Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Integrating Compromising

4.2. Karakteristik Demografi Kepala Ruangan di Rumah Sakit.

Pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Pada tabel di bawah ini ditampilkan distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi kepala ruangan di Rumah Sakit Medan. Tabel 2. Karakteristik demografi kepala ruangan di Rumah Sakit N=54 No. Karakteristik Demografi N 1. Umur ≤ 40 tahun 41 - 50 tahun 50 tahun 6 35 13 11,1 64,8 24,1

2. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 3 51 5,6 94,4

3. Tingkat Pendidikan

Diploma III Sarjana Magister 17 37 31,5 68,5 0,0

4. Masa Kerja

≤ 5 tahun 6 - 10 tahun 11 - 15 tahun ≥ 16 tahun 2 10 42 0,0 3,7 18,5 77,8 Hasil penelitian pada tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan berumur 41-50 sebanyak 64,8, jenis kelamin perempuan sebanyak 94,4, memiliki tingkat pendidikan sarjana 68,5 dan masa kerja ≥ 16 tahun sebanyak 77,8. Universitas Sumatera Utara

4.3. Gaya manajemen konflik kepala ruangan di Rumah Sakit.

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan statistik deskriptif pada gaya manajemen konflik pada kepala ruangan Rumah Sakit di Medan, maka pada skema di bawah ini dapat dilihat rerata skor tertinggi sampai skor terendah. Gaya manajemen konflik Skema 4. Nilai rerata gaya manajemen konflik pada kepala ruangan Rumah Sakit di Medan N=54. Hasil penelitian pada skema 4. memperlihatkan bahwa gaya manajemen konflik yang sering digunakan oleh kepala ruangan adalah integrating mean 4,42; SD 0,44, kemudian diikuti oleh compromising mean 4,37; SD 0,55, obliging mean 3,36; SD 0,53, avoiding mean 2,78; SD 0,60, dan dominating mean 2,44; SD 0,54. N ila i re rat a ga ya m ana jem en konf li k Universitas Sumatera Utara

4.4. Perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan umur kepala ruangan di Rumah Sakit

. Pada tabel 3. ditampilkan rerata skor dan nilai p perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan umur kepala ruangan Rumah Sakit di Medan. Dari analisis statistik menggunakan uji one way ANOVA pada obliging, dominating dan avoiding serta Kruskal-Wallis pada integrating dan compromising ditemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda berdasarkan umur kepala ruangan. Tabel 3. Rerata skor gaya manajemen konflik berdasarkan umur kepala ruangan di Rumah Sakit N=54 Karakteristik Demografi Gaya Manajemen Konflik Rerata Standar Deviasi Integrating Obliging Dominating Avoiding Compromising Umur ≤ 40 tahun 4,520,48 3,440,46 2,200,55 2,780,42 4,500,52 41 - 50 tahun 4,390,48 3,280,54 2,450,56 2,730,64 4,340,63 50 tahun 4,470,34 3,550,52 2,510,51 2,910,57 4,370,33 p value 0,807 0,274 0,449 0,655 0,734 Berdasarkan hasil uji statistik di atas dapat disimpulkan bahwa Hipotesis alternatif Ha 1 penelitian ini ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan umur kepala ruangan, yang ditunjukkan oleh nilai p 0,05 pada semua gaya manajemen konflik.

4.5. Perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan di Rumah Sakit.

Pada tabel 4. ditampilkan rerata skor dan nilai p perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan Rumah Sakit di Medan. Dari analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan pada obliging, Universitas Sumatera Utara dominating dan avoiding serta Mann-Whithey pada integrating dan compromising ditemukan bahwa gaya manajemen konflik berbeda secara signifikan berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan. Tabel 4. Rerata skor gaya manajemen konflik berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan di Rumah Sakit N=54 Karakteristik Demografi Gaya Manajemen Konflik Rerata Standar Deviasi Integrating Obliging Dominating Avoiding Compromising Jenis Kelamin Laki-laki 4,00 1,13 2,56 0,51 2,93 0,90 3,22 1,17 4,00 1,32 Perempuan 4,45 0,38 3,41 0,49 2,41 0,51 2,75 0,56 4,39 0,50 p value 0,689 0,005 0,271 0,190 0,985 Penelitian ini menemukan bahwa dari kelima gaya manajemen konflik, obliging berbeda secara signifikan berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan, yang ditunjukkan oleh nilai p=0,005. Rerata skor obliging pada laki-laki adalah 2,56 sedangkan pada perempuan 3,41. Sehingga Ha 2 penelitian ini diterima, ada perbedaan yang signifikan gaya manajemen konflik obliging berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan.

4.6. Perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan masa kerja kepala

ruangan di Rumah Sakit. Pada tabel 5. ditampilkan rerata skor dan nilai p perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan masa kerja kepala ruangan Rumah Sakit di Medan. Dari analisis statistik menggunakan uji one way ANOVA pada obliging, dominating dan avoiding serta Kruskal-Wallis pada integrating dan compromising Universitas Sumatera Utara ditemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda berdasarkan masa kerja kepala ruangan. Tabel 5. Rerata skor gaya manajemen konflik berdasarkan masa kerja kepala ruangan di Rumah Sakit N=54 Karakteristik Demografi Gaya Manajemen Konflik Rerata Standar Deviasi Integrating Obliging Dominating Avoiding Compromising Masa Kerja ≤ 5 tahun - - - - - 6 - 10 tahun 4,21 0,10 3,00 0,47 2,50 0,99 2,33 0,47 4,25 0,71 11 - 15 tahun 4,31 0,45 3,08 0,49 2,26 0,49 2,73 0,48 4,18 0,81 ≥ 16 tahun 4,46 0,45 3,45 0,52 2,48 0,54 2,81 0,63 4,42 0,48 p value 0,449 0,088 0,525 0,539 0,652 Hasil penelitian ini menemukan bahwa Ha 3 penelitian ini ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan masa kerja kepala ruangan, yang ditunjukkan oleh nilai p 0,05 pada semua gaya manajemen konflik.

4.7. Perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan tingkat pendidikan

kepala ruangan di Rumah Sakit . Pada tabel di bawah ini ditampilkan rerata skor dan nilai p perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan Rumah Sakit di Medan. Dari analisis statistik menggunakan uji one way ANOVA pada obliging, dominating dan avoiding serta Kruskal-Wallis pada integrating dan compromising ditemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan. Universitas Sumatera Utara Tabel 6. Rerata skor gaya manajemen konflik berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan di Rumah Sakit Karakteristik Demografi Gaya Manajemen Konflik Rerata Standar Deviasi Integrating Obliging Dominating Avoiding Compromising Tingkat Pendidikan Diploma III 4,390,38 3,300,63 2,440,50 2,670,50 4,210,63 Sarjana 4,440,47 3,390,48 2,440,57 2,830,64 4,440,51 Magister - - - - - p value 0,560 0,580 0,930 0,357 0,125 Dari data pada tabel di atas ditemukan bahwa Ha 4 penelitian ini ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan, yang ditunjukkan oleh nilai p 0,05 pada semua gaya manajemen konflik. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Demografi Kepala Ruangan

Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas kepala ruangan berumur 41-50 tahun sebanyak 66, diikuti oleh umur 50 tahun sebanyak 24,1. Hal ini memperlihatkan bahwa lebih dari 70 kepala ruangan Rumah Sakit di Medan berumur 41 tahun ke atas. Dari hasil data di atas dapat disimpulkan bahwa seorang perawat menjabat kepala ruangan di suatu Rumah Sakit mayoritas berumur 41 tahun ke atas, karena pada usia tersebut seorang kepala ruangan telah melewati berbagai pengalaman bekerja di Rumah Sakit. Hal ini didukung oleh data penelitian lain yang dilakukan di beberapa Rumah Sakit di negara lain Hendel et al., 2005; Intaraprasong, Potjanasitt, Pattaraarchachai, Meennuch, 2012. Hasil penelitian Hendel et al 2005 di Rumah Sakit Israel ditemukan bahwa perawat manejer yang berumur 41 tahun ke atas sebanyak 82 . Intaraprasong et al 2012 menemukan kepala ruangan di Rumah Sakit Thailand mayoritas berumur 41 tahun ke atas sebanyak 63. Berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa yang paling banyak adalah perempuan berjumlah 51 orang 94,4. Sesuai dengan sejarah keperawatan, data ini memperlihatkan bahwa profesi perawat sampai saat ini masih lebih banyak dilaksanakan oleh perempuan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada sembilan Rumah Sakit di Oman ditemukan bahwa jumlah perawat manejer Universitas Sumatera Utara perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dengan jumlah perempuan sebanyak 88 Al-Hamdan et al., 2011. Berdasarkan tingkat pendidikan ditemukan bahwa mayoritas tingkat pendidikan kepala ruangan adalah sarjana sebanyak 69,8, diploma 30,2, dan tidak ada magister. Bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan kepala ruangan di beberapa negara lain, tingkat pendidikan kepala ruangan strata magister di Medan masih tergolong rendah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada lima Rumah Sakit di Israel ditemukan bahwa kepala ruangan yang berpendidikan magister mencapai 33,3 Hendel et al., 2005, di Rumah Sakit Thailand 17,9 Intaraprasong et al., 2012, dan di Rumah Sakit Kesultanan Oman 4,1 Al-Hamdan et al., 2011. Berdasarkan masa kerja ditemukan bahwa masa kerja kepala ruangan mayoritas 16-20 tahun sebanyak 41 orang 77,4, diikuti oleh masa kerja selama 11-15 tahun 18,5 dan tidak ada masa kerja ≤ 5 tahun . Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang kepala ruangan di Rumah Sakit mayoritas perawat harus sudah bekerja selama sepuluh tahun ke atas. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada lima Rumah Sakit di Israel ditemukan bahwa masa kerja perawat manejer yang paling banyak adalah ≥ 13 tahun sebanyak 75,9 , hanya 24,1 yang memiliki masa kerja 12 tahun Hendel et al., 2005. Bahkan kepala ruangan di salah satu Rumah Sakit Thailand mencapai 92 memiliki masa kerja 10 tahun ke atas Intaraprasong et al., 2012. Universitas Sumatera Utara

5.2. Gaya Manajemen Konflik Kepala Ruangan di Rumah Sakit

Secara berurutan mulai dari rerata tertinggi sampai terendah, gaya manjemen konflik yang digunakan oleh kepala ruangan rumah sakit di Medan adalah integrating 4,42; SD 0,44, compromising 4,37; SD 0,55, obliging 3,36; SD 0,53, avoiding 2,78; SD 0,60, dan dominating 2,44; SD 0,54.

1. Integrating

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa gaya manajemen konflik yang paling sering digunakan oleh kepala ruangan adalah integrating 4,42; SD 0,44. Menurut Rahim 2001 integrating sering juga disebut problem solving. Dalam gaya ini ditemukan adanya keterbukaan, bertukar informasi, mencari alternatif, dan mencari perbedaan untuk mencapai suatu solusi efektif yang dapat diterima oleh kedua pihak. Gaya ini lebih efektif dibandingkan dengan gaya lainnya untuk menjadikan subsistem dalam suatu organisasi lebih kompak. Gaya ini merupakan gaya yang paling efektif dalam menyelesaikan konflik sosial dan cocok diterapkan untuk menangani isu-isu strategis mengenai tujuan, kebijakan dan perencanaan jangka panjang organisasi. Hasil penelitian lain yang sama dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan pada perawat manejer Rumah Sakit di Oman. Perawat manejer Rumah Sakit di Oman secara berturut-turut menggunakan integrating, kemudian disusul oleh compromising, obliging, dominating, dan avoiding Al-Hamdan et al., 2011. Berbeda dengan hasil penelitian ini, beberapa penelitian pada perawat menemukan bahwa integrating berada pada posisi ke empat Cavanagh, 1991; Universitas Sumatera Utara Kunaviktikul et al., 2000; Morrison, 2008; Whitworth, 2008. Menurut Valentine 2001 penggunaan yang jarang gaya integrating mengindikasikan bahwa perbedaan pendapat tidak dianggap sebagai proses pembelajaran dan problem solving.

2. Compromising

Compromising merupakan pilihan kedua yang paling banyak digunakan oleh kepala ruangan Rumah Sakit pada penelitian ini 4,37; SD 0,55. Menurut Rahim 2001 gaya ini disebut juga give and take, dimana semua pihak menginginkan keputusan yang secara bersama-sama saling menguntungkan. Gaya ini sangat berguna ketika tujuan pihak yang sedang konflik saling eksklusif atau kedua pihak seperti manajer dan karyawan sama kuatnya dan menemukan jalan buntu dalam proses negosiasi. Hasil penelitian lain yang menghasilkan compromising pada posisi kedua adalah penelitian yang dilakukan pada 82 perawat manejer di salah satu Rumah Sakit di Amerika Serikat Cavanagh, 1991, 349 perawat pelaksana di Thailand Kunaviktikul et al., 2000, dan 271 perawat manejer di Oman Al-Hamdan et al., 2011. Menurut Valentine 2001 sering menggunakan gaya compromising merupakan indikasi fokus utama pada aspek praktik. Gaya ini dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan bersifat sementara, akan tetapi tidak tepat digunakan untuk menghadapi isu-isu yang yang sangat penting seperti prinsip, nilai, tujuan jangka panjang, dan kesejahteraan organisasi. Universitas Sumatera Utara

3. Obliging