Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS

80 MTBS diare sudah baik, pengetahuan ditekankan pada pemahaman bahwa metode MTBS merupakan penatalaksanaan yang terintegrasi dengan program lain dan dapat mempunyai lebih dari satu masalah penyakit . Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang materi MTBS akan semakin mudah dalam menerapkan MTBS sesuai standar.

5.1.2 Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi - Square diperoleh nilai p value = 0, 01. Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel sikap petugas berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana. Nilai koefisien kontingensi diperoleh 0.388, yang berarti variabel sikap petugas memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M, 2010 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap petugas dengan implementasi MTBS. Sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap objek, terdiri dari berbagai tingkatan yaitu menerima,,menghargai dan bertanggungjawab. Notoatmodjo, 2012. Berdasarkan penelitian Mudrik, 2014 sikap memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja petugas dalam pencapaian kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan dengan nilai p=0.042. Hal ini menunjukan bahwa semakin positif sikap 81 petugas maka semakin berpeluang untuk tercapainya kinerja atau sebaliknya semakin negatif sikap petugas maka berpeluang untuk tidak tercapainya kinerja.

5.1.3 Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Fisher diperoleh nilai p value = 0,383. Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel motivasi kerja petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M 2010 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara motivasi kerja petugas dengan implementasi MTBS. Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan, dan sangat terkait dengan produktivitas Fahmi,2014 . Oleh karena itu, untuk dapat menunjang program MTBS secara baik, responden harus tetap dapat menumbuhkan akan pentingnya motivasi kerja. Hal ini dikarenakan motivasi kerja dapat mengarahkan kepada perilaku yang merefleksikan kinerja seseorang dalam suatu organisasi. Sehingga semakin baik motivasi kerja seorang petugas, maka diharapkan semakin baik pula kinerja petugas dalam menerapkan penatalaksanaan terhadap balita sakit dengan melakukan pemeriksaan yang menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS. 82

5.1.4 Hubungan Antara Masa Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS