Pembuatan Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot Utilissima P.) Dengan Metode Klaushfer Dan Pemanfaatannya Sebagai Disintegran Pada Formolasi Tablet Parasetamol Yang Dibuat Dengan Metode Granulasi Basah

(1)

PEMBUATAN PATI SITRAT DARI PATI SINGKONG

(Manihot utilissima P.) DENGAN METODE KLAUSHFER DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI DISINTEGRAN PADA

FORMULASI TABLET PARASETAMOL YANG DIBUAT

DENGAN METODE GRANULASI BASAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AIDA MURAT

NIM 121524071

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN PATI SITRAT DARI PATI SINGKONG

(Manihot utilissima P.) DENGAN METODE KLAUSHFER DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI DISINTEGRAN PADA

FORMULASI TABLET PARASETAMOL YANG DIBUAT

DENGAN METODE GRANULASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AIDA MURAT

NIM 121524071

PROGRAM SUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMBUATAN PATI SITRAT DARI PATI SINGKONG

(Manihot utilissima P.) DENGAN METODE KLAUSHFER DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI DISINTEGRAN PADA

FORMOLASI TABLET PARASETAMOL YANG DIBUAT

DENGAN METODE GRANULASI BASAH

OLEH:

AIDA MURAT

NIM 121524071

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 22 Mei 2015 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt. NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002

Medan, Mei 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing I,

Drs. Agusmal Dalimunthe , M.S., Apt. NIP 195406081983031005

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002

Pembimbing II,

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002

Dra. Lely Sari Lubis , M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001

Drs. Agusmal Dalimunthe , M.S., Apt. NIP 195406081983031005


(4)

iv

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaannirrahiim,

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pembuatan Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot utilissima P.) Dengan Metode Klaushfer dan Pemanfaatannya Sebagai Disintegran Pada Formulasi Tablet Parasetamol yang dibuat Dengan Metode Granulasi Basah”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt, selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt, selaku Wakil Dekan 1, Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M. Si., Apt dan Ibu Dra. Fat aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama perkuliahan.


(5)

v

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada Ayahanda Muhdar Gusi dan Ibunda Ratna Wilis yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi serta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Kakak Adi Murat, Kakak Djahalia Rumagesan, Beti Liza dan Adik tersayang Alfi Murat serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman ekstensi farmasi angakatan 2012, kakak-kakak, abang-abang dan adik-adik di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi II, Laboratorium Sintesa Bahan dan Laboratorium Biofarmasi dan Farmakokinetika USU, serta sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan dan semangat tak terhingga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2015 Penulis,

Aida Murat NIM 121524071


(6)

vi

PEMBUATAN PATI SITRAT DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.) DENGAN METODE KLAUSHFER DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DISINTEGRAN PADA FORMULASI

TABLET PARASETAMOL YANG DIBUAT DENGAN METODE GRANULASI BASAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati digunakan dalam bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat. Pati yang belum dimodifikasi memiliki banyak kekurangan, sehingga diperlukan upaya untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu dengan memodifikasi pati alami. Tujuan: Untuk menggunakan pati sitrat sebagai disintegran dan mengetahui pengaruh konsentrasi pati sitrat terhadap waktu hancur dan disolusi.

Metode: Pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati singkong dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Pati sitrat di uji ukuran partikel, kelarutan, daya mengembang, berat jenis, mikroskopik, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Variasi konsentrasi pati sitrat pada F1(4%), F2(5%), F3(6%) dan pati singkong pada F4(4%), F5(5%), F6(6%) yang digunakan sebagai disintegran. Uji preformulasi berupa uji waktu alir, sudut diam dan indeks tap dilakukan terhadap massa granul sebelum dicetak menjadi tablet, kemudian dilakukan evaluasi tablet meliputi uji kekerasan, waktu hancur, friabilitas, penetapan kadar, keragaman bobot dan uji disolusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini diperoleh uji waktu hancur pada F1 (3,8 menit), F2 (3,36 menit), F3 (3,07 menit), F5 (13,79 menit), F6 (12,26 menit) memenuhi syarat waktu hancur tablet yaitu ≤ 15 menit, tetapi pada F4 (16,65 menit) tidak memenuhi syarat. Hasil uji disolusi dengan menggunakan medium dapar fosfat pH 5,8 pada menit ke-45 menunjukkan persen kumulatif dari masing-masing formula: F1 (64,57%), F2 (73,21%), F3 (75,58%), F4 (56,8%), F5 (59,71%) dan F6 (61,86%) tidak memenuhi syarat disolusi tablet parasetamol yaitu pelepasan zat aktif ≤ 80%.

Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pati sitrat dapat digunakan sebagai disintegran pada formulasi tablet parasetamol. Waktu hancur dan disolusi tablet parasetamol menjadi lebih baik dengan adanya peningkatan konsentrasi pati sitrat formula F1, F2 dan F3.


(7)

vii

PREPARATION OF STARCH CITRATE FROM CASSAVA (Manihot utilissima P.) STARCH BY KLAUSHFER METHOD AND THE

UTILIZATION AS DISINTEGRANT ON FORMULATION PARACETAMOL TABLETS BY WET GRANULATION METHOD

ABSTRACT

Background: Starch is used in pharmaceutical field, especially in formulation of tablet, either as filler, disintegrant or binder. Unmodified starch has many limitedness, the efforts to meet these criteria are by modifying natural starches. Purpose: To use starch citrate as disintegrant and determine the influence of starch citrate concentrations against disintegration time and dissolution.

Method: Starch citrate was prepared by reacting the cassava starch and citric acid at high temperature. Evaluations of starch citrate included particle size, solubility, swelling degree, density, microscopic and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Variations of starch citrate concentration in F1 (4%), F2 (5%), F3 (6%) and cassava starch in the F4 (4%), F5 (5%), F6 (6%) which was used as disintegrant. Preformulation test included flowing time, angle of repose and tap index done against mass granules before molded into a tablet, then evaluation of tablet included hardness, disintegration time, friability, determination of drug content, dissolution test and weights diversity.

Result: The study that showed the disintegrantion time of F1 (3.8 minutes), F2 (3.36 minutes), F3 (3.07 minutes), F5 (13.79 minutes), F6 (12.26 minutes) met the specified requirements, that was ≤ 15 minutes, but in F4 (16.65 minutes) did not meet the requirements. The result of dissolution test which using buffer phosphate medium in pH 5.8 at 45th minutes showed the percent cumulative of each formula: F1 (64.57%), F2 (73.21%), F3 (75.58%), F4 (56.8%), F5 (59.71%) dan F6 (61.86%) did not meet the dissolution requirements of the parasetamol tablet which was ≤ 80%.

Conclusion: The result of this study can be concluded that starch citrate can be used as disintegrant of paracetamol tablet. Disintegration time and dissolution of paracetamol tablet becomes better with increased concentration of starch citrate in F1, F2 and F3.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Singkong (Manihot utilissima P.) ... 5

2.2 Uraian Pati ... 6

2.3 Pati Termodifikasi ... 7

2.4 Esterifikasi ... 8


(9)

ix

2.6 Asam Sitrat ... 10

2.7 Sediaan Tablet ... 11

2.8 Spektrofotometri ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Metode Pembuatan ... 20

3.2 Alat ... 20

3.3 Bahan ... 20

3.4 Pengambilan Sampel ... 20

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.6 Pembuatan Pati Singkong ... 21

3.7 Evaluasi Terhadap Pati Singkong Hasil Isolasi ... 22

3.8 Pembuatan Pati Sitrat ... 22

3.9 Pemeriksaan Karakteristik Pati Sitrat ... 23

3.10 Pembuatan Tablet ... 25

3.11 Uji Preformulasi ... 26

3.12 Evaluasi Tablet ... 28

3.13 Penetapan Kadar Parasetamol ... 29

3.14 Uji Keragaman Bobot ... 30

3.15 Uji Disolusi Tablet ... 31

3.16 Analisis Data Secara Statistik ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Isolasi Pati Singkong ... 34

4.2 Pati Sitrat ... 34


(10)

x

4.4 Hasil Evaluasi Tablet ... 43

4.5 Hasil Penetapan Kadar Tablet Parasetamol ... 46

4.6 Keragaman Bobot ... 49

4.7 Hasil Uji Disolusi ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Istilah kelarutan ... 24

Tabel 3.2 Penafsiran spektrum inframerah ... 25

Tabel 3.3 Formula tablet parasetamol ... 26

Tabel 3.4 Kriteria penerimaan uji disolusi ... 32

Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati singkong dan pati sitrat ... 34

Tabel 4.2 Data kelarutan pati singkong dan pati sitrat ... 36

Tabel 4.3 Data uji preformulasi massa granul formula tablet ... 40

Tabel 4.4 Data hasil evaluasi tablet parasetamol ... 43

Tabel 4.5 Hasil penetapan kadar tablet parasetamol ... 48

Tabel 4.6 Hasil uji keragaman bobot tablet parasetamol ... 49


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Persentase distribusi ukuran partikel pati sitrat ... 35

Gambar 4.2 Mikroskopik pati singkong dan pati sitrat ... 37

Gambar 4.3 Spektrum inframerah asam sitrat ... 38

Gambar 4.4 Spektrum inframerah pati singkong ... 38

Gambar 4.5 Spektrum inframerah pati sitrat ... 39

Gambar 4.6 Diagram hasil uji waktu alir ... 41

Gambar 4.7 Diagram hasil uji sudut diam ... 41

Gambar 4.8 Diagram hasil uji indeks tap ... 42

Gambar 4.9 Diagram hasil uji kekerasan tablet ... 44

Gambar 4.10 Diagram hasil uji friabilitas tablet ... 45

Gambar 4.11 Diagram hasil uji waktu hancur ... 46

Gambar 4.12 Kurva serapan parasetamol BPFI konsentrasi 6,5 mcg/ml dalam dapar fosfat pH 5,8 ... 47

Gambar 4.13 Data panjang gelombang maksimum dan absorbansi parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 pada panjang gelombang 243,0 nm ... 47

Gambar 4.14 Kurva kalibrasi parsetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 pada panjang gelombang 243,0 nm ... 48

Gambar 4.15 Disolusi tablet parasetamol dengan persentase bahan pengambang yang berbeda dalam dapar fosfat pH 5,8 ... 50


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel ... 56

Lampiran 2. Gambar tanaman singkong (Manihot utilissima P.) ... 57

Lampiran 3. Flowsheet isolasi pati singkong ... 58

Lampiran 4. Flowsheet isolasi pati sitrat ... 59

Lampiran 5. Perhitungan karakteristik pati singkong ... 60

Lampiran 6. Contoh perhitungan pembuatan tablet parasetamol ... 62

Lampiran 7. Spektrum inframerah asam sitrat ... 64

Lampiran 8. Spektrum inframerah pati singkong ... 65

Lampiran 9. Spektrum inframerah pati sitrat ... 66

Lampiran 10. Gambar tablet parasetamol ... 67

Lampiran 11. Hasil uji preformulasi tablet parasetamol ... 68

Lampiran 12. Hasil evaluasi tablet parasetamol ... 70

Lampiran 13. Contoh perhitungan friabilitas tablet parsetamol ... 71

Lampiran 14. Hasil penentuan persamaan regresi dari kurva kalibrasi parasetamol pada panjang gelombang 243,0 nm dalam dapar fosfat pH 5,8 ... 72

Lampiran 15. Perhitungan kadar tablet parasetamol ... 76

Lampiran 16. Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari parasetamol dalam formulasi tablet ... 80

Lampiran 17. Data simpangan baku kadar tablet parasetamol ... 82

Lampiran 18. Perhitungan keragaman bobot tablet parasetamol ... 83


(14)

xiv

Lampiran 20. Perhitungan hasil uji disolusi ... 86

Lampiran 21. Data persen kumulatif disolusi tablet parasetamol ... 88

Lampiran 22. Alat yang digunakan ... 91

Lampiran 23. Sertifikat parasetamol baku pembanding ... 95

Lampiran 24. Sertifikat bahan baku parasetamol ... 96


(15)

vi

PEMBUATAN PATI SITRAT DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.) DENGAN METODE KLAUSHFER DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DISINTEGRAN PADA FORMULASI

TABLET PARASETAMOL YANG DIBUAT DENGAN METODE GRANULASI BASAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati digunakan dalam bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat. Pati yang belum dimodifikasi memiliki banyak kekurangan, sehingga diperlukan upaya untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu dengan memodifikasi pati alami. Tujuan: Untuk menggunakan pati sitrat sebagai disintegran dan mengetahui pengaruh konsentrasi pati sitrat terhadap waktu hancur dan disolusi.

Metode: Pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati singkong dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Pati sitrat di uji ukuran partikel, kelarutan, daya mengembang, berat jenis, mikroskopik, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Variasi konsentrasi pati sitrat pada F1(4%), F2(5%), F3(6%) dan pati singkong pada F4(4%), F5(5%), F6(6%) yang digunakan sebagai disintegran. Uji preformulasi berupa uji waktu alir, sudut diam dan indeks tap dilakukan terhadap massa granul sebelum dicetak menjadi tablet, kemudian dilakukan evaluasi tablet meliputi uji kekerasan, waktu hancur, friabilitas, penetapan kadar, keragaman bobot dan uji disolusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini diperoleh uji waktu hancur pada F1 (3,8 menit), F2 (3,36 menit), F3 (3,07 menit), F5 (13,79 menit), F6 (12,26 menit) memenuhi syarat waktu hancur tablet yaitu ≤ 15 menit, tetapi pada F4 (16,65 menit) tidak memenuhi syarat. Hasil uji disolusi dengan menggunakan medium dapar fosfat pH 5,8 pada menit ke-45 menunjukkan persen kumulatif dari masing-masing formula: F1 (64,57%), F2 (73,21%), F3 (75,58%), F4 (56,8%), F5 (59,71%) dan F6 (61,86%) tidak memenuhi syarat disolusi tablet parasetamol yaitu pelepasan zat aktif ≤ 80%.

Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pati sitrat dapat digunakan sebagai disintegran pada formulasi tablet parasetamol. Waktu hancur dan disolusi tablet parasetamol menjadi lebih baik dengan adanya peningkatan konsentrasi pati sitrat formula F1, F2 dan F3.


(16)

vii

PREPARATION OF STARCH CITRATE FROM CASSAVA (Manihot utilissima P.) STARCH BY KLAUSHFER METHOD AND THE

UTILIZATION AS DISINTEGRANT ON FORMULATION PARACETAMOL TABLETS BY WET GRANULATION METHOD

ABSTRACT

Background: Starch is used in pharmaceutical field, especially in formulation of tablet, either as filler, disintegrant or binder. Unmodified starch has many limitedness, the efforts to meet these criteria are by modifying natural starches. Purpose: To use starch citrate as disintegrant and determine the influence of starch citrate concentrations against disintegration time and dissolution.

Method: Starch citrate was prepared by reacting the cassava starch and citric acid at high temperature. Evaluations of starch citrate included particle size, solubility, swelling degree, density, microscopic and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Variations of starch citrate concentration in F1 (4%), F2 (5%), F3 (6%) and cassava starch in the F4 (4%), F5 (5%), F6 (6%) which was used as disintegrant. Preformulation test included flowing time, angle of repose and tap index done against mass granules before molded into a tablet, then evaluation of tablet included hardness, disintegration time, friability, determination of drug content, dissolution test and weights diversity.

Result: The study that showed the disintegrantion time of F1 (3.8 minutes), F2 (3.36 minutes), F3 (3.07 minutes), F5 (13.79 minutes), F6 (12.26 minutes) met the specified requirements, that was ≤ 15 minutes, but in F4 (16.65 minutes) did not meet the requirements. The result of dissolution test which using buffer phosphate medium in pH 5.8 at 45th minutes showed the percent cumulative of each formula: F1 (64.57%), F2 (73.21%), F3 (75.58%), F4 (56.8%), F5 (59.71%) dan F6 (61.86%) did not meet the dissolution requirements of the parasetamol tablet which was ≤ 80%.

Conclusion: The result of this study can be concluded that starch citrate can be used as disintegrant of paracetamol tablet. Disintegration time and dissolution of paracetamol tablet becomes better with increased concentration of starch citrate in F1, F2 and F3.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tablet didefinisikan sebagai bentuk solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang meningkatkan mutu sediaan tablet, sifat alir yang baik, sifat kohesivitas, kecepatan disintegrasi dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Berdasarkan metode pembuatan tablet ada 3 metode pembuatan tablet yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak langsung. Metode granulasi basah yaitu mengubah campuran serbuk menjadi granul bebas mengalir ke dalam cetakan dengan menambahkan pengikat dalam campuran serbuk, kemudian diayak dan dicetak. Metode granulasi kering yaitu dengan memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk dan setelah itu memecahkannya menjadi granul yang lebih kecil dan dicetak. Metode cetak langsung yaitu campuran bahan obat dan beberapa eksipien yang berbentuk granul dan dapat dicetak langsung tanpa memerlukan granulasi basah atau kering. Metode-metode tersebut dapat dipilih sesuai dengan sifat zat aktif dan bahan eksipien untuk membantu proses pembuatan tablet dan menciptakan sifat-sifat tablet yang dikehendaki (Ansel, 1989).

Pati telah lama digunakan baik sebagai bahan makanan maupun bahan tambahan dalam sediaan farmasi. Penggunaan pati dalam bidang farmasi terutama


(18)

2

pada formula sediaan tablet, baik sebagai pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat (Alanazi, dkk., 2008).

Pati adalah polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air, umumnya amilosa menyusun pati 17 - 21 %, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan 1,4-α-glikosida dan amilopektin adalah suatu polisakarida yang jauh lebih besar dari amilosa yang mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul yang dihubungkan dengan ikatan 1,6-α-glikosida (Fessenden dan Fessenden, 1991).

Penggunaan pati pada proses pengolahan pangan membutuhkan karakteristik atau sifat fungsional tertentu, terutama jika proses tersebut berlangsung pada kondisi suhu tinggi, pH rendah dan sebagainya, sehingga pati harus memiliki sifat fungsional dengan kriteria-kriteria tertentu. Tidak semua kriteria tersebut dipenuhi oleh pati alami, sehingga diperlukan upaya untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu dengan jalan memodifikasi pati alami (Erika, 2010).

Salah satu pati yang dimodifikasi adalah pati Singkong (Amilum manihot). Pati singkong diperoleh dari umbi singkong. Singkong (Manihot utillisima) merupakan salah satu sumber karbohidrat, di Indonesia singkong menduduki urutan ketiga setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Komponen utama singkong adalah pati, yaitu sekitar 80%. Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi singkong ini akan memberikan warna putih (Winarno, 1986).


(19)

3

Menurut Koswara (2006), pati yang belum dimodifikasi mempunyai beberapa kekurangan yaitu membutuhkan waktu pemasakan yang lama (membutuhkan energi tinggi), pasta yang terbentuk keras dan tidak bening, sifatnya terlalu lengket, tidak tahan dengan perlakuan asam, kekentalannya rendah, kelarutannya rendah dan kekuatan pemgembangnya juga rendah. Kendala-kendala tersebut menyebabkan penggunaan pati terbatas dalam industri pangan, maka dikembangkan teknologi untuk memodifikasi pati sehingga diperoleh pati yang mempunyai karakteristik yang lebih baik.

Pati sitrat merupakan produk biodegradabel yang memiliki sifat alir yang baik dan kemampuan mengembang tanpa membentuk gel bila dipanaskan dalam air dan dianggap sebagai pembawa yang baik untuk dispersi padat dan untuk meningkat laju disolusi pada obat kelarutannya buruk (Chowdary, dkk., 2011).

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti tertarik untuk memodifikasi pati singkong (Amilum manihot) secara kimia dengan metode Klaushfer sehingga dapat digunakan sebagai disintegran pada tablet parasetamol secara granulasi basah. Tujuan pembuatan tablet secara granulasi basah adalah untuk mendapatkan massa yang mempunyai kekompakan dan sifat alir yang baik.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah pati sitrat dapat digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol?


(20)

4

b. Bagaimana pengaruh konsentrasi dari pati sitrat yang digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol terhadap waktu hancur dan disolusi?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Pati sitrat dapat digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol.

b. Ada pengaruh konsentrasi dari pati sitrat yang digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol terhadap waktu hancur dan disolusi.

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk dapat menggunakan pati sitrat sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol.

b. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dari pati sitrat yang digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol terhadap waktu hancur dan disolusi.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penggunaan pati sitrat sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol.


(21)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong (Manihot utilissima P.)

2.1.1 Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Klass : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihotutilissima P. (Rukmana, 2002).

Singkong atau ketela pohon merupakan tanaman yang berasal dari Amerika, memiliki nama lain ubi kayu, singkong, kasepe dalam bahasa inggris adalah cassava. Singkong termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata 2-3 cm dan panjang 50-80 cm tergantung dari varietas singkong yang ditanam. Umbinya berwarna putih kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan disimpan lama walau didalam lemari pendingin. Gejala kerusakan di tandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuk asam sianida (HCN) yang bersifat racun bagi manusia (Lidiasari, 2006).


(22)

6 2.1.2 Kandungan kimia

Singkong segar mempunyai komposisi kimia terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar lemak 0,5% dan kadar abu 1%, karena merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Litbang, 2011).

2.2Uraian Pati

Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan makanan dalam jangka panjang. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60% dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung pati 80% (Winarno, 1986).

Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteritik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi, selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge, dkk., 1976).

Pati adalah polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air, umumnya amilosa menyusun pati 17-21 %, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan 1,4-α-glikosida dan amilopektin adalah suatu polisakarida yang jauh lebih besar dari amilosa yang mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul yang dihubungkan dengan ikatan 1,6-α-glikosida (Fessenden dan Fessenden, 1991).


(23)

7

Secara mikroskopik pati singkong berupa butir tunggal dan jarang berkelompok, agak bulat atau persegi banyak, berbentuk topi baja, butir kecil berdiameter 5 sampai 10 μm, butir besar berdiameter 20-35 μm. Hilus ditengah berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga, lamela tidak jelas (Ditjen POM, 1979).

2.3Pati Termodifikasi

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur asalnya (Fleche, 1985). Sedangkan menurut Glicksman (1969), pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molukul pati.

Modifikasi dapat dilakukan secara kimiawi maupun secara fisik. Terdapat empat metode modifikasi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, ikatan silang (cross linking) dan subtitusi (Luallen, 1988). Sementara itu, modifikasi secara fisika yaitu pati pre-gelatinasi (Wurzburg, 1989). Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan dengan keperluan tertentu. Sifat-sifat yang diinginkan adalah memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis serta daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusuma, dkk., 1989).

Pati sitrat merupakan salah satu ester, dimana pati sitrat dibuat dengan mereaksikan asam sitrat dan pati singkong dengan menggunakan pemanasan yang


(24)

8

tinggi. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan alkohol, suatu reaksi yang disebut dengan reaksi esterifikasi (Fessenden dan Fessenden, 1991).

2.4Esterifikasi

Pati termodifikasi ini diperoleh dengan menggunakan asam anorganik maupun asam organik dimana gugus hidroksilnya telah diubah melalui reaksi antara alkohol dan asam karboksilat (Fleche, 1985).

Pembuatan ester dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu esterifikasi Fischer yaitu jika alkohol dan asam karboksilat dan katalis asam (H2SO4) dipanaskan terdapat kesetimbangan ester dan air. Pembuatan ester dengan menggunakan anhidrida asam yaitu reaksi yang berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan reaksi-reaksi yang serupa dengan asil klorida, dan biasanya campuran reaksi yang terbentuk perlu dipanaskan (Fessenden dan Fessenden, 1991).

Pada penelitian Chowdary dan Veeraiah (2011), Pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati singkong dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Ketika asam sitrat dipanaskan, akan mengalami dehidrasi dan membentuk anhidrida. Kemudian sitrat anhidrida dapat bereaksi dengan pati dan menghasilkan pati sitrat. Pati sitrat tidak larut dalam air tetapi memiliki sifat alir dan daya pengembang yang baik.

Pati sitrat merupakan produk biodegradabel yang memiliki sifat alir yang baik dan kemampuan mengembang tanpa membentuk gel bila dipanaskan dalam air dan dianggap sebagai pembawa yang baik untuk dispersi padat dan untuk meningkat laju disolusi pada obat kelarutannya buruk (Chowdary, dkk., 2011).


(25)

9 2.5 Parasetamol

2.5.1 Tinjauan umum Rumus bangun :

Rumus molekul : C8H9NO2

Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2] Berat molekul : 151,16

Kandungan : Tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% C8H9NO2 dari jumlah yang tertera pada etiket. Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larutan dalam etanol.

(Ditjen POM, 1995) 2.5.2 Farmakologi

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).

Efek analgetik paracetamol serupa dengan salisilat yaitu dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol menghilangkan nyeri, baik secara sentral maupun secara perifer. Secara sentral diduga paracetamol bekerja pada hipotalamus sedangkan secara perifer,


(26)

10

menghambat pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan lebih tinggi (Zubaidi, 1980).

Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasma antara 1-3 jam.

2.6 Asam Sitrat 2.6.1 Tinjauan umum

Rumus bangun : CH2(COOH)C(OH)(COOH)CH2COOH. H2O Rumus molekul : C6H8O7.H2O

Nama kimia : asam 2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat Berat molekul : 210,14

Kandungan : Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C6H8O7.H2O.

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak berbau; rasa sangat asam; agak higroskopik; merapuh dalam udara kering atau panas

Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam1,5 bagian etanol (95%) P; sukar larut dalam eter P.


(27)

11

Asam sitrat merupakan asam makanan yang paling sering digunakan. Asam sitrat mudah didapat, melimpah, relatif tidak mahal, sangat mudah larut, memiliki kekuatan asam yang tinggi, tersedia sebagai granul halus, mengalir bebas, tersedia dalam bentuk anhidrat dan monohidrat berkualitas makanan. Asam sitrat monohidrat mencair pada suhu 100oC. Asam ini kehilangan air pada suhu 60oC, menjadi anhidrat pada suhu 130 oC (Siregar, 2010).

2.7 Sediaan Tablet 2.7.1 Uraian tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995).

Untuk mendapatkan tablet yang baik, maka bahan pengisi yang akan dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat- sifat berikut:

a. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki variasi.

b. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras.

c. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin (Sheth, dkk., 1980).


(28)

12 2.7.2 Metode pembuatan tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995).

a. Granulasi Basah

Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).

b. Granulasi Kering

Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, dkk., 1994).

Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugged atau dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).

c. Cetak Langsung

Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida dan metenamin bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga


(29)

13

memungkinkan untuk langsung dikompresi tanpa memerlukan granulasi (Ansel, 1989).

2.7.3 Komposisi tablet

Tablet oral umumnya di samping zat aktif mengandung, pengisi, pengikat, penghancur dan pelincir. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat warna, zat perasa, dan pemanis (Lachman, dkk., 1994).

Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989).

a. Pengisi

Digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiologis, selain itu juga dapat dicernakan dengan baik (Voigt, 1995). Bahan-bahan pengisi yaitu : laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat (Soekemi, dkk., 1987).

b. Pengikat

Untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat (Voigt, 1995). Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc, polivinilpirolidon dan veegum (Soekemi, dkk., 1987). c. Penghancur

Untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman, dkk., 1994). Bahan


(30)

14

yang digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivat selulosa, alginat, dan clays (Soekemi, dkk., 1987).

d. Pelicin

Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987).

2.7.4 Uji preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.

Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977).

Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995).

Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara


(31)

15

teratur keatas dan kebawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).

2.7.5 Evaluasi tablet a. Kekerasan Tablet

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempakan. Kekerasan tablet biasanya 4 – 8 kg, tablet dengan kekerasan kurang dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung rapuh, tapi bila kekerasan tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang cenderung keras (Parrott, 1971).

Faktor – faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan pada saat pentabletan, sifat bahan yang dikempa serta jumlah serta jenis bahan obat yang ditambahkan saat pentabletan akan meningkatkan kekerasan tablet (Ansel, 1981).

b. Kerapuhan Tablet ( Friabilitas)

Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan goncangan, besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian dengan alat friabilator. Faktor-faktor ysng mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk (fines), kerapuhan di atas 1% menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Lachman, dkk., 1994). c. Waktu hancur tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas


(32)

16

kasa alt pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit (Lachman, dkk., 1994).

d. Kadar zat berkhasiat

Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet untuk melepaskan zat atau obat yang dibutuhkan harus diketahui (Lachman, dkk., 1994).

Persyaratan kadar berbeda-beda, dan tertera pada masing-masing monografi masing-masing bahan obat.

e. Keseragaman sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan dua cara, yaitu :

1. Keragaman bobot, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya lebih besar atau sama dengan 50 mg.

2. Keseragaman kandungan, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya urang dari 50 mg.

(Ditjen POM, 1995) f. Disolusi

Disolusi adalah proses melarutnya suatu obat (Ansel, 1989). Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Cepatnya obat atau tablet melarut menentukan kadar bahan berkhasiat terlepas didalam tubuh. Karena itu


(33)

17

laju larut berhubungan langsung dengan kemanjuran dari tablet dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula (Lachman, dkk., 1994)

Pada tiap pengujian, volume dari media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing- masing monografi) ditempatkan dalam bejana dan biarkan mencapai temperature 37±0,50C. Kemudian 1 tablet yang diuji dicelupkan kedalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada waktu-waktu tertentu contoh dari media diambil untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989).

2.8 Spektrofotometri

2.8.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet

Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan (absorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400 nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Ketika suatu atom atau molekul menyerap sinar UV maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap. Gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya disebut dengan gugus kromofor (Dachriyanus, 2004).


(34)

18 2.8.2 Spektrofotometri sinar inframerah

Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik

2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya.

Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 - 50 m atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi

(Dachriyanus, 2004). Jenis absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat

energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul ini menyerap radiasi inframerah. Hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi inframerah yang dapat diserap oleh suatu molekul. Agar molekul dapat menyerap radiasi inframerah, maka molekul tersebut harus mempunyai gambaran spesifik, yakni momen dipol molekul harus berubah selama vibrasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Molekul dengan struktur yang berbeda tidak akan ada yang mempunyai pola absorbsi dan spektrum inframerah yang sama karena setiap ikatan yang berbeda mempunyai frekuensi getaran yang berbeda, dan juga karena setiap jenis ikatan kimia yang sama pada dua senyawa yang berbeda berada pada lingkungan yang sedikit berbeda (Pavia, dkk., 1979).

Radiasi inframerah dari frekuensi yang kurang dari 100 cm-1 diabsorbsi dan dikonversi oleh molekul organik menjadi energi rotasi molekul. Absorbsi


(35)

19

terukur, maka spektrum rotasi molekul terdiri dari bercirikan garis. Radiasi inframerah pada rentang 10000-100 cm-1 diabsorbsi dan dikonversi oleh molekul organik menjadi energi vibrasi molekul. Absorbsi ini terukur, tapi spektra vibrasi lebih tampak sebagai pita daripada garis karena perubahan energi vibrasi tunggal diikuti oleh perubahan sejumlah energi rotasi (Silverstein, dkk., 2005).


(36)

20 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pembuatan

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi isolasi pati singkong, pembuatan pati sitrat, karakteristik pati sitrat, uji preformulasi, pencetakan tablet dan evaluasi tablet.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, termometer, Stopwatch, mortir dan stamfer, ayakan mesh 12, mesh 14, mesh 40, mesh 60, mesh 100, lemari pengering, alat pencetak tablet (Erweka), Hardness Tester (Copley), Disintegration Tester (Copley), Disolution Tester (Veego), Friability Tester (Copley), Spektrofotometer UV-Vis (UV Mini 1240 Shimadzu), krus porselin, hot plate, alat-alat gelas dan alat laboratorium lainnya.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol (Hengshuljiheng Pharmacy Co., Ltd.), asam sitrat (Merck), pati singkong, laktosa, magnesium stearat, talkum, akuades, natrium hidroksida (Merck), kalium dihidrogenfosfat (KH2PO4) (Merck).

3.4 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong yang diambil di Pasar Sore jalan jamin ginting Medan.


(37)

21 3.5 Pembuatan pereaksi

3.5.1 Pembuatan aqua bebas CO2

Akuades yang telah dididihkan kuat-kuat selama beberapa menit. Selama pendinginan dan penyimpanan harus terlindung dari udara ( Ditjen POM, 1995). 3.5.2 Pembuatan larutan natrium hidroksida (NaOH) 10 M

Timbang 4 gram NaOH (BM = 40), dimasukkan kedalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 50 ml.

3.5.3 Pembuatan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 N

Dilarutkan 8 gram NaOH dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 1000 ml ( Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pembuatan larutan kalium dihidrogenfosfat (KH2PO4) 0,2 M

Dilarutkan sejumlah kalium dihidrogenfosfat dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga tiap 1000 ml mengandung 27,218 g KH2PO4 (Ditjen POM, 1979).

3.5.5 Pembuatan dapar fosfat pH 5.8

Dicampurkan 250 ml larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 18 ml natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida secukupnya hingga 1000 ml.

3.6 Pembuatan Pati Singkong 3.6.1 Prosedur isolasi pati singkong

Pembuatan pati singkong dengan cara umbi singkong dikupas, dicuci bersih, ditimbangdan diparut menggunakan parutan Stainless steel. Hasil parutan singkong ditambahkan air suling sampai menjadi seperti bubur. Lalu diperas dengan menggunakan kain blacu berwarna putih dan bersih. Filtrat direndam lebih


(38)

22

kurang selama 24 jam, lalu cairan atas dibuang dan dilakukan pencucian dengan cara menambahkan air suling secara berulang-ulang sampai diperoleh pati yang putih. Pati dikeringkan dibawah sinar matahari. Massa lembab dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-42o selama lebih kurang 24 jam.

3.7 Evaluasi Terhadap Pati Singkong Hasil Isolasi 3.7.1 Penetapan kadar abu

Caranya: Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang saksama, masukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan. Pijarkan dengan menggunakan tanur hingga arang habis, dinginkan, timbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1979).

3.7.2 Penetapan susut pengeringan

Caranya: Timbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Ratakan zat dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Ditjen POM, 1979).

3.8 Pembuatan Pati Sitrat

Pembuatan pati sitrat dilakukan dengan metode Klaushfer, asam sitrat 40 g dilarutkan dalam air 40 ml air suling, larutan asam sitrat ditetesi sedikit demi sedikit dengan NaOH 10 M sehingga pH menjadi 3,5 dan volume akhir larutan


(39)

23

dibuat hingga 100 ml dengan menambahkan air suling. Larutan asam sitrat dicampur dengan 100 gram tepung singkong dalam beaker. Campuran tersebut dipindahkan ke nampan stainless steel dan didiamkan selama 16 jam pada suhu 28oC, campuran tersebut dimasukkan dalam oven pada suhu 60oC selama 6 jam. Campuran tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 130oC selama 2 jam. Campuran kering tersebut dicuci berulang-ulang untuk menghilangkan asam sitrat yang tidak bereaksi. Pati sitrat dikeringkan pada suhu 50oC untuk menghilangkan air atau kelembapan.

3.9 Pemeriksaan Karakteristik Pati Sitrat 3.9.1 Distribusi ukuran partikel

Distribusi ukuran partikel dari pati sitrat dapat ditentukan dengan pengayakan. Dengan menggunakan ayakan mesh 40, 60 dan 100.

3.9.2 Daya pengembangan (swelling test)

Pati sitrat sebanyak 200 mg dimasukkan masing-masing ke dalam tabung reaksi berskala yang masing-masing berisi 10 ml aquadest dan parafin cair. Campuran tersebut didiamkan selama 12 jam. Volume sedimen dalam tabung reaksi tersebut dicatat. Indeks swelling dapat dihitung sebagai berikut:

3.9.3 Kelarutan

Kelarutan pati sitrat diukur di dalam air dan pelarut organik seperti alkohol. Kelarutan suatu zat yang tidak diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan istilah berikut:


(40)

24 Tabel 3.1 Istilah kelarutan

No Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan

1. Sangat mudah larut Kurang dari 1

2. Mudah larut 1-10

3. Larut 10-30

4. Agak sukar larut 30-100

5. Sukar larut 100-1000

6. Sangat sukar larut 1000-10000

7. Praktis tidak larut Lebih dari 10000

Uji kelarutan dilakukan dengan cara melarutkan 1 gram pati singkong atau pati sitrat dalam sejumlah air tertentu (Anief, 2007).

3.9.4 Bobot jenis

Pati sitrat dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml lalu dilihat volume awal. Lalu gelas ukur di tap sebanyak 15 kali setelah itu dilihat volumenya. Kemudian pati sitrat ditimbang. Lalu berat jenis dihitung dengan rumus:

Bobot jenis = 100% 2

1 2

x BJ

BJ BJ

Keterangan: BJ = Berat Jenis 3.9.5 Uji mikroskopik

Pati diletakkan di atas object glass lalu ditambahkan 2 tetes akuades. Lalu diamati bentuk hillus, lamela dari pati singkong di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40.

3.9.6 Uji FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Spektrofotometer inframerah digunakan untuk mengkarakteristik interaksi yang mungkin antara obat dan operator dalam keadaan padat. Teknik pelet KBr digunakan untuk menyiapkan sampel. Spektrum tercatat di wilayah spektral dari 4000 sampai 400 cm-1 sebagai berikut:


(41)

25 Tabel 3.2 Penafsiran spektrum inframerah

No Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

1. 3600-2400 cm-1 COOH

2. 3500-3200 cm-1 OH

3. 3500-3100 cm-1 NH2

4 3150-3050 cm-1 =C-H

6 2950-2875 cm-1 −CH Alifatis

7. 2750 cm-1 O=C−H

8. 2250-2100 cm-1 C≡C

9 2250 cm-1 C≡N

10. 1900-1650 cm-1 C=O

11. 1600-1500 cm-1 C=C

12. 1550-1350 cm-1 N=O

13. 1450 cm-1 CH2

14. 1375 cm-1 CH3

15. 1350−1050 cm-1 S=O

16. 1300−1000 cm-1 C−O

(Khopkar, 2008) 3.10 Pembuatan Tablet

Sediaan tablet parasetamol dibuat menggunakan pati sitrat sebagai desintegran dengan berbagai konsentrasi (4%, 5%, 6%) dan sebagai pembanding digunakan pati singkong dengan konsentrasi yang sama dan bobot tablet 450 mg dengan dosis parasetamol 325 mg tiap tabletnya seperti yang tertera pada tabel 2.3 Formula:

R/ Parasetamol 325 mg Mucilago amily 10% 30%

Mg stearat 1%

Talkum 1%

Pati Sitrat (% bervariasi) Pati singkong (% bervariasi)

Laktosa q.s


(42)

26 Tabel 3.3 Formula tablet parasetamol

Komposisi Formulasi (g)

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Parasetamol 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5

Pati Sitrat 1,8 2,25 2,7 0 0 0

Pati Singkong 0 0 0 1,8 2,25 2,7

Mucilago amyli 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35

Laktosa 8,41 8 7,55 8,41 8 7,55

Mg stearat 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45

Talkum 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45

Jumlah 45 45 45 45 45 45

Keterangan:

F1 : Formula tablet dengan konsentarsi pati sitrat 4% F2 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 5% F3 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 6% F4 : Formula tablet dengan konsentarsi pati singkong 4% F5 : Formula tablet dengan konsentarsi pati singkong 5% F6 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 6%

Tablet dibuat dengan metode granulasi basah, dimana zat aktif (Parasetamol) dan laktosa dicampur. Tambahkan mucilago amily sedikit demi sedikit sampai habis. Massa lembab dilewatkan ke ayakan mesh 12 untuk membentuk granul. Granul yang terbentuk dikeringkan pada temperatur 60º C selama 2 jam. Granul kering kemudian dilewatkan pada ayakan mesh 14 lalu dicampur dengan pati sitrat sebagai pengembang luar, magnesium stearat dan talkum, lalu diaduk sampai homogen.

3.11 Uji Preformulasi 3.11.1 Sudut diam

Massa granul sebanyak 100 gram dimasukkan kedalam corong yang telah dirangkai, permukaannya diratakan. Lalu penutup bawah corong dibuka, biarkan granul mengalir sampai habis. Tinggi kerucut yang terbentuk diukur.


(43)

27 tg θ = 2h/D Keterangan : θ = sudut diam

D = diameter

H= tinggi kerucut (cm)

Persyaratan: 200 < θ < 400 (Cartensen, 1977).

3.11.2 Waktu alir

Uji waktu alir dilakukan menurut metode yang dibuat oleh Cartensen (1977). Granul sebanyak 100 gram dimasukkan kedalam corong yang telah dirangkai, kemudian permukaannya diratakan. Penutup bawah corong dibuka dan secara serentak stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan saat granul tepat habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya.

Persyaratan: granul harus habis mengalir dalam waktu lebih singkat dari 10 detik (Lachman, 1994).

3.11.3 Indeks tap

Kedalam gelas ukur 25 ml, dimasukkan sejumlah granul hingga 25 ml. Ditap dengan alat yang dimodifikasi sampai konstan. Setelah hentakan, volumenya dihitung dengan rumus:

I = x 100% Dimana: V1 = Volume sebelum ketukan/ mampet

V2 = Volume setelah ketukan/ mampet


(44)

28 3.12 Evaluasi Tablet

3.12.1 Uji kekerasan tablet

Alat: Hardness Tester (Copley)

Sebelum tablet dimasukkan diantara anvil dan punch, tablet dijepit dengan cara memutar skrup pemutar sampai lampu stop menyala, ditekan knop tanda panah ke kanan sampai tablet pecah. Dan dicatat angka yang menunjukkan jarum penunjuk skala pada saat tablet pecah. Percobaan ini dilakukan untuk 5 tablet.

Persyaratan: Kekerasan tablet antara 4-8 kg (Parrot, 1971). 3.12.2 Uji kerapuhan/friabilitas

Alat: Friabilator (Copley)

Sebanyak 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang (A), kemudian kerapuhannya diuji di dalam alat uji friabilator dengan putaran 25 rpm selama 4 menit. Setelah 4 menit tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu. Bobot akhir ditimbang (B).

% kerapuhan = x100% A

B

A

Persyaratan: Kehilangan berat tablet 0,5 - 1,0% (Sahoo, 2007). 3.12.3 Uji waktu hancur

Alat: Desintegration Tester (Copley)

Dimasukkan 6 tablet pada masing-masing tabung di keranjang lalu letakkan 6 tablet dengan cakram penuntun di atasnya dan dijalankan alatnya. Dicelupkan pada air dengan suhu 37oC (±1oC) sebagai medium dengan tinggi air tidak boleh kurang dari 15 cm, sehingga tabung dapat dinaik turunkan secara teratur 30 kali permenit. Pada kedudukan tertinggi, kawat kasa tepat pada


(45)

29

permukaan air, angkat keranjang dan amati seluruh tablet. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada lagi tablet yang tertinggal pada kawat kasa dan dicatat waktu setiap tablet hancur.

Persyaratan: Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan ke enam tablet tidak boleh lebih dari 15 menit (Ditjen POM, 1979).

3.13 Penetapan Kadar Parasetamol

3.13.1 Pembuatan larutan induk baku dalam dapar fosfat pH 5,8

Timbang seksama 25 mg parasetamol BPFI dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan dapar fosfat pH 5,8 sampai garis tanda, lalu dikocok homogen (konsentrasi 1000 mcg/ml) (LIB I).

Dipipet sebanyak 1 mL larutan tersebut, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan dapar fosfat pH 5,8 sampai garis tanda maka diperoleh larutan induk baku dengan konsentrasi 40,080 mcg/ml (LIB II).

3.13.2 Pembuatan kurva serapan

Dari LIB II Parasetamol, dipipet sebanyak 1,62 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan dapar fosfat pH 5,8 sampai garis tanda. Dikocok homogen maka akan diperoleh konsentrasi 6,5 mcg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200 - 400 nm dan sebagai blanko digunakan dapar fosfat pH 5,8.

3.13.3 Pembuatan linieritas kurva kalibrasi

Dari LIB II dipipet 0,76; 1,12; 1,48; 1,84 dan 2,24 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan dengan dapar fosfat pH 5,8 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 3,2 mcg/ml; 4,4 mcg/ml; 6


(46)

30

mcg/ml; 7,2 mcg/ml dan 8,8 mcg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.

3.13.4 Penetapan kadar tablet parasetamol

Timbang seksama sebanyak 20 tablet, dicatat beratnya, kemudian digerus sampai homogen. Ditimbang sejumlah serbuk setara dengan 25 mg parasetamol sebanyak 6 kali, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian cukupkan dengan dapar fosfat pH 5,8 sampai garis tanda, dikocok homogen maka diperoleh larutan dengan konsentrasi teoritis 1000 mcg/ml. Saring dengan kertas saring, filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya di tampung. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 0,16 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan dapar fosfat pH 5,8 kemudian dicukupkan sampai garis tanda, maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 6,4 mcg/ml. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 243,0 nm dengan menggunakan dapar fosfat pH 5,8 sebagai blanko.

3.14 Uji Keragaman Bobot

Timbang seksama 10 tablet, satu per satu dan hitung bobot rata-rata. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%. (Ditjen POM, 1995).


(47)

31 3.15 Uji Disolusi Tablet

Untuk menguji laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat Dissolution Tester.

Medium : 900 ml larutan dapar posphat pH 5.8 Alat : tipe II (metode dayung)

Kecepatan putaran : 50 rpm Waktu : 30 menit Cara kerja:

Satu tablet dimasukkan dalam wadah disolusi yang berisi 900 ml medium disolusi dengan suhu 370 ± 0,50C. Kemudian diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pada waktu 45 menit, larutan aliquot dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Larutan disolusi yang telah dipipet diganti dengan 1 ml dapar fosfat pH 5,8. Selanjutnya larutan yang telah dipipet di dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan dapar fosfat sampai garis tanda, diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dan sebagai blanko digunakan dapar fosfat. Kadarnya dihitung dengan persamaan regresi. Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet.

Syarat: Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C8H9NO2 dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM,1995).

Interpretasi: Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Apabila tidak memenuhi persyaratan maka pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Kriteria penerimaan zat aktif yang larut dengan disolusidapat dilihat pada Tabel 2.4.


(48)

32 Tabel 3.4 Kriteria penerimaan uji disolusi

Tahap Jumlah Yang Diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap Unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang yang lebih kecil dari Q-15%

S3 12

Rata-rata dari 24 unit adalah sama dengan atau lebih besar dari Q tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak 1 unit pun kurang dari Q-25%

(Ditjen POM, 1995) 3.16 Analisis Data Secara Statistik

Kadar zat aktif sebenarnya yang terkandung dalam sampel dapat diketahui menggunakan uji distribusi t. Data diterima atau ditolak dihitung dengan menggunakan metode standar deviasi dengan rumus :

Keterangan:

SD = Standar deviasi X = Kadar sampel

= Kadar rata-rata sampel N = Jumlah perlakuan Untuk menghitung t hitung digunakan rumus ;

Dimana:

x = kadar sampel

= kadar rata-rata sampel SD = Standar deviasi N = jumlah perlakuan.

Hasil pengujian atau nilai thitung yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel maka data tersebut diterima.


(49)

33

Menurut Sudjana (2002), untuk menentukan kadar suatu zat didalam sampel dengan tingkat kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Keterangan: µ = kadar zat aktif

= kadar rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai (dk = n-1) α = tingkat kepercayaan


(50)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Pati Singkong (Manihot utilissima P.)

Dari 5000 gram umbi singkong diperoleh pati sebanyak 465,6 gram. Sehingga rendemen pati singkong 9,31% dapat dilihat pada Lampiran 5 hal 60. Pati singkong yang diperoleh berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Butir pati singkong berbentuk agak bulat atau bersegi banyak, lamelanya tidak jelas dan hilus berada ditengah berupa titik (Ditjen POM, 1979). Kadar abu total pati singkong alami sebesar 1,8264% dan susut pengeringan sebesar 1,664%.

4.2 Pati Sitrat

4.2.1 Distribusi ukuran partikel

Ukuran partikel pati singkong alami dan pati sitrat diperoleh dari pengayakan dengan ayakan bertingkat yaitu mesh 40, 60 dan 100. Sehingga didapatkan masing-masing berat dari ukuran partikel mesh 40, 60 dan 100. Hasil data ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati singkong dan pati sitrat

Ayakan Pati Singkong (%) Pati Sitrat (%)

Mesh 40 74,4 38,06

Mesh 60 16,74 52,83

Mesh 100 8,86 9,11

Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pati singkong lebih banyak melewati ayakan mesh 40 yaitu 74,4%. Sedangkan distribusi ukuran partikel pati sitrat distribusi ukuran partikelnya terpusat pada ayakan mesh 60 sebanyak 52,83%. Pati singkong menunjukkan distribusi ukuran partikel yang lebih sempit dibandingkan dengan pati sitrat.


(51)

35

Gambar 4. 1 Presentase distribusi ukuran partikel pati sitrat 4.2.2 Daya pengembang

Daya pengembang merupakan suatu sifat yang mencirikan daya kembang suatu bahan, dalam hal ini yaitu kekuatan pati untuk mengembang (BeMiller, dkk., 1997). Kenaikan volume atau pengembang pati sitrat adalah:

TSP (Volume Endapan dalam Parafin) : 2,1 ml TSA (Volume Endapan dalam Air) : 0,65 ml

Daya pengembang = 2,1- 0,65 / 0,65 x 100% = 223%

Berdasarkan perhitungan di atas didapat bahwa daya pengembang pati sitrat sebesar 223%. Menurut Leach dan Cowenn (2001), persyaratan pati dikatakan sebagai pengembang yang baik apabila memiliki daya pengembang sampai 200%.


(52)

36 4.2.3 Kelarutan

Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui kelarutan dari suatu zat terlarut dalam pelarutnya. Data hasil kelarutan pati sitrat dan pati singkong dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data kelarutan pati singkong dan pati sitrat

Pati Pelarut

Air Alkohol

Pati sitrat Praktis tidak larut Praktis tidak larut Pati singkong Praktis tidak larut Praktis tidak larut

Berdasarkan data dari Tabel 4.2 diatas dapat dijelaskan bahwa pati singkong dan pati sitrat praktis tidak larut dalam air atau alkohol. Kelarutan dapat dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi bahan-bahan dalam larutan dan komposisi pelarutnya (Vogel, 1979).

4.2.4 Bobot jenis

Berat seluruh pati sitrat 35 gram. Bobot jenis pati sitrat awal sebelum ditap adalah 0,833 g/ml, sedangkan bobot jenis akhir pati sitrat setelah ditap adalah 0,931 g/ml.

Bobot jenis = 100% 931

, 0

831 , 0 931 , 0

x

= 10,74%

Berdasarkan perhitungan di atas didapat bahwa berat jenis pati sitrat sebesar 10,74%. Menurut Aulton (1988), pati yang memiliki nilai bobot jenis kurang dari 18% biasanya memberikan sifat alir yang baik.


(53)

37 4.2.5 Mikroskopik

Uji mikroskopik dilakukan untuk mengetahui bentuk hilus dan lamela amilum di bawah mikroskop perbesaran 10x40. Hasil Mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(i) (ii)

Gambar 4.2 Mikroskopik pati: (i) pati singkong alami, (ii) pati sitrat

Pada uji mikroskopik, pati singkong memiliki bentuk bulat dan bersegi banyak, berbentuk topi baja, lamella tidak jelas dan memiliki hillus berupa titik yang terletak ditengah (Ditjen POM, 1979). Pati sitrat memiliki bentuk yang sama dengan amilum singkong, tidak memilki lamela dan letak hilus yang sama hanya saja hilus amilum sitrat berbentuk seperti kristal.

4.2.6 Uji FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Uji FTIR ini dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa pada bilangan gelombang yang sudah ditentukan. Hasil uji Asam sitrat dengan menggunakan FT-IR dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(54)

38 Gambar 4.3 Spektrum inframerah asam sitrat

Hasil uji pati singkong dengan menggunakan FT-IR dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(55)

39

Hasil uji pati sitrat dengan menggunakan FT-IR dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Spektrum inframerah pati sitrat

Jika spektrum inframerah asam sitrat pada Gambar 4.3 dibandingkan dengan spektrum inframerah dari pati sitrat pada Gambar 4.5 diatas dapat dilihat bahwa ada perbedaan pada bilangan gelombang 3244 cm-1 menujukkan adanya gugus –OH karboksilat, pada bilangan gelombang 2978 – 2885 cm-1 menunjukkan

gugus –CH alifatis dan FTIR pati sitrat yang paling spesifik absorbsi inframerah

karbonil dari ester pada bilangan gelombang 1724 cm-1 yaitu adanya gugus C=O.

Menurut Pavia, dkk., (1979), gugus karbonil (C=O) berada pada bilangan gelombang 1725 - 1700 cm-1. Dari hasil FTIR menunjukkan terjadinya reaksi antara asam sitrat dan pati singkong.

4.3 Hasil Uji Preformulasi Massa Granul

Sebelum massa granul dicetak menjadi tablet umumnya harus melalui serangkaian uji preformulasi. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui


(56)

40

kelayakan pencetakan suatu tablet. Pada Tabel 4.3 berikut ini adalah tabel hasil uji preformulasi berbagai formula yang dibuat.

Tabel 4.3 Data uji preformulasi massa granul formula tablet

Formula Waktu Alir (detik) Sudut diam (o) Indeks Tap (%)

F1 1,79 33,88 6,7

F2 1,73 33,76 8

F3 1,75 33,69 7,6

F4 1,93 33,29 8,2

F5 1,85 32,96 7

F6 1,9 32,9 7,2

Persyaratan < 10 detik 20o < θ <40o I ≤ 20% Keterangan:

F1 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 4% F2 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 5% F3 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 6% F4 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 4% F5 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 5% F6 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 6% 4.3.1 Uji waktu alir

Berdasarkan hasil uji waktu alir (Tabel 4.3), dapat dilihat bahwa waktu alir granul dengan bahan pengembang pada F1 sebesar 1,79 detik, F2 sebesar 1,73 detik, F3 sebesar 1,75 detik, F4 sebesar 1,93, F5 sebesar 1,85 detik dan F6 sebesar 1,9 detik. Dari data tersebut setiap F4, F5 dan F6 menunjukkan waktu alir yang lebih besar dibandingkan dengan F1, F2 dan F3, walaupun demikian waktu alir tiap formula memenuhi persyaratan. Sifat alir dari setiap formula sangat baik, sehingga tidak mengalami kesulitan pada waktu pencetakan tablet. Menurut Cartensen (1977), waktu yang diperlukan dalam uji waktu alir tidak lebih dari 10 detik, karena jika tidak akan dijumpai kesulitan pada keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan pelicin.


(57)

41

Gambar 4.6 Waktu alir massa granul dengan persentase bahan pengembang yang berbeda

4.3.2 Uji sudut diam

Berdasarkan hasil uji preformulasi sudut diam (Tabel 4.3), dapat dilihat bahwa uji preformulasi sudut diam F1 sampai F6 semakin menurun yaitu 33,88o - 32,9o. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pati sitrat dan pati singkong akan membentuk granul yang semakin sedikit, sehingga meningkatkan kelinciran dan mengakibatkan sudut diamnya menjadi kecil. Menurut Cartensen (1977), granul yang memiliki sifat free flowing mempunyai sudut diam yang lebih kecil dari 40o.

Gambar 4.7 Sudut diam massa granul dengan presentase bahan pengembang yang berbeda


(58)

42 4.3.3 Indeks tap

Berdasarkan hasil uji preformulasi indeks tap (tabel 4.3), dapat dilihat bahwa F1 memiliki indeks tap sebesar 6,7%; F2 sebesar 8%; F3 sebesar 7,6%; F4 sebesar 8,2%; F5 sebesar 7% dan F6 sebesar 7,2%. Hasil uji preformulasi indeks tap ini menunjukkan hasil yang bervariasi dari tiap-tiap formula, namun semuanya masih berada dalam batas persyaratan uji performulasi indeks tap. Menurut Guyot (1978), granul yang bersifat mengalir bebas adalah partikel yang memiliki indeks tap ≤ 20%. Pengujian indeks tap memiliki peran yang sangat penting dalam hal gambaran awal terhadap kelayakan cetak dari massa granul menjadi tablet. Hal ini menujukkan daya tahan granul terhadap daya kompresi yang diberikan oleh alat pencetak tablet. Semakin rendah peresentase indeks tap menunjukkan kualitas yang lebih baik dari sifat fisis massa granul yang akan di formulasikan kedalam bentuk tablet.

Gambar 4.8 Indeks tap massa granul dengan presentase bahan pengembang yang berbeda


(59)

43 4.4 Hasil Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet parasetamol yang dilakukan adalah uji kekerasan tablet, waktu hancur, keragaman bobot, penetapan kadar dan uji disolusi tablet. Menurut Ansel (1989), beberapa uji tersebut dilakukan untuk menjamin keseragaman penampilan dan juga efek terapi dari obat tersebut.

Tabel 4.4 Data hasil evaluasi tablet parasetamol Formula Kekerasan Tablet

(kg)

Waktu Hancur (menit)

Friabilitas (%)

F1 4,21 3,80 0,93

F2 5,68 3,36 0,95

F3 4,82 3,07 0,96

F4 5,61 16,65 0,94

F5 5,92 13,79 0,90

F6 5,79 12,26 0,92

Persyaratan 4 – 8 Kg < 15 menit < 1% Keterangan:

F1 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 4% F2 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 5% F3 : Formula tablet dengan konsentrasi pati sitrat 6% F4 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 4% F5 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 5% F6 : Formula tablet dengan konsentrasi pati singkong 6% 4.4.1 Uji kekerasan tablet

Berdasarkan hasil uji kekerasan tablet (Tabel 4.4), menunjukkan kekerasan tablet pada F1 (pati sitrat 4%) sebesar 4,21 kg dan F4 (pati singkong 4%) sebesar 5,61 kg, F2 (pati sitrat 5%) sebesar 5,68 kg dan F5 (Pati singkong 5%) sebesar 5,92 kg, F3 (pati sitrat 6%) sebesar 4,82 kg dan F6 (pati singkong 6%) sebesar 5,79 kg, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pada tiap formula dengan perbandingan konsentrasi yang sama dimana F1, F2 dan F3 menggunakan bahan penghancur pati sitrat lebih kecil kekerasan tabletnya dibandingkan dengan F4, F5 dan F6 menggunakan bahan penghancur pati singkong. Hal ini disebabkan


(60)

44

oleh tekanan kompresi mesin pencetak tablet, kompresibilitas bahan dan penggunaan bahan pengikat. Umumnya semakin besar tekanan yang diberikan, semakin keras tablet yang dihasilkan, walaupun sifat dari granul yang menentukan kekerasan tablet. Dari perbedaan kekerasan tablet tiap formula masih berada dalam batas penerimaan persyaratan evaluasi kekerasan tablet. Menurut Lachman, dkk (1994), kekerasan untuk tablet secara umum adalah 4-8 kg.

Gambar 4.9 Kekerasan tablet dapat dilihat dengan presentase jenis bahan pengembang yang berbeda.

4.4.2 Uji Friabilitas

Berdasarkan hasil uji friabilitas tablet (tabel 4.4), menunjukkan friabilitas pada F1 (pati sitrat 4%) sebesar 0,93% dan F4 (pati singkong 4%) sebesar 0,94%, F2 (pati sitrat 5%) sebesar 0,95% dan F5 (Pati singkong 5%) sebesar 0,90%, F3 (pati sitrat 6%) sebesar 0,96% dan F6 (pati singkong 6%) sebesar 0,92%, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pada tiap formula dengan perbandingan konsentrasi yang sama dimana F1, F2 dan F3 menggunakan bahan penghancur pati sitrat lebih besar friabilitasnya dibandingkan dengan F4, F5 dan F6


(61)

45

menggunakan bahan penghancur pati singkong. Friabilitas berkaitan dengan kekerasan tablet, jika kekerasan tablet semakin kecil maka ikatan antara granul menjadi semakin longgar sehingga friabilitas tablet tersebut semakin besar. Menurut Sahoo (2007), kehilangan berat lebih kecil dari 0,5% sampai 1% masih dapat dibenarkan. Sehingga pada pengujian ini seluruh formula memenuhi persyaratan.

Gambar 4.10 Friabilitas tablet dengan presentase bahan pengembang yang berbeda

4.4.3 Uji waktu hancur

Berdasarkan hasil uji waktu hancur (Tabel 4.4 ), menunjukkan waktu hancur pada F1 (pati sitrat 4%) sebesar 3,8 menit dan F4 (pati singkong 4%) sebesar 16,65 menit, F2 (pati sitrat 5%) sebesar 3,36 menit dan F5 (Pati singkong 5%) sebesar 13,79 menit, F3 (pati sitrat 6%) sebesar 3,07 menit dan F6 (pati singkong 6%) sebesar 12,26 menit, dapat dilihat bahwa waktu hancur dari tablet parasetamol pada F1 sampai F3 dengan bahan penghancur pati sitrat semakin cepat dibandingkan dengan F4, F5 dan F6. Hal ini menujukkan bahwa pati sitrat


(62)

46

memiliki daya hancur yang lebih baik untuk tablet dengan metode granulasi basah..

Gambar 4.11 Waktu hancur tablet dengan presentase bahan pengembang yang berbeda

4.5 Hasil Penetapan Kadar Tablet Parasetamol

4.5.1 Hasil pembuatan kurva serapan maksimum dan kurva kalibrasi

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), parasetamol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang sekitar 243 nm didalam larutan dapar fosfat pH 5,8. Hasil pengukuran secara spektrofotometri ultraviolet larutan parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 yang dilakukan diperoleh serapan maksimum pada panjang gelombang 243,0 nm (gambar 4.12) dan serapan 0,4207 (gambar 4.13). Dengan demikian, panjang gelombang maksimum yang didapat sesuai dengan literatur.


(63)

47

Gambar 4.12 Kurva serapan parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 pada c = 6,5 mcg/ml

Gambar 4.13 Data panjang gelombang maksimum dan absorbansi parasetamol BPFI dalam dapar fosfat pH 5,8 pada c = 6,5 mcg/ml

Dari hasil penentuan linieritas kurva kalibrasi Parasetamol BPFI dalam rentang konsentrasi 3,2064 mcg/ml hingga 8,8176 mcg/ml pada λ maks = 243 nm (gambar 4.14) diperoleh persamaan regresi : Y = 0,064425X + 0,00186 34 dengan nilai r = 0,99967. Menurut Ermer (2005), nilai r yang mendekati 1, menunjukkan


(64)

48

korelasi yang linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (serapan).

Gambar 4.14 Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI dalam Dapar Fosfat pH 5,8 secara Spektro Ultraviolet pada λ = 243,0 nm

Tabel 4.5 Hasil penetapan kadar tablet parasetamol

No Formula Kadar (%)

1 F1 100,51 ± 1,0715

2 F2 99,77 ± 0,8461

3 F3 99,04 ± 0,6948

4 F4 99,07 ± 1,211

5 F5 99,55 ± 0,4379

6 F6 99,80 ± 0,5863

Syarat: Kadar = 90,0% – 110,0% Keterangan

F1 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 4% F2 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 5% F3 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 6% F4 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 4% F5 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 5% F6 = Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 6%

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet parasetamol mengandung parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dari hasil penetapan kadar tablet parasetamol, diperoleh


(65)

49

kadar tablet F1 sebesar 100,51%, F2 sebesar 99,77%, F3 sebesar 99,04%, F4 sebesar 99,07%, F5 sebesar 99,55% dan F6 sebesar 99,80 %. Dari data tersebut kadar tablet tiap formula bervariasi, namun kadar tersebut masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Kadar parasetamol dalam tablet berkisar antara 99,04% sampai 100,51%.

4.6 Keragaman Bobot

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa keragaman bobot tablet parasetamol berkisar antara 99,04% sampai 100,51% dengan simpangan baku relatif antara 0,05% - 0,75%. Berdasarkan hal tersebut, maka keragaman bobot dari tablet parasetamol memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV yaitu jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%. Dilihat berdasarkan hasil simpangan baku relatifnya, maka dapat disimpulkan bahwa tablet yang tercetak memiliki keragaman bobot yang baik.

Tabel 4.6 Hasil uji keragaman bobot tablet parasetamol

No. Formula

Keragaman Bobot

Kadar (%) Simpangan Baku Relatif (%)

1 F1 100,51 ± 0,25 0,05

2 F2 99,77 ± 0,62 0,13

3 F3 99,04 ± 0,35 0,75

4 F4 99,07 ± 1,10 0,23

5 F5 99,55 ± 1,13 0,24


(66)

50 4.7 Hasil Uji Disolusi

Dari hasil uji disolusi tablet parasetamol yang dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan tabel 4.7, diketahui bahwa persen kumulatif parasetamol yang terlarut pada menit 45 dari F1 sebesar 64,57%, F2 sebesar 73,22%, F3 sebesar 75,58%, F4 sebesar 56,80%, F5 sebesar 59,71% dan F6 sebesar 61,861% dengan standar deviasi 0,264 - 1,245.

Gambar 4.15 Disolusi tablet parasetamol dengan jenis dan persentase bahan pengembang yang berbeda dalam dapar fosfat pH 5,8

Berdasarkan hal tersebut, maka hasil disolusi dari tablet parasetamol tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope indonesia edisi IV yaitu dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C8H9NO2 dari jumlah yang tertera pada etiket. Tetapi pada uji t, hasil disolusi menunjukkan data dari semua formula diterima dimana thitung < ttabel. Walaupun hasil uji disolusi tidak memenuhi syarat, dari data tersebut dapat dilihat bahwa disolusi tablet yang menggunakan pati sitrat lebih baik dari pada pati singkong dan laju disolusi semakin baik dengan adanya peningkatan konsentrasi pati sitrat. Prinsip disolusi dari sediaan padat atau oral dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang


(67)

51

tersedia untuk diabsorbsi dan dapat mempengaruhi kemanjuran terapi dari obat tersebut.

Tabel 4.7 Hasil uji disolusi tablet parasetamol

No Formula Kadar Rata-Rata (%)

1 F1 64,57 ± 0,796

2 F2 73,21 ± 0,848

3 F3 75,58 ± 1,245

4 F4 56,80 ± 0,264

5 F5 59,71 ± 0,476

6 F6 61,86 ± 0,342

Keterangan:

F1 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 4% F2 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 5% F3 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati sitrat 6% F4 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 4% F5 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 5% F6 : Formula tablet parasetamol dengan konsentrasi pati singkong 6%


(68)

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Pati sitrat dapat digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol secara granulasi basah.

2. Pengaruh konsentrasi pati sitrat yang digunakan sebagai disintegran pada pembuatan tablet parasetamol terhadap waktuya hancur lebih cepat dibandingkan dengan pati singkong dan pada uji disolusi, pengaruh konsentrasi pati sitrat semakin baik dengan adanya peningkatan konsentrasi pati sitrat. Meskipun waktu hancur tablet parasetamol lebih cepat, tetapi pada uji disolusi pelepasan zat aktifnya lebih lambat.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menggunakan pati sitrat sebagai disintegran pada obat Delayed action, dimana pelepasan zat aktifnya diperlambat.


(69)

53

DAFTAR PUSTAKA

Alanazi, F.K., Elbagory, I.M., Alsarra, I.A., Byomy, M.A., dan Abdulgaoy, M. (2008). Saudi-Corn Starch as a Tablet Excipient Compared With Importad Starch. Saudi Pharmaceutical Journal, 16 (2): 113

Anief, Moh. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 127.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Hal: 154–155, 244.

Aulton, M.E. (1988). Pharmaceutic The Science of Dosage Form Design. Dalam: Anita Lukman (2011). Pemanfaatan Pati Beras Ketan Pragelatinasi Sebagai Matriks Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak dan Kaptopril. Skripsi. Padang: Fakultas Farmasi. Universitas Andalas.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2011). Inovasi Pengolahan

Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Bogor.

Hal: 2.

BeMiller, J. N dan West Lafayette (1997). Starch Modification: Challenges and prospect, USA, Review. Hal: 127-131

Cartensen. J.T. (1977). Pharmaceutics Of Solids Dosage and Solid Dosage Form. New York: Jhon Wiley and Sons. A Wiley Interscience Publication John. Hal: 133–135, 154– 159, 216–218.

Chowdary, K. P. R., dan Veeraiah Enturi. (2011). Enhancement of Dissolution and Formulation Development of Efavirenz Tablets Employing Starch

Citrate - A New Modified Starch. India: University College of

Pharmaceutical Sciences, Andhra University, Visakhapatnam. Hal: 119-123.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan Pertama, Padang : Andalas University Press. Hal: 3.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III.,Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Hal: 8, 746, 748, 755.

Ditjen POM. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Depatemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal: 153.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 74, 999, 108 –1085.

Erika, C. (2010). Produk Pati Termodifikasi Dari Beberapa Jenis Pati. Jurnal. Banda Aceh : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala. 16 (3): 5


(1)

92 Lampiran 22. (Lanjutan)

Spektrofotometer UV-Vis


(2)

93 Lampiran 22. (Lanjutan)

Alat Uji Kekerasan Tablet (Copley)


(3)

94 Lampiran 22. (Lanjutan)

Alat Uji Waktu Hancur ( Copley)


(4)

95


(5)

96 Lampiran 24. Sertifikat bahan baku parasetamol


(6)

97 Lampiran 25. Daftar distribusi nilai t