Tanin Stabilitas PENELAAHAN PUSTAKA

Allen, 1999. Untuk menjaga stabilitas krim, dapat ditambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang sering digunakan dalam sediaan krim adalah metil paraben nipagin dan propil paraben nipasol Syamsuni, 2006. Untuk menghasilkan emulsi yang stabil dapat ditambahkan emulsifying agent. Emulsifying agent berperan untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase dispers dengan medium pendispersi sehingga fase dispers dapat terdispersi merata pada medium pendispersinya Allen, 2002. Emulsifying agent mencegah droplet untuk bergabung dengan droplet yang lain sehingga akan membentuk droplet yang lebih besar dan menyebabkan kedua fase akan terpisah Allen, 1999. Menurut Rosen dan Milton cit., Rachim, Mitha, dan Thoha, 2012, emulsifying agent dibedakan berdasarkan muatannya yaitu anionik bermuatan negatif, kationik bermuatan positif, amfoter bermuatan positif dan negatif, dan non ionik tidak bermuatan.

D. Tanin

Tanin merupakan kelompok polifenol yang memiliki bobot molekul antara 500 – 3000 gmol. Pada tanaman, tanin memiliki peranan biologis dalam hal proteksi terhadap agen infeksi, dan serangga. Tanin berwujud bubuk amorf, berwarna kuning terang atau putih, dan memiliki bau yang khas Khanbabaee dan Ree, 2001. Kandungan tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan reagen FeCl 3. Tanin akan membentuk kompleks berwarna biru kehitaman sampai hijau kehitaman apabila dilakukan penambahan reagen FeCl 3. Tanin akan menimbulkan warna biru sampai hijau kehitaman dikarenakan adanya reaksi antara gugus fenol pada tanin dengan reagen FeCl 3 Andriyani dkk., 2010. Tanin dapat ditemukan di bagian daun, buah, kulit batang dan kayu Mulyani dan Laksana, 2011. Gugus fenol yang terdapat dalam tanin memiliki kemampuan untuk memutuskan ikatan peptidoglikan bakteri gram positif. Gugus fenol tersebut akan menyebabkan kebocoran nutrien sel bakteri dengan cara merusak ikatan hidrofobik pada komponen membran sel protein dan fofolipida. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan pada membran sel bakteri sehingga aktivitas dan biosintesis enzim- enzim spesifik yang dibutuhkan dalam proses metabolisme bakteri akan terhambat Darmawi, Manaf, dan Putranda, 2013.

E. Monografi eksipien

1. Propilen glikol

Gambar 2. Struktur molekul propilen glikol Rowe, Sheskey dan Owen, 2006 Propilen glikol gambar 2 adalah salah humektan yang sering dipilih dalam formulasi sediaan topikal dan penggunaannya sebagai humektan maksimal sebanyak 15. Propilen glikol berwujud cair, jernih, tidak berbau, kental, dengan rumus kimia C 3 H 8 O 2, bobot molekul 76,09 gmol. Propilen glikol dapat juga berfungsi sebagai pengawet, kosolven, desinfektan. Dalam penggunaan topikal, kemungkinan iritasi dalam penggunaan dapat diminimalisir, meskipun dapat lebih menyebabkan iritasi jika dibandingkan dengan gliserin Rowe dkk., 2006.

2. Tween 80

Gambar 3. Struktur molekul Tween 80 Rowe dkk., 2006 Tween 80 gambar 3 merupakan bahan yang biasa digunakan sebagai emulsifying agent. Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan, berminyak, dan beraroma yang khas dan rasa yang pahit. Tween 80 memiliki rumus molekul C 64 H 124 O 26 dan bobot molekulnya adalah 310 gmol. Tween 80 biasa digunakan sebagai zat pembasah, emulgator, agen pensuspensi atau agen pendispersi dan peningkat kelarutan gliserin. Tween 80 memiliki nama sinonim polisorbat 80 dan polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Tween 80 digunakan sebagai emulsifying agent sebanyak 15 Rowe dkk., 2006. Mekanisme emulsifying agent adalah untuk menurunkan tegangan permukaan Rachim, 2012.

3. Asam stearat

Gambar 4. Struktur molekul asam stearat Rowe dkk., 2006 Asam stearat gambar 4 memiliki rumus molekul C 18 H 36 O 2, berwarna putih atau putih kekuningan, berupa padatan kristal. Kegunaan asam stearat dalam kefarmasian adalah sebagai emulsifying agent, solubilizing agent, pada tablet sebagai lubrikan. Pada formulasi topikal, asam stearat digunakan sebagai emulsifying agent dan agen solubilisasi. Dalam penyimpanannya, asam stearat disimpan dalam wadah yang tertutup baik dan disimpan di tempat yang kering. Penggunaan asam stearat pada krim dan salep sebanyak 1 – 20. Jika sebagian dinetralkan dengan alkali atau trietanolamine , maka asam stearat dapat digunakan sebagai bahan salah satu bahan penyusun krim Rowe dkk., 2006.

4. Butyl hidroxy toluene BHT

Gambar 5. Struktur molekul butyl hidroxy toluene Rowe dkk., 2006 BHT gambar 5 berupa kristal padat atau bubuk, berwarna putih atau kuning pucat, berbau khas dan rumus molekulnya C 15 H 24 O. BHT berfungsi sebagai antioksidan pada kosmetik dan sediaan makanan. Penggunaan BHT sebagai antioksidan pada sediaan topikal sebanyak 0,0075 –0,1 Rowe dkk., 2006.

5. Metil paraben

Gambar 6. Struktur molekul metil paraben Rowe dkk., 2006 Metil paraben gambar 6 berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, rumus molekulnya C 8 H 8 O 3 . Penggunaan metil paraben adalah sebagai pengawet. Pada pembuatan sediaan topikal, penggunaan metil paraben sebanyak 0,02 –0,3 Rowe dkk., 2006.

6. Triethanolamine TEA

Gambar 7. Struktur triethanolamine Rowe dkk., 2006 Triethanolamine gambar 7 berupa cairan kental, tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, berbau sedikit ammonia, memiliki rumus molekul C 6 H 15 NO 3 . Jika dicampur asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat maka triethanolamine akan membentuk sabun ionik dengan pH 8 yang dapat digunakan sebagai emulsifying agent untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air MA yang stabil Rowe dkk., 2006.

F. Stabilitas

Kestabilan sistem emulsi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, jenis dan jumlah emulsifying agent, perbedaan densitas antara kedua fase, dan viskositas fase eksternal. Proses penggabungan partikel dalam emulsi dapat dihambat dengan menggunakan emulsifying agent. Stabilitas emulsi menunjukkan suatu kestabilan bahan yang tidak memiliki kecenderungan untuk membentuk lapisan yang terpisah Budiarti dkk., 2013. Stabilitas emulsi dapat diartikan juga sebagai sifat emulsi tanpa adanya koalesen, creaming. Creaming merupakan proses yang reversibel, sedangkan koalesen adalah proses yang irreversible meskipun dilakukan penggojokan Sarmoko, 2010. Untuk mengetahui sifat fisik dari krim dapat dilakukan beberapa uji yaitu:

1. Viskositas

Viskositas adalah sifat yang menunjukkan besar kecilnya tahanan sediaan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan, maka tahanan untuk mengalir semakin tinggi Garg, Aggarwal, Garg dan Singla, 2002. Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer. Sediaan krim yang dibuat dimasukkan dalam cup dan spindel yang berfungsi sebagai pengaduk juga dimasukkan ke dalam cup. Alat dinyalakan sehingga spindel akan berputar. Jarum penunjuk akan menunjukkan suatu angka yang menunjukkan sebagai nilai viskositas sediaan yang diuji Voigt, 1995. 2. Daya sebar Daya sebar merupakan kemampuan sediaan menyebar pada saat pengaplikasian di permukaan kulit. Daya sebar adalah karakteristik penting dalam formulasi sediaan topikal dan bertanggungjawab dalam pelepasan bahan atau obat Garg dkk., 2002. Untuk melakukan uji daya sebar, sejumlah krim diletakkan di atas kaca bundar. Bagian atasnya diberi kaca yang sama, diletakkan beban, dan diberi rentang waktu sekitar 1 menit. Diameter penyebaran krim dapat diukur saat sediaan berhenti menyebar Voigt, 1995.

G. HET-CAM