a : konstanta sebesar 287.929 menyatakan bahwa jika koefisien variabel religiusitas X dianggap nol, maka nilai variabel kenakalan remaja Y
sebesar 287.929 b : koefisien regresi sebesar -2.543 menyatakan bahwa setiap
pengurangan karena tanda - koefisien variabel religiusitas X sebesar 1, maka akan terjadi penurunan atau pengurangan nilai kenakalan remaja
Y sebesar -2.543 Selain itu pada tabel coeffiisient terlihat bahwa pada kolom significance
adalah 0,000 p0,05, maka hipotesis alternative Ha yang diajukan diterima atau koefisien regresi signifikan, hal ini berarti tingkat religiusitas benar-benar
berpengaruh secara signifikan terhadap kenakalan remaja.
4.5 Pembahasan
4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Religiusitas dengan Kenakalan
Remaja pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi
4.5.1.1 Analisa Deskripsi Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri
02 Slawi
Kenakalan remaja adalah semua perbuatan menyimpang atau pelanggaran yang bersifat anti sosial, anti susila, pelanggaran status, melawan hukum dan
menyalahi norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang dilakukan oleh remaja sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain dan lingkungan sekitarnya. Secara umum kenakalan remaja dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu
kenakalan ringanbiasa, kenakalan sedang dan kenakalan beratkhusus. Kenakalan
ringan biasa yaitu kenakalan yang melanggar aturan-aturan yang ada di sekitar lingkungan tempat individu berada, misalnya lingkungan sekolah atau lingkungan
keluarga. Kenakalan sedang yaitu kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dimana kenakalan ini diatur oleh hukum dan dapat merugikan
masayarakat dan kenakalan berat yaitu kenakalan yang melanggar hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum kenakalan remaja pada siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi berada pada kriteria tinggi dan rendah namun
lebih dominan berada pada kriteria rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa masuk pada kriteria tinggi yaitu sebesar 31 siswa dan sebesar 30 siswa
masuk kriteria rendah serta sisanya 9 siswa masuk pada kriteria sedang. Adapun berdasarkan perhitungan mean empiris kenakalan remaja diperoleh nilai 54,33
yang apabila diletakkan ke dalam ukuran mean hipotetik, maka hasilnya berada pada kriteria sedang yaitu pada rentang 42
≤ X 84, namun lebih cenderung ke arah rendah. Artinya bahwa sebagian besar siswa yaitu sebesar 44,29 siswa
mampu menaati segala aturan-aturan atau tata tertib yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah.
Data yang diperoleh mengungkapkan hasil yang lebih rinci mengenai kenakalan remaja dibagi dalam perilaku berbeda maka ditemukan bagaimana
siswa melakukan kenakalan remaja. Kenakalan remaja dalam penelitian ini memiliki delapan indikator yaitu terlambat masuk sekolah, membolos, tidak
masuk sekolah tanpa keterangan, merokok di lingkungan sekolah, memakai
seragam tidak lengkap, tidak mengerjakan tugas, mengompasmemalak dan berkata tidak sopan.
Indikator yang pertama yaitu terlambat masuk sekolah pada siswa berada pada kriteria rendah yaitu sebesar 40. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu
menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh sekolah. Mereka lebih menitikberatkan perilaku disiplin sehingga mereka berusaha datang ke sekolah
tepat waktu. Indikator yang kedua yaitu membolos. Membolos pada siswa juga berada
pada kriteria rendah yaitu sebesar 44,29. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas siwa mampu mengikuti pelajaran dengan baik sampai selesai. Mereka merasa
nyaman dan senang dengan cara mengajar guru mereka, sehingga hal inilah yang menyebabkan siswa merasa betah untuk mengikuti pelajaran tersebut sampai
selesai. Indikator yang ketiga yaitu tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Tidak
jauh berbeda dengan kedua kenakalan remaja yang sudah dibahas, pada indikator ini mayoritas siswa memiliki perilaku tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang
cukup baik. Artinya mereka selalu memberikan keterangan kepada pihak sekolah ketika mereka tidak masuk sekolah. Hal ini dibuktikan dari persentase tidak
masuk sekolah tanpa keterangan yang berada pada kategori rendah yaitu sebesar 40.
Indikator yang keempat yaitu merokok di lingkungan sekolah. Merokok di lingkungan sekolah pada siswa berada pada kriteria rendah yaitu dengan
persentase 55,71 . Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu menjaga dirinya
dengan tidak melakukan hal-hal yang bisa merugikan dirinya dengan cara menaati segala aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah salah satunya
dengan tidak merokok ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Selain itu mereka juga cukup menyadari akan bahaya rokok bagi kesehatan mereka.
Indikator yang kelima yaitu memakai seragam tidak lengkap. Berbeda dengan indikator-indikator sebelumnya, memakai seragam tidak lengkap pada
siswa berada pada kriteria tinggi. Hal ini dibuktikan dari persentase yang diperoleh sebesar 45,71. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa
cenderung menyepelekan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. Berdasarkan pengamatan peneliti hal ini juga bisa disebabkan karena seringnya
mereka menonton acara sinetron di televisi sehingga mereka mengikuti gaya berpakaian yang tidak sesuai dengan aturan sekolah seperti memakai seragam
dengan ukuran yang cukup ketat dan memakai rok di atas lutut. Indikator yang keenam yaitu tidak mengerjakan tugas. Berdasarkan hasil
analisis deskripsi penelitian bahwa indikator yang keenam berada pada kriteria tinggi, yaitu sebesar 40. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa kerap tidak
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan analisa aitem yang termasuk indikator tidak mengerjakan tugas, didapatkan kesimpulan bahwa
mayoritas siswa tidak mengerjakan tugas dikarenakan mereka lupa akan tugas tersebut.
Indikator yang ketujuh yaitu mengompasmemalak. Berdasarkan hasil analisis deskripsi penelitian bahwa indikator yang ketujuh berada pada kriteria
rendah yaitu dengan persentase 48,57. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu mengendalikan dirinya untuk tidak merugikan orang lain.
Indikator yang kedelapan yaitu berkata tidak sopan. Berdasarkan hasil analisis deskripsi penelitian bahwa indikator kedelapan berada pada kriteria
rendah yaitu sebesar 47,14. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berbicara siswa mampu menjaga ucapannya.
Tiap indikator mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya kenakalan remaja. Berdasarkan perbandingan mean empiris tiap indikator kenakalan remaja,
indikator tidak mengerjakan tugas memiliki mean empiris terbesar. Hal ini berarti siswa yang tidak mengerjakan tugas membuat tingkat kenakalan remaja menjadi
tinggi dan siswa yang mengerjakan tugas membuat tingkat kenakalan remaja menjadi rendah.
Berdasarkan hasil dari analisis deskriptif, kenakalan remaja berada pada kriteria rendah. Menurut pendapat peneliti, hal ini disebabkan karena salah satu
indikator kenakalan remaja, yaitu indikator merokok memiliki pengaruh besar terhadap hasil penelitian. Berdasarkan analisis hasil perhitungannya diperoleh
hasil yang menunjukkan bahwa semua siswa perempuan yang menjadi sampel dalam penelitian ini menjawab “tidak pernah” sebesar 31,42 untuk semua aitem-
aitem pada indikator merokok. Hal ini membuktikan bahwa kenakalan remaja dilihat dari indikator merokok menyumbang pengaruh yang cukup besar terhadap
hasil penelitian sehingga menyebabkan kenakalan remaja pada siswa kelas VIII termasuk dalam kriteria rendah.
Analisa lain mengenai penyebab rendahnya kenakalan remaja pada hasil penelitian dikarenakan ada beberapa siswa yang bersikap faking good, mereka
berpura-pura baik dalam menjawab instrumen penelitian. Berdasarkan tanggapan dari siswa tersebut, mayoritas siswa beranggapan bahwa hasil penelitian tersebut
akan dilaporkan kepada guru pembimbing sehingga dikhawatirkan hasilnya akan mempengaruhi nilai akademik mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka
dalam menjawab instrumen penelitian tidak sesuai dengan keadaan yang ada dalam diri mereka sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap hasil penelitian.
Berdasarkan penjelasan tersebut, kenakalan remaja pada siswa tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu menaati segala peraturan-
peraturan yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. 4.5.1.2 Analisa Deskripsi Religiusitas pada Siswa Kelas VIII SMP negeri 02 Slawi
Religiusitas diartikan sebagai suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku baik tingkah laku yang tampak maupun
tingkah laku yang tak tampak, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Religiusitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala religiusitas, semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi religiusitas pada subjek. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor total yang
diperoleh, maka semakin rendah religiusitas yang ada pada diri subjek. Hasil penelitian menunjukkan religiusitas siswa kelas VIII SMP Negeri 02
Slawi berada dalam kriteria sedang sebesar 33 siswa dan 37 siswa berada pada kriteria tinggi, hal ini menunjukkan bahwa religiusitas pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 02 Slawi berada pada kriteria sedang. Adapun berdasarkan perhitungan
mean empiris religiusitas diperoleh nilai 91,84 yang apabila diletakkan ke dalam ukuran mean teoritik, maka hasilnya juga berada pada kriteria sedang yaitu antara
rentang 62 ≤ X 93. Hasil ini menunjukkan bahwa subjek sudah cukup baik dalam
memahami dan menerapkan ajaran agamanya, sehingga perilaku yang dimunculkan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Gambaran religiusitas ditinjau secara spesifik melalui dimensi-dimensinya. Dimensi yang pertama yaitu keyakinan. Dimensi keyakinan menunjuk pada
seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agama-agamanya. Terutama terhadap ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Berdasarkan
hasil analisis deskripsi dimensi keyakinan pada subjek berada pada kriteria tinggi yaitu sebesar 57,14. Hal ini menunjukkan bahwa subjek meyakini dan
mempercayai hal-hal yang sifatnya fundamental dan dogma dalam agama. Sebisa mungkin mereka menghindari perbuatan-perbutaan yang dilarang oleh agama.
Karena mereka percaya setiap perbuatannya akan dihubungkan dengan kehidupan alam akhirat yang bersifat abadi. Begitu juga ketika mereka dihadapkan pada
fenomena kenakalan-kenakalan yang disebabkan oleh remaja, karena kenakalan remaja adalah perbuatan yang melanggar perintah agama.
Dimensi yang kedua yaitu dimensi praktek agama. Dimensi praktek agama menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-
kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Berdasarkan hasil analisis deskripsi dimensi praktek agama pada subjek berada pada kriteria
sedang yaitu sebesar 64,29. Hal ini menunjukkan bahwa subjek cukup mampu mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan diajarkan oleh agamanya.
Mereka juga cukup taat dalam melaksanakan perintah-perintah yang diwajibkan oleh agamanya. Sehingga mereka cukup dapat mengendalikan perilaku mereka
dalam kehidupan sehari-hari, dengan cara menaati peraturan-peraturan yang ada di lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Dimensi yang ketiga yaitu dimensi pengamalan. Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkatan muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya,
yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Berdasarkan hasil analisis deskripsi dimensi pengamalan pada subjek berada
pada kriteria sedang yaitu sebesar 61,43. Hal ini menunjukkan bahwa subjek cukup termotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam perilakunya sehari-hari.
Mereka cukup mampu mengamalkan ajaran-ajaran agama yang telah didapatkannya sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya tersebut.
Dimensi yang terakhir yaitu dimensi pengalaman. Dimensi ini menujuk pada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-
perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Berdasarkan analisis deskripsi penelitian dimensi pengalaman pada subjek berada pada kriteria tinggi yaitu
87,14. Hal ini menunjukkan bahwa mereka cukup mampu merasakan kedekatankeakraban dengan Allah, mereka terkadang merasakan bahwa segala
doa-doa yang mereka panjatkan dikabulkan oleh Allah. Sebagian dari mereka juga merasakan adanya
pengalaman-pengalaman yang
religius yang dapat
meningkatkan kadar keimanan mereka kepada Allah. Tiap indikator mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya
religiusitas. Berdasarkan perbandingan mean empiris tiap dimensi religiusitas,
dimensi praktek agama memiliki mean empiris terbesar. Hal ini berarti siswa yang melakukan praktek agama akan membuat tingkat religiusitas menjadi tinggi dan
mahasiswa yang tidak melakukan praktek agama akan membuat tingkat religiusitas menjadi rendah.
4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Religiusitas Dengan Kenakalan