risiko dan belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menciptakan perubahan Nadler, 1998; Senge, 1990, dalam
Fey dan Denison, 2000. Mereka terus berubah sistem sehingga mereka memperbaiki kemampuan kolektif organisasi untuk memberikan nilai bagi para
pelanggan mereka Stalk, 1988, dalam Fey dan Denison, 2000. 4.
Mission Misi Mission
adalah dimensi inti yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi yakin dan teguh terhadap apa yang dianggap
penting oleh organisasi Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002. Organisasi yang sukses memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi
dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang bagaimana organisasi akan terlihat di masa depan Mintzberg, 1987; 1994; Ohmae, 1982; Hamel Prahalad,
1994, dalam Fey dan Denison, 2000. Ketika perubahan misi yang mendasari organisasi, perubahan juga terjadi pada aspek lain dari budaya organisasi.
Involvement dan adaptability secara bersama-sama mempengaruhi
efektifitas organisasi terutama dalam hal tingkat pertumbuhan organisasi. Consistency
dan mission mempengaruhi tingkat profitability organisasi. Involvement
mempengaruhi efektifitas organisasi melalui mekanisme informal dan struktur formal organisasi. Consistency mempengaruhi efektivitas melalui
integrasi normatif yang direfleksikan dalam kecocokan antara ideolodi dengan praktik sehari-hari dan tingkat predictability sistem organisasi. Terakhir, mission
mempengaruhi efektivitas organisasi melalui pemaknaan yang dilakukan oleh
anggota organisasi terhadap eksistensi organisasi dan arah kebijakan pada organisasi, Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002.
Dari keempat dimensi budaya organisasi yang telah dikemukakan diatas, Denison membuat skala efektifitas budaya organisasi dimana penelitian yang
telah dilakukan Denison dan rekan-rekannya, Denison, 1984, 1990, 1996; Denison Mishra 1995, 1998; Denison Neale, 1996; Denison, Cho, Young,
2000; Fey Denison, 2002 ; Denison, Haaland, Neale, 2002 mengembangkan model eksplisit budaya organisasi dan efektivitas dan metode pengukuran yang
divalidasi. Dimana hasil penelitian yang dilakukan Denison dari kedua studi, yang pertama menyatakan bahwa terdapat korelasi sederhana 12 indexs budaya
organisasi dan peringkat subjektif dari efektivitas secara keseluruhan, hasil yang kedua adalah serangkaian one-way ANOVA untuk memahami perbedaan yang
signifikan dalam skor dari masing-masing negara dan wilayah dengan menggunakan data dari 764 organisasi.
Penelitian yang dilakukan Fey 2000 dengan mengembangkan literatur tentang budaya organisasi dan efektivitas Denison dengan meneliti perusahaan
milik asing yang beroperasi di Rusia. Dengan model budaya organisasi dan efektifitas Denison, penelitian menyajikan dua studi. Penelitian pertama adalah
survei dari 179 perusahaan yang dirancang untuk menguji penerapan model dalam konteks Rusia. Studi kedua menyajikan empat kasus penelitian yang dirancang
untuk hasil empiris dalam konteks Rusia dan mengidentifikasi dimana daerah strategis yang mungkin perlu diperpanjang atau ditafsirkan kembali. Hasil kedua
studi tersebut ditafsirkan berhubungan dengan literatur tentang praktek
manajemen Rusia, Fey, 2000. Skala budaya organisasi dan efektivitas Denison telah diterapkan dan dikembangkan kepada beberapa penelitian yang meneliti
secara global di beberapa negara.
2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi
Robbins dan Judge 2007 menyimpulkan empat fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan yaitu sebagai
berikut: a.
Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi menciptakan pembedaan yang jelas
antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. b.
Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya organisasi dapat mempermudah terbentuknya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual. d.
Budaya organisasi dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial.
2.3. Pengaruh Budaya Organisasi
terhadap Employee Engagement
Budaya perusahaan yang kuat menunjukkan bahwa karyawan memegang keyakinan dan nilai-nilai etika yang sama. Ketika keyakinan dan nilai-nilai etika
selaras dengan tujuan organisasi, mereka bisa efektif dalam membangun tim karena adanya hubungan dan kepercayaan membantu mereka menghindari konflik
dan fokus pada penyelesaian tugas Davoren, 2009. Karyawan yang memaknai serta berkontribusi terhadap pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan dengan
mencurahkan segenap energi fisik, kognitif, dan emosinya disebut sebagai karyawan yang engaged Kahn, 1990 dalam Kulaar, Gatenby, Rees, Soane,
Truss, 2008. Perilaku engagement yang paling terlihat jelas adalah usaha dari orang tersebut. Orang yang engaged terlihat bekerja keras, berusaha, dan terlibat
penuh pada pekerjaan. Mereka fokus pada apa yang mereka kerjakan dengan mengerahkan segenap energinya, Schaufeli Baker, 2004 dalam Albrecht,
2010. Budaya organisasi dapat memiliki berbagai dampak terhadap kinerja
karyawan dan tingkat motivasi. Sering kali, para karyawan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi jika mereka menganggap dirinya sebagai bagian
dari budaya perusahaan. Budaya perusahaan yang kuat mempermudah komunikasi, peran dan tanggung jawab untuk semua individu. Karyawan
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, bagaimana manajemen menilai kinerja mereka dan apa bentuk penghargaan yang tersedia. Davoren, 2009.
Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin Vazirani, 2007; MacLeod
Clarke, 2009. Akan tetapi, engagement bukanlah sekedar bekerja keras. Individu akan menempatkan diri mereka, diri mereka yang sebenarnya pada
pekerjaan. Mereka sangat peduli dengan apa yang mereka kerjakan, dan komitmen untuk melakukan yang terbaik. Ketika seseorang merasakan
engagement , maka ia bekerja dengan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif
dan emosional selama kerja. Aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka,aspek kognitif meliputi
belief karyawan terhadap organisasi, dan aspek emosi fokus pada perasaan
karyawan mengenai tiga faktor ini, Kahn, 1990 dalam Kulaar, et al 2008. Menyediakan pemimpin dan manajer merupakan tools yang diperlukan
untuk memastikan bahwa karakteristik organisasi budaya berfungsi untuk menginspirasi karyawan untuk mencapai bagian positif yang tinggi terhadap
pekerjaan mereka dan organisasi, yang kita kenal sebagai engagement. Memahami employee engagement
yang paling tepat ketika dipahami dalam konteks kekuatan dan kelemahan organisasi. Jika kita melihat employee engagement saja, tanpa
mempertimbangkan budaya dimana karyawan bekerja, hal tersebut berpotensi meninggalkan terhadap kekuatan strategis dan kelemahan dalam organisasi yang
berdampak pada kinerja karyawan dan pada akhirnya pada kinerja organisasi Denison, dalam Davidson, 2003. Employeee engagement dapat diukur sejauh
mana karyawan merasa berpatisipan secara aktif dalam pekerjaannya atau sampai sejauh mana karyawan mencari beberapa ekspresi diri dan aktualisasi dalam
pekerjaannya Perrot, 2002. Salah satu dimensi budaya menurut Denison, yaitu Involvement
adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat partisipasi karyawan anggota organsasi dalam pengambilan keputusan Denison,
Haaland, dan Goelzer, 2002.Asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku,
dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi Smith, 2004. Teori strong culture menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat akan