139 Berbagai prasyarat yang merupakan hasil penelitian, dan kendala untuk
pengembangan fungsi lingkungan RTH ini dapat diantisipasi dengan membentuk suatu rencanarancangan RTH kota yang terstruktur. Berdasarkan hasil pene-
litian ini, diharapkan optimasi nilai-nilai RTH ini dapat membentuk suatu kondisi lingkungan wilayah perkotaan, dalam kasus Kotamadya Bogor, yang memiliki
RTH dengan ciri-ciri: konfigurasi arsitektural alami fungsi arsitektural, menjadi ruang publik rekreatif fungsi sosial, dan meningkatkan kualitas fisik lingkungan
perkotaan kota fungsi biofisik. Model yang dikembangkan ini bersifat statis karena terkait dengan masyarakat kota dan perkembangan kota secara fisik,
yang relatif akan menggunakan biaya yang tinggi bila akan diubah. Pada model ini juga dimasukkan berbagai kendala umum, terutama kendala yang terdapat
pada lahan perkotaan sewa, pemilikan, tata guna lahan.
6.5. Konsepsi Model Kebijakan Publik untuk Rencana Pengelolaan RTH Kota yang Berbasis Masyarakat
Dalam upaya pengelolaannya, RTH dikategorikan sebagai wilayah spasial bagi kepentingan 3 tiga pihak yaitu pihak-pihak pemerintah kota, warga kota
atau masyarakat, dan pengusaha Simonds 1983. Tiga pihak ini, yang meru- pakan stake holders di wilayah perkotaan, masing-masing memiliki peran, fungsi,
potensi, dan kepentingan sendiri. Sinergi dari 4 empat hal ini membutuhkan suatu cara bekerja rule of game dan model organisasi tertentu yang disepakati
bersama dan dinyatakan dalam suatu bentuk kebijakan publik yang terkait dengan bentuk kegiatan pengelolaan RTH kota yang diusulkan.
Dalam tahapan pelaksanaan kegiatan pengelolaan RTH ini sering dijumpai kendala yang umum dari tiap pemegang peran utama di wilayah perkotaan ini.
Bentuk-bentuk kendala yang umum dijumpai adalah : a kendala anggaran pembangunan dan teknis pengelolaan RTH pada si-
si pemerintah, b kendala prioritas dan pilihan kebutuhan pada sisi masyarakat, dan
c kendala margin keuntungan pada sisi pengusaha. Tiga kendala permasalahan utama yang dihadapi ini sering menimbulkan konflik
kepentingan yang berdampak negatif terhadap luas dan kualitas RTH yang dibutuhkan atau yang harus disediakan dalam wilayah perkotaan, sehingga perlu
suatu bentuk upaya untuk meminimumkan konflik yang terjadi. Upaya minimisasi konflik ini, antara lain melalui pemberian insentif tertentu.
140 Untuk kasus Kota Bogor maka contoh insentif yang diterima oleh pe-
merintah kota dapat berbentuk efisiensi kerja dan biaya pengelolaan RTH serta dalam wujud rancangan fisik keindahan RTH dan kenyamanan kota; insentif
yang diterima oleh warga masyarakat adalah kondisi lingkungan kota yang nyaman, sehat, indah dan rekreatif; dan insentif yang diterima oleh pengusaha
adalah lahan RTH sebagai media promosi atau lahan yang menguntungkan secara ekonomi baik yang berjangka pendek maupun panjang.
Dalam upaya peningkatan kapasitas dan kualitas lingkungan kota secara efektif dan efisien, melalui pengelolaan RTH, direncanakan untuk juga me-
masukkan peran suatu lembaga netral dan yang dapat bekerja untuk kepen- tingan publik. Contoh dari lembaga ini antara lain adalah perguruan tinggi atau
bentuk lembaga netral lainnya yang dapat bertindak sebagai motivator dan dinamisator yang mengintroduksikan dan menghasilkan berbagai teknik dan
teknologi yang efektif dalam mengelola dan memantau berjalannya kelang- sungan fungsi dan manfaat RTH kota, berdasarkan kendala yang dimiliki oleh
kota. Disamping itu, berdasarkan hasil penelitian ini, upaya peningkatan kualitas lingkungan kota dapat diakselerasi melalui peran kelompok masyarakat yang
berpendidikan relatif tinggi serta yang memiliki latar belakang pengetahuan mengenai lingkungan sebagai motor penggerak masyarakat yang bersifat inde
penden untuk keikut-sertaan kelompok ini dalam mengendalikan dan pelestarian RTH kota.
Gambar 45 memperlihatkan model yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan RTH di wilayah kota penelitian ini. Model ini mengakomodasikan
peran-serta masyarakat sebagai individu dan masyarakat sebagai corporate penentu model pengelolaan yang akan dilakukan. Model ini bersifat dina-mik,
dimana masukan dan perkembangan sosial ekonomi dari 3 tiga pemegang peran utama di wilayah perkotaan pemerintah, masyarakat, pengusaha serta
perkembangan dan inovasi teknologi yang dilakukan oleh lembaga publik yang netral yang akan mempengaruhi keputusan terhadap bentuk pengelolaan yang
akan dilaksanakan
141
Gambar 43. Model perencanaan integratif RTH kota
MASUKAN
KEBIJAKAN PUBLIK : 1. PERENCANAAN PENGELOLAAN RTH KOTA
2. URBAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT 3. PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERWAWASAN LINGKUNGAN
PROSES WILAYAH PEDESAAN
RUANG TERBUKA RUANG TERBANGUN
WILAYAH WILAYAH PERKOTAAN
LAHAN KOTA WARGA KOTA
RUANG TERBUKA HIJAU
MODEL TEORITIS MODEL INTEGRATIF
Kawasan Simpul
Jalur hijau jalan raya Jalur hijau lintas kereta
Jalur hijau tepi sungai SUB WILAYAH
PERDAGANGAN SUB WILAYAH
PERINDUSTRIAN SUB WILAYAH
PEMUKIMAN KEBUTUHAN
PERSEPSI PREFERENSI
PENGALAMAN FUNGSI
BIOFISIK FUNGSI
EKONOMI FUNGSI
ARSITEKTUR FUNGSI
SOSIAL
Batasan kendala fungsi alami
Batasan kendala fungsi ekonomi secara langsung
tak langsung Batasan kendala
fungsi sosial Batasan kendala
fungsi arsitektur Kendala lahan :
1. Sewa lahan 2. Penggunaan lahan
3. Pemilikan lahan
STRUKTUR STRUKTUR
STRUKTUR STRUKTUR
NILAI LINGKUNGAN RTH KOTA
STRUKTUR TERPADU RUANG TERBUKA HIJAU
RASIO RT DAN RTH RUANG KOTA TERPADU
NILAI ARSITEKTUR
NILAI SOSIAL
NILAI EKONOMI
NILAI BIOFISIK
KELUARAN
TUJUAN SASARAN
Jalur hijau tepi kota
1 33