menghasilkan bahwa pendekatan struktural terhadap karya sastra sungguh tidak dapat dimutlakkan. Pendekatan ini harus harus ditempatkan dalam keseluruhan model
semiotik sastra; pembaca, penulis, kenyataan, serta sejarah sastra. Semua itu memberikan peranan dalam menginterpretasikan sastra secara menyeluruh. Namun
begitu, analisis struktur dalam rangka semiotik tetap dipentingkan dan sangat perlu, sebab analisis struktur adalah sarana atau jembatan ke arah proses pembaca
memahami karya sastra Teeuw, 1988: 145
2.3.2 Teori Semiotika
Semiotik berasal dari kata Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut
dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama, merujuk pada sebuah
disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Baik semiotik maupun semiologi sering digunakan secara bersama-sama, tergantung di mana istilah
itu dipopulerkan. Biasanya istilah semiotik lebih mengarah pada tradisi Saussurean. Tradisi ini diikuti oleh Piercean. Sedangkan istilah semiologi banyak digunakan oleh
Barthes Endraswara, 2008: 64. Baik semiotik atau pun semiologi sebenarnya merupakan cabang penelitian
sastra atau sebuah model pendekatan keilmuan. Keduanya merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antra signtanda-tanda berdasarkan kode-kode tertentu.
Tanda-tanda tersebut akan tampak pada tindak komunikasi manusia lewat bahasa ,
Universitas Sumatera Utara
baik lisan maupun juga bahasa isyarat. Semiotik juga menganut dikotomi bahasa yang dikembangkan De Saussure, yakni karya sastra memiliki hubungan dengan
penanda signifiant dan petanda signifie. Penanda adalah asfek formal atau bentuk tanda itu, sedangkan petanda adalah makna atau konsep dari penanda itu. Dengan
kata lain, semiotik adalah penelitian sastra yang mendasarkan semiologi . Semiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tanda–tanda bahasa dalam karya sastra. Pada
prinsipnya, melalui ilmu ini karya sastra akan terpahami arti di dalamnya. Namun, arti dalam pandangan semiotik adalah meaning of meaning atau disebut juga makna
significance. Substansinya, karya sastra adalah repleksi dari pemikiran, perasaan, dan
keinginan pengarang lewat bahasa. Bahasa itu sendiri tidak sembarang bahasa, melainkan bahasa khas. Yakni, bahasa yang memuat tanda–tanda atau semiotik.
Bahasa itu akan membentuk sistem ketandaan yang dinamakan semiotik dan ilmu yang mempelajari masalah ini adalah semiologi. Semiologi juga sering dinamakan
semiotik, artinya ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam karya sastraEndraswara, 2008:63. Model ini muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap kajian
srtuktural. Jika struktural sekedar menitikberatkan aspek intrinsik, semiotik tidak demikian halnya, karena semiotik memaklumi bahwa karya sastra memiliki sistem
tersendiri. Itulah sebabnya muncul kajian strruktural-semiotik, artinya penelitian ini menghubungkan aspek-aspek struktural dangan tanda-tanda.
Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik itu sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Dikemukakan Junus dalam Wulandari dan
Universitas Sumatera Utara
Jabrohim, 2001:70 bahwa semiotik itu merupakan lanjutan atau perkembangan strukturalisme. Alasanya adalah karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang
bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda , tanda dan maknanya, dan konvensi tanda , struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal.
Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini mengaanggap bahwa fenomena sosialmasyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti-arti.Pradopo dalam Wulandari dan Jabrohim,
2001:71. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa penelitian semiotik adalah
studi tentang tanda. Karya sastra akan di bahas sebagai tanda–tanda . Tentu saja , tanda tanda itu telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem, konvensi, dan
aturan-aturan tertentu yang dimengerti oleh peneliti. Tanpa memperhatikan hal-hal yang terkait dengan tanda-tanda, maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap.
Hoed 2011:3 mengatakan, “ Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat
sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna”. Selanjutnya dikatakan bahwa Semiotik pada perkembangannya menjadi perangkat teori yang digunakan
untuk mengkaji kebudayaan manusia. Jadi, mengacu pada paham semiotika struktural maka semiotik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan. Kebudayaan dipandang
dari susdut semiotik sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain dengan
Universitas Sumatera Utara
cara memahami makna yang ada di dalamnya.Namun demikian, keterkaitan itu bersifat konvensional.
Semiotika sebagai ilmu terdiri dari semiotika strukturalis dan semiotika pragmatis. Semiotika strukturalis melihat tanda sebagai hubungan dua komponen
yang terstruktur . Sedangkan semiotik pragmatis melihat tanda sebagai suatu proses semiosis tiga tahap melalui pancaindra. Kemudian, kedua jenis semiotik ini
mengarahkan perhatiannya pada kajian tentang budaya. Dengan demikian, semiotik melihat kebudayaan sebagai tanda yang diberi makna oleh masyarakat sesuai dengan
konvensi yang berlaku. Syair Dendang Siti Fatimah ini merupakan hasil budaya masyarakat Melayu
Binjai Timur. Untuk itu, tepat sekali jika digunakan ilmu semiotik untuk memberi makna pada syair itu sesuai dengan konvensi yang berlaku pada masyarakat Binjai
Timur. Semiotika yang digunakan tentu semiotika budaya sebab objek kajiannya adalah sebuah hasil budaya dari kebudayaan masyarakat Melayu Binjai Timur.
Walaupun begitu tentu tidak bisa melepaskan unsur semiotika strukturalis yang dikotomis antara tanda dan petanda. Upaya memahami kebudayaan- Syair Dendang
Siti Fatimah- dengan menggunakan semiotika adalah sebuah usaha untuk menjelaskan gejala-gejala dalam kehidupan sosial, dan budaya masyarakat Melayu
Binjai Timur itu sendiri Hoed, 2011:49. Selanjutnya Hoed 2011:107 juga menjelaskan bahwa, semiotika dan
hermeneutika sebagai dua pendekatan dengan cara yang berbeda dari fenomena budaya yang sama. Semiotika memberikan penekanan pada makna fenomena budaya
Universitas Sumatera Utara
sebagai tanda yang bersifat representatif dan interpretatif. Sedangkan hermeneutika memberikan penekanan pada teks sebagai fenomena budaya tidak terlepas dari
produksi teks dan lingkungannya. Hal ini menjadi menarik karena kadar interpretasi pembaca diharapkan lebih besar dari penulisnya sendiri Gedamer dalam Hoed,
2011:107. Hal ini sejalan dengan pendapat Eco dalam Hoed, 2011: 107 yang mengatakan bahwa teks adalah sesuatu karya yang bersifat terbuka. Hal ini sesuai
denga pola kehidupan dan dinamika budaya masyarakat kita. Pendekatan hermeneutika dan pendekatan semotik terhadap gejala budaya
adalah sebuah pencarian makna yang terkandung dalam budaya itu. Pencarian makna ini dalam dunia sastra seakan tidak ada akhirnya. Dimulai dari teori konotasi Barthes
teori pascastruktural de Sausure hingga foucault dan Derrida. Pemikiran mereka akhirnya tidak hanya ingin mencari makna tetapi lebih dari itu apa ideologi di
belakang teks tersebut. Dengan demikian faktor interpretasi peneliti semakin menonjol dalam sebuah penelitian
Menganalisis syair yang termasuk genre puisi melayu lama itu bertujuan memahami makna syair. Menganalisis syair adalah usaha menangkap dan memberi
makna kepada teks syair. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan
medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan yang mempunyai arti, medium karya sastra bukanlah bahan
yang bebas netral. Teori yang digunakan dalam analisis makalah ini menggunakan
Universitas Sumatera Utara
teori semiotika menurut Riffaterre dalam Endraswara, 2008:67 yang menggunakan langkah pembacaan heuristik dan 2 hermeneutik retroaktif dalam aplikasinya.
Teks atau puisi menurut Michael Riffaterre adalah pemikiran yang dibakukan melalui mediasi bahasa. Dalam semiotik,Riffaterre memperlakukan semua kata
menjadi tanda. Langkah-langkah dalam memahami sebuah teks dalam hal ini puisi menurut Michael Riffaterre ada 4, yaitu:
1. Pembaca harus menemukan kata kunci atau matriks yang terdapat dalam
sebuah sajak atau teks. 2.
Pembaca juga harus melakukan pembacaan secara heuristik, yaitu sesuai
dengan kompetensi bahasa dan struktur kebahasaannya 3.
Seorang pembaca dituntut untuk melakukan pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan pada tingkat makna.
Teori ini digunakan untuk mempertajam analisis dalam upaya menjawab rumusan masalah pertama dan kedua, yaitu bagaimanakah bentuk-bentuk mitos Melayu dan
bagaimana bentuk-bentuk ideologi dalam Syair Dendang Siti Fatimah saat ini di Kecamatan Binjai Timur?.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Data dan Sumber Data
Data utama atau data primer penelitian ini adalah berbentuk transkrip teks Syair Dendang Siti Fatimah yang di dapat dari hasil wawancara dengan informan
kunci. Sedangkan data sekunder atau data tambahan ditemukan melalui sumber tertulis berupa buku maupun hasil tulisan para penulis lain yang berupa artikel, jurnal,
makalah dan lain-lain termasuk data online. Data yang kedua ini adalah data penunjang untuk melengkapi tesis ini.
Kemudian sumber kualitatif berupa informan kunci adalah Ibu Nurhalimah , dan informan tambahan yakni Ibu Elvarida, dan juga para penutur Syair itu yang
juga dapat melantunkan Syair tersebut data terlampir. Selain Informan kunci juga ada informasi pangkal awal yakni Bapak Abdul Rahman yang merupakan Kepala
Lingkung IX kelurahan Mencirim Kecamatan Binjai Timur yang memberikan penjelasan mengenai komposisi dan kedudukan, kebudayaan, dan konteks
pemeliharaan kebudayaan masyarakat Melayu di kecamatan Binjai Timur kota Binjai. Alamat dan tempat tinggal para informan kunci, tambahan, dan informan pangkal
semuanya beralamat yang sama yakni, di lingkungan IX kelurahan Mencirim Kecamatan Binjai Timur.
Universitas Sumatera Utara