas produk akhir. Pada pengolahan enzim ini harus diinaktifkan. Perlu diketahui bahwa sistem
enzim ini sangat kompleks dan bervariasi, sesuai dengan macam dan jenis komoditi bahan mentahnya.
Menurut Suksmadji 1988, semua komoditi yang akan dikeringkan harus dilakukan blanching, atau perlakuan panas yang lain selama dalam proses
pengolahan. Bahan mentah yang akan diolah bilamana masih dalam keadaan mentah, sifat-sifatnya adalah teksturnya masih keras dan tegar, poreus,
voluminous, dan tidak permeable terhadap air. Memberikan flavour, bau dan aroma yang masih mentah. Memberikan kenampakan yang bersifat segar.
Sehingga dalam keadaan yang demikian tidak dapat langsung diawetkan. Dalam hubungannya dengan pengolahan maka dengan diberikan perlakuan blanching
justru akan memperbaiki sifat-sifatnya. Untuk bahan pangan yang akan dikeringkan, blanching akan
mempercepat proses pengeringan karena membuat membran sel permeabel terhadap perpindahan air. Disamping itu blanching dapat dianggap sebagai usaha
26
“pemasakan” untuk produk kering yang langsung dikonsumsi Muchtadi dan Sugiyono, 1992.
g. Proses pembuatan tepung mangrove Avicenna, sp