Kemampuan Pemecahan Masalah Problem Solving

1 Dapat menempati kelas besar, setiap peserta didik mempunyai kesempatan aktif yang sama. 2 Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru. 3 Guru dapat menentukan hal yang dianggap penting. 4 Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan individu atau klasikal. Kekurangan dari pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut. 1 Pada pembelajaran ekspositori tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental peserta didik. 2 Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi bahan pelajaran. 3 Pengetahuan yang didapat cepat hilang.

2.1.5. Kemampuan Pemecahan Masalah Problem Solving

Pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin Suherman et al., 2003: 89-92. Mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa merupakan kegiatan dari seorang guru di mana guru membangkitkan siswa- siswanya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan kemudian ia membimbing siswa-siswanya untuk sampai pada pemecahan masalah. Mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Dengan perkataan lain, bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Pemecahan masalah adalah proses, dan bukan hasil NCTM, sebagaimana dikutip oleh Latterell, 2003: 5. Krulik Rudnick, sebagaimana dikutip oleh Carson 2007: 7, mendefinisikan “Problem solving as the means by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy the demands of an unfamiliar situation. The student must synthesize what he or she has learned, and apply it to a new and different situation”. Dengan kata lain, pemecahan masalah adalah sarana bagi peserta didik untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah mereka miliki untuk diterapkan dalam situasi yang baru dan berbeda. Matematika yang disajikan kepada siwa-siswa yang berupa masalah akan memberikan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. Para siswa akan merasa puas bila mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapkan kepadanya. Karena itu alangkah baiknya bila aktivitas-aktivitas matematika seperti mencari generalisasi dan menanamkan konsep melalui strategi pemecahan masalah. Gagne, sebagaimana dikutip oleh Suherman 2003: 33-34 mengelompokkan belajar menjadi delapan tingkatan belajar, yaitu belajar signal, belajar stimulus respon, belajar merangkai, asosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar teorema aturan, dan pemecahan masalah. Sedangkan, pemecahan masalah merupakan proses belajar yang paling tinggi karena harus mampu memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah. Sehubungan dengan pemecahan masalah problem solving, menurut NCTM, sebagaimana dikutip oleh Mustakim 2009: 5, menyatakan bahwa pembelajaran matematika sekolah harus mengupayakan agar peserta didik dapat a membangun pengetahuan matematika melalui pemecahan masalah dan b memecahkan masalah yang muncul dalam konteks matematika dan konteks yang lain. Jadi, pembelajaran matematika di sekolah perlu mengupayakan agar peserta didik mempunyai kemampuan memecahkan masalah dan menjadi pemecah masalah yang baik. Menurut Dewey, sebagaimana dikutip oleh Carson 2007: 8, menyatakan langkah untuk menemukan solusi pemecahan masalah adalah: 1 menghadapi masalah, 2 mendiagnosa dan mendefinisikan masalah, 3 merencanakan solusi, 4 mencari solusi sesuai rencana, 5 mengecek kembali solusi. Sedangkan menurut Krulik Rudnick, sebagaimana dikutip oleh Carson 2007: 8, adalah 1 membaca, 2 mengeksplorasi, 3 memilih strategi, 4 memecahkan, 5 meninjau kembali. Pendapat lain dikemukakan oleh Polya, sebagaimana dikutip oleh Hudojo 2003: 84, terdapat empat langkah untuk menemukan solusi pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut. 1 Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, peserta didik tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah peserta didik dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus dapat menyusun rencana penyelesaian masalah. 2 Merencanakan penyelesaian Kemampuan melakukan langkah kedua ini sangat tergantung pada pengalaman peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan peserta didik lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. 3 Menyelesaikan masalah sesuai rencana Setelah rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. 4 Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari langkah pertama sampai langkah yang ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga peserta didik dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Depdiknas 2004 menguraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu: 1 Menunjukkan pemahaman masalah, 2 Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, 3 Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, 4 Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, 5 Mengembangkan strategi pemecahan masalah, 6 Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan 7 Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator dalam pemecahan masalah adalah peserta didik dapat memahami masalah yang diberikan, merencanakan pemecahan masalah yang tepat untuk masalah tersebut, menggunakan atau mengaplikasikan perencanaan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, menemukan cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan yang terakhir peserta didik mampu untuk memeriksa ulang penyelesaian yang diperoleh.

2.1.6. Media Pembelajaran

Dokumen yang terkait

KOMPARASI PEMBELAJARAN SAVI DAN REACT PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK

0 20 414

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN NHT BERBANTUAN MOUSE MISCHIEF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI GEOMETRI

0 39 229

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) BERBANTUAN CD INTERAKTIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X

4 30 338

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MIND MAPPING BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

2 15 263

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ARTIKEL ILMIAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA SISWA SMP

3 28 150

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 1 17

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA.

0 1 39

Keefektivan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Media CD Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII Materi Pokok Keliling dan Luas Lingkaran.

0 0 1

Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

0 2 6