Simile Pergantian Arti Displacing of Meaning

adanya dewa-dewa. Dewa-dewa merupakan makhluk suci yang memiliki kekuatan dan tugas yang berbeda pada masing-masing dewa. Schiller mengibaratkan Freude seperti percikan cahaya dewa-dewa yang indah. Seperti halnya cahaya yang mampu menerangi dan menuntun dalam kegelapan, Freude pun demikian. Dewa-dewa yang dimaksud di sini dapat juga diartikan menjadi Tuhan. Dengan kata lain, percikan cahaya dewa-dewa yang indah juga dapat diartikan menjadi percikan cahaya Tuhan. Kemudian pada baris ke-2 kebahagiaan dilanjutkan berasal dari Elysium. Dalam mitologi Yunani Elysium merupakan tempat yang indah di mana para dewa tinggal atau dapat dikatakan surga. Kebahagiaan juga mengiaskan berasal dari surga, tempat yang indah dan suci. 10. Diesen Kuß der ganzen Welt Kuß ciuman pada baris ke-10 bermakna kasih sayang. Pada baris ini Schiller ingin mengungkapkan untuk menyebarkan kasih sayang ke seluruh dunia. Kasih sayang dapat memberi energi positif pada semua makhluk, sehingga tidak ada lagi perselisihan dan perpecahan di dunia. Untuk itu, kasih sayang perlu diberikan di seluruh dunia. 13. Wem der große Wurf gelungen, 14. eines Freundes Freund zu sein, Wurf yang memiliki arti lemparan pada baris ini memiliki makna keberuntungan. Kutipan ini memiliki arti siapapun yang setia pada sahabatnya akan dilimpahi keberuntungan wem der große Wurf gelungen, eines Freundes Freund zu sein. Pada kutipan ini tampak bahwa Schiller sangat mengapresiasi siapapun yang setia pada sahabat dan mereka akan mendapatkan keberuntungan atas kesetiakawanan mereka. 25. Freude trinken alle Wesen 26. an den Brüsten der Natur, 27. alle Guten, alle Bӧsen 28. folgen ihrer Rosenspur. Freude trinken alle Wesen an den Brüsten der Natur merupakan metafora. Trinken meminum pada baris ini memiliki arti mendapatkan. Semua makhluk hidup dapat memperoleh kebahagiaan atau karunia dari alam yang melimpah ruah an den Brüsten der Natur. Tuhan memberikan karunia alam yang melimpah ruah untuk seluruh makhluk hidup. Seluruh makhluk hidup dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan karunia alam tersebut. Pada baris ke-28 terdapat kata Rosenspur jejak mawar. Jejak mawar di sini mengibaratkan jalan yang indah untuk menjalani hidup demi mencapai kebahagiaan. Semua makhluk hidup berjuang hidup demi mencapai kebahagiaan dengan caranya masing-masing, baik itu dengan cara yang baik Guten atau buruk Bösen. 29. Küsse gab sie uns und Reben, 30. einen Freund, geprüft im Tod, 31. Wollust ward dem Wurm gegeben, 32. und der Cherub steht vor Gott. Sie pada baris ke-29 merupakan kata ganti untuk Freude kebahagiaan. Kebahagiaan seolah-olah memberikan manusia ciuman-ciuman kasih sayang dan minuman-minuman anggur. Minuman-minuman anggur tersebut merupakan simbol darah Yesus untuk menebus dosa umatnya. Einen Freund pada baris ke-30 merupakan Yesus. Kemudian pada baris ke-30 memiliki makna Yesus yang selamat dari kematian untuk membuktikan kuasaNya einen Freund, geprüft im Tod. Selanjutnya pada baris ke-31 terdapat kalimat kebahagiaan pun diberikan pada cacing. Cacing adalah makhluk kecil yang tidak berdaya. Wollust ward dem Wurm gegeben memiliki makna bahwa kebahagiaan juga diberikan kepada makhluk kecil dan tak berdaya. Bahkan Kherub yang merupakan malaikat khusus yang melayani Tuhan berdiri di hadapan Tuhan. Tuhan memberikan kebahagiaan pada semua makhluk tak terkecuali. 37. Freude heisst die starke Feder 38. In der ewigen Natur. Kebahagiaan Freude diibaratkan seperti pena kuat die starke Feder. Pena adalah adalah tulis yang dapat memiliki banyak warna untuk melukiskan sesuatu. Schiller mengibaratkan kebahagiaan seperti pena yang melukiskan dan memberi warna pada dunia in der ewigen Natur. Warna-warna tersebut akan membuat dunia menjadi lebih indah. Seperti itulah kebahagiaan memiliki peran penting untuk membuat alam dunia menjadi lebih berwarna dan lebih indah. 65. Groll und Rache sei vergessen, 66. unserm Todfeind sei verziehn. 67. keine Träne soll ihn pressen, 68. Keine Reue nage ihn Schiller hidup pada masa pemerintahan Raja Karl Eugen. Pada masa pemerintahannya, ia sering berperilaku sewenang-wenang pada rakyat. Rakyat dan bahkan Schiller membenci raja tersebut dan ingin membalas dendam atas ketidakadilan yang mereka terima. Todfeind musuh bebuyutan pada baris ke-66 merupakan Raja Karl Eugen. Namun pada baris ke-65 sampai ke-68 Schiller mengatakan untuk melupakan rasa benci dan keinginan untuk membalas dendam pada musuh bebuyutan mereka yaitu Raja Karl Eugen. Tidak perlu ada air mata