nyata atau tidak melakukan pemihakkan kepada pihak-pihak tertentu. Artinya, wartawan dan media yang bersangkutan erat secara strategis menghasilkan berita
yang sesuai dengan karakter media tersebut. Berdasarkan hal tersebut, media merupakan inti instrument ideology yang tidak
dipandang sebagai zona netral, dimana berbagai kelompok dan kepentingan dapat ditampung. Akan tetapi media lebih sebagai subjek yang mengkonstruksikan realitas
atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarluaskan pada khalayak. Eriyanto, 2000 : 92. Media massa sebagai pendefinisi realitas tidak dapat dipisahkan
dari keterkaitan antara bahasa yang digunakan dalam pemberitaannya. Dengan kata lain, perbincangan mengenai media selalu berkaitan dengan ideology yang
membentuknya, dimana pada akhirnya ideology tersebut akan mempengaruhi bahasa gaya, ungkapan, dan kosa kata, serta pengetahuan kebenaran realitas yang
digunakan.
2.3 Framing dan Proses Produksi berita
Framing berhunbungan dengan proses produksi berita, yang meliputi kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang dibingkai dalam kerangka
tertentu dan bukan bingkai yang lain, bukan hanya disebabkan oleh struktur skema wartawan, tetapi juga rutinitas kerja dan institusi media, yang secara langsung atau
tidak langsung memepangaruhi pemaknaan terhadap sesuatu peristiwa. Institusi media dapat mengontrol pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat
peristiwa kedalam kemasan tertentu, atau bisa juga wartawan menjadi bagian dari anggota komunitasnya. Jadi, wartwan hidup dan bekerja dalam suatu institusi yang
mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika dan rutinits sendiri. Dimana semua elemen proses produksi berita tersebut mempengaruhi cara pandang wartawan
dalam memaknai peristiwa. Eriyanto, 2005 : 99-100 Framing adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagaimana awak media
mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian. Reporter
dilapangan menentukan siapa yang akan diwawancarinya, serta pertanyaan apa yang akan diajukan. Redaktur yang bertugas di desk yang bersangkutan dengan maupun
tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana atau redaktur umum, menentukan judul apa yang akan diberikan. Petugas tatap muka – dengan atau tanpa berkonsultasi
dengan para redaktur – menentukan apakah teks berita itu perlu diberi aksentuasi foto, karikatur atau bahkan ilustrasi mana yang akan dipilih. Eriyanto, 2006 ; 165
2.4 Analisis Framing termasuk Paradigma Konstruktifis
Analisis framing termasuk pada paradigma konstruktifis. Dimana paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan social bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Sehingga konsentrasi
analisanya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi,
paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan penukaran makna. Eriyanto, 2002 : 37
Konsep framing dari para konstruktisionis dalam literature sosiologi, memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individual – penstrukturan kognitif dan
teori proses pengendalian informasi – dalam psikologi. Framing dalam konsep psikologi dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga
elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam
mempengaruhi penilaian individu atau penarikan kesimpulan. Siahaan, Purnomo, Imawan, Jacky, 2001 : 77
Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktifis adalah bagaimana masing-masing pihak dalam lalu intas komunikasi, saling memproduksi dan
mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks social
dimana mereka berada. Intinya adalah bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif, ditafsirkan oleh individu
sebagai penerima pesan. Eriyanto, 2002 : 40
2.5 Teori Analisis Framing