Deskripsi Hasil Penelitian 1. Rasio Kemandirian

68 perah dan kerbau sedangkan untuk ternak kuda produksinya tetap. Populasi ternak unggas di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2004 mengalami kenaikan di hamper semua jenis ternak dengan kenaikan terbesar pada ternak ayam kampong yaitu sebesar 70,61 persen disbanding dengan tahun sebelumnya. Sedangkan produksi daging, dan susu selama tahun 2004 mengalami kenaikan masing-masing 20,21 persen dan 1,02 persen.

4.1.7. Pendidikan

Walaupun sudah mulai diberlakukan wajib belajar 9 tahun, namun pertambahan jumlah murid utamanya di tingkat SD tidak begitu mencolok. Hal ini salah satunya disebabkan jumlah penduduk usia sekolah memang berkurang, yang pada akhirnya juga akan mengakibatkan banyaknya SD-SD yang digabungkan jadi satu dikarenakan kurang murid. Di Kabupaten Tulungagung sekarang mulai bermunculan sekolah-sekolah swasta yang menawarkan berbagai fasilitas yang dapat mempengaruhi orangtua untuk menyekolahkan ke sekolah swasta daripada sekolah negeri. 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1. Rasio Kemandirian Rasio Kemandirian menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi pada periode sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja atau 69 sebelum otonomi daerah. Berikut ini hasil perhitungan dari rasio kemandirian sebelum dan sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja: Tabel 4.1 : Data Rasio Kemandirian Sebelum Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN PAD BANTUAN RASIO PEMERINTAH KEMANDIRIAN 1 19981999 3.145.095.000 16.871.382.000 18,64 2 19992000 3.036.547.000 25.385.199.000 11,96 3 2000 3.464.791.007 28.109.148.068 12,33 Sumber : Lampiran 1 Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa rasio kemandirian tertinggi sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 19981999 yaitu sebesar 18,6 dengan total PAD sebesar Rp.3.145.095.000 dan bantuan pemerintah sebesar Rp. 16.871.382.000. Sedangkan rasio kemandirian terendah sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 19992000 yaitu sebesar 11,96 dengan total PAD sebesar Rp. 3.036.547.000 dan bantuan pemerintah sebesar Rp.25.385.199.000. Tabel 4.2 : Data Rasio Kemandirian Sesudah Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN PAD BANTUAN RASIO PEMERINTAH KEMANDIRIAN 1 2002 7.878.920.746 113.313.725.344 6,95 2 2003 11.621.536.415 138.116.975.564 8,41 3 2004 17.436.477.600 146.764.008.100 11,88 Sumber : Lampiran 1 70 Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa rasio kemandirian tertinggi sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2004 yaitu sebesar 11,88 dengan total PAD sebesar Rp. 17.436.477.000 dan bantuan pemerintah sebesar Rp. 146.764.008.100. Sedangkan rasio kemandirian terendah sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2002 yaitu sebesar 6,95 dengan total PAD sebesar Rp. 7.878.920.746 dan bantuan pemerintah sebesar Rp.113.313.725.344.

4.2.2. Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas ditunjukkan dengan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan periode sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja. Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Berikut ini hasil perhitungan dari rasio aktivitas sebelum dan sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja : Tabel 4.3 : Data Rasio Belanja Rutin Sebelum Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN TOTAL BELANJA TOTAL RASIO BELANJA RUTIN APBD RUTIN 1 19981999 13.648.591.000 19.582.787.000 69,70 2 19992000 20.842.915.000 29.445.206.000 70,79 3 2000 21.166.909.000 30.679.247.617 68,99 Sumber : Lampiran 1 71 Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rasio belanja rutin tertinggi sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 19992000 yaitu sebesar 70,79 dengan total belanja rutin sebesar Rp.20.842.915.000. Sedangkan rasio belanja rutin terendah sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2000 yaitu sebesar 68,99 dengan total belanja rutin sebesar Rp. 21.166.909.000. Tabel 4.4 : Data Rasio Belanja Rutin Sesudah Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN TOTAL BELANJA TOTAL RASIO BELANJA RUTIN APBD RUTIN 1 2002 78.293.441.433 122.380.361.647 63,98 2 2003 100.671.456.136 146.909.941.136 68,53 3 2004 97.134.377.423 157.806.452.785 61,55 Sumber : Lampiran 1 Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rasio belanja rutin tertinggi sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2003 yaitu sebesar 68,53 dengan total belanja rutin sebesar Rp.100.671.456.136. Sedangkan rasio belanja rutin terendah sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2004 yaitu sebesar 61,55 dengan total belanja rutin sebesar Rp. 97.134.377.423. 72 Tabel 4.5 : Data Rasio Belanja Pembangunan Sebelum Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN TOTAL BELANJA TOTAL RASIO BELANJA PEMBANGUNAN APBD PEMBANGUNAN 1 19981999 5.934.196.000 19.582.787.000 30,30 2 19992000 8.602.291.000 29.445.206.000 29,21 3 2000 9.512.338.617 30.679.247.617 31,01 Sumber : Lampiran 1 Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa rasio belanja pembangunan tertinggi sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2000 yaitu sebesar 31,01 dengan total belanja pembangunan sebesar Rp.9.512.338.617. Sedangkan rasio belanja pembangunan terendah sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 19992000 yaitu sebesar 29,21 dengan total belanja pembangunan sebesar Rp.8.602.291.000. Tabel 4.6 : Data Rasio Belanja Pembangunan Sesudah Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN TOTAL BELANJA TOTAL RASIO BELANJA PEMBANGUNAN APBD PEMBANGUNAN 1 2002 44.086.920.214 122.380.361.647 36,02 2 2003 46.238.485.000 146.909.941.136 31,47 3 2004 60.672.075.362 157.806.452.785 38,45 Sumber : Lampiran 1 Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa rasio belanja pembangunan tertinggi sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2004 yaitu sebesar 38,45 dengan total belanja pembangunan sebesar Rp.60.672.075.362. Sedangkan rasio belanja pembangunan terendah 73 sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terjadi pada periode tahun 2003 yaitu sebesar 31,4740 dengan total belanja pembangunan sebesar Rp. 46.238.485.000.

4.2.3. Rasio Pertumbuhan

Rasio Pertumbuhan digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai periode sebelum pemberlakuan anggaran berbasis kinerja. Berikut ini hasil perhitungan dari rasio pertumbuhan sebelum dan sesudah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja : Tabel 4.7 : Data Rasio Pertumbuhan Sebelum Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN RASIO RASIO RASIO PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN BLJ PENDAPATAN BELANJA RUTIN PEMBANGUNAN 1 19981999 - - - 2 19992000 45,35 52,71 44,96 3 2000 9,24 1,55 10,58 Sumber : Data Diolah Lampiran 1 Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa rasio pertumbuhan yang terdiri dari rasio pertumbuhan pendapatan, rasio pertumbuhan belanja rutin dan rasio pertumbuhan belanja pembangunan tertinggi terjadi pada periode tahun 19992000. 74 Tabel 4.8 : Data Rasio Pertumbuhan Sesudah Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja NO TAHUN RASIO RASIO RASIO PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN BLJ PENDAPATAN BELANJA RUTIN PEMBANGUNAN 1 2002 - - - 2 2003 17.8220 28.5822 5.0709 3 2004 4.9719 -3.5135 31.2155 Sumber : Data Diolah Lampiran 1 Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa rasio pertumbuhan pendapatan dan rasio pertumbuhan belanja rutin tertinggi terjadi pada periode tahun 2003 sedangkan rasio pertumbuhan belanja pembangunan tertinggi terjadi pada tahun 2004. 4.3. Analisis dan Uji Hipotesis 4.3.1. Uji Normalitas

Dokumen yang terkait

Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pada Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Kasus: Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu).

2 64 103

Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Timur).

1 47 113

Analisis Pengaruh Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang

4 90 95

Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus pada Pemerintah Daeah Kabupaten Tobasa

2 34 104

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ( Studi kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak )

8 37 18

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se-Jawa Tengah).

0 4 16

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI.

0 1 9

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 13

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2003-2005.

0 0 16

PENGARUH PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH : Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.

0 4 54