2.2. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian Adi Nur Cahyono 2007 yang berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Teknologi yang menunjukkan
bahwa CPS merupakan model pembelajaran yang efektif, berpusat pada siswa,
ketrampilan proses dan aktifitas siswa berpengaruh kuat terhadap hasil belajar,
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar model CPS dengan model
konvensional, dan terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok atas, tengah
dan bawah, hasil belajar, keaktifan, dan keterampilan proses siswa mencapai
ketuntasan belajar. Mafthukin 2013 dalam sebuah penelitian eksperimen yang berjudul
Keefektifan Model Pembelajaran CPS Berbantuan CD Pembelajaran Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Materi Pokok Geometri Kelas X, menghasilkan
temuan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan model pembelajaran CPS berbantuan CD pembelajaran pada materi geometri kelas
dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan yaitu 70 dan banyaknya peserta didik yang mencapai KKM adalah
. Serta kemampuan berpikir kritis peserta didik yang melaksanakan pembelajaran CPS
berbantuan CD pembelajaran pada materi geometri kelas yaitu sebesar
lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis peserta didik yang melaksanakan pembelajaran ekspositori yaitu sebesar
.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika di sekolah diselenggarakan dengan beberapa tujuan yang mana salah satunya adalah agar siswa mampu memecahkan masalah
matematika terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru pengampu mata
pelajaran matematika di SMPN 1 Juwana menunjukkan bahwa aspek kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan salah satu kemampuan matematika yang
masih belum dikuasai siswa secara optimal. Hal ini terbukti dari kemampuan pemecahan masalah yang masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal KKM
yang ditentukan sekolah yakni 75. Agar kemampuan pemecahan masalah siswa sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan pemahaman konsep yang baik
terhadap materi terlebih dahulu. Beberapa alasan yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa diantaranya adalah materi
pelajaran cenderung dirasa siswa bersifat abstrak dan penerapan model pembelajaran yang cenderung monoton.
Pemilihan model pembelajaran sangat penting selama proses pembelajaran dan memberikan implikasi pada keberlanjutan penerimaan materi dan kemampuan
siswa. Salah satu model yang diduga sesuai untuk mengajarkan konsep-konsep matematika dalam konteks pemecahan masalah adalah
model pembelajaran Creative Problem Solving CPS merupakan variasi dari pembelajaran dengan
pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari
fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan,
identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
Model CPS terdiri dari tahap klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan seleksi, serta implementasi. Dengan membiasakan siswa
menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika khususnya materi luas dan volum kubus balok . Hal ini sesuai dengan teori belajar Jerome
Bruner yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan
masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah.
Demikian pula teori belajar bermakna David Ausubel yang menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta-fakta baru ke
dalam sistem pengertian yang telah dipunyai, dan dalam proses pembelajaran siswa harus aktif.
Seting kelas dalam pembelajaran CPS terdapat diskusi kelompok small discussion dengan anggota kelompok heterogen. Pembagian kelompok yang
heterogen ini sesuai dengan penjabaran Piaget terhadap implikasi teori kognitif dalam pendidikan, yang antara lain memaklumi adanya perbedaan individual
dalam hal kemajuan perkembangannya, kemudian dalam pembelajaran guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil peserta didik.
Adanya pembagian kelompok siswa dalam pembelajaran dengan kemampuan awal yang heterogen akan mendorong terjalinnya hubungan yang
saling mendukung antar anggota kelompok. Siswa yang mengalami kesulitan dapat bertanya baik kepada siswa lain maupun kepada guru, sehingga diharapkan
akan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan hasil belajar yang diperoleh lebih maksimal.
Di sisi lain, adanya kemajuan teknologi di bidang komputer dengan berbagai program dan animasi, maka sangat sesuai bila komputer digunakan
sebagai salah satu komponen sumber pembelajaran. Dengan bantuan komputer, konsep dan masalah materi pembelajaran yang sebelumnya hanya dituliskan dan
digambarkan dalam buku maka selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk tayangan melalui media audio visual yang dikemas dalam CD Pembelajaran.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, peneliti menduga bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Creative Problem Solving
CPS berbantuan CD Pembelajaran mencapai ketuntasan belajar dan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Creative Problem Solving
CPS berbantuan CD Pembelajaran lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran ekspositori. Sehingga peneliti menyimpulkan
bahwa model pembelajaran pembelajaran Creative Problem Solving CPS berbantuan CD Pembelajaran efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswa kelas VIII materi Kubus dan Balok.
2.4. Hipotesis Penelitian