dengan sirkulasi sekitar 350.000 eksemplar setiap harinya. Selain itu Jawa Pos adalah surat kabar pertama dan sampai sekarang satu-satunya yang berkembang menjadi
konglomerat pers melalui konsentrasi secara eksklusif di pasar propinsi. Send dan Hill, 2001 : 69-70. Surat Kabar Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis
sebagai pilar utama untuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu, dalam penyampaian berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada
yang lain dengan menampilkan rubric-rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita paling actual, reportase, gambar kartun, hiburan-hiburan yang bersifat
kreatif, juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan human interest. Eduardus, 2001 : 33
Baik Kompas Gramedia Group maupun Jawa Pos Group, keduanya telah menujukan kapasitas sebagai surat kabar yang sanggup bertahan dan memperluas diri
ke perusahaan komersial nasional. Selain itu Kompas Gramedia Group maupun Jawa Pos Group adalah yang paling kuat dalam menghadapi krisis ekonomi dan politik di
hari-hari terakhir orde baru, dan paling siap menuju ke era pasca Soeharto. Send dan Hill, 2001 : 70
Periode yang dipilih dalam penelitian ini adalah periode bulan Februari 2010. Periode tersebut dipilih, karena pada periode itu surat kabar Kompas dan Jawa Pos
menurunkan berita mengenai kontroversi seputar RUU nikah siri.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalah diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
“Bagaimanakah pembingkaian berita tentang Rancangan Undang-Undang Nikah Siri dalam Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos”.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui :
“Bagaimanakah pembingkaian berita tentang Rancangan Undang-Undang Nikah Siri dalam Surat Kabar Kompas dan Jawa pos”.
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Secara Teoritis Untuk memberikan ciri ilmiah pada sebuah penelitian ilmiah dengan
mengaplikasikan teori-teori khususnya teori komunikasi tentang pemahaman pesan yang dikemas melalui analisis framing. Sebagai fenomena komunikasi yang
mempunyai signifikasi teoritis, metodologis, dan praktik, studi analisis framing diharapkan dapat berkembang pada disiplin ilmu komunikasi.
b. Secara Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran pada institusi terutama surat kabar Kompas dan Jawa Pos khususnya dalam
membingkai atau mengkronstruksi suatu realitas.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Media Massa, Interpretasi dan Konstruksi Realitas
Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan Eriyanto, 2001 :
113, sehingga realitas yang terjadi tidaklah digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih
buruk.penggambaran yang buruk, cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu.
Hal ini terkait dengan visi, misi, serta ideology yang dipakai oleh masing-masing media, sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa
media lebih berpihak pada siap jika yang diberitakan adalah seseorang atau kelompok tertentu. Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok
atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai-nilai tertentu, tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini
merupakan bagian dari integral dan tidak terspisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideology antara
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Media dalam memaknai realitas melakukan dua proses. Pertama, pemilihan fakta
berdasarkan pada asmsi bahwa jurnalis tidak mungkin tidak melihat tanpa perspektif.
Kedua, bagaimana suatu fakta tersebut disajikan kepada khalayak. Hal ini tentunya tidak dapat dilepaskan bagaimana fakta dapat diinterpretasikan dan dipahami oleh
media. Eriyanto, 2001 : 116 Pendapat Sobur dalam bukunya “Analisis Teks Media”, bahwa hakekatnya
pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas Sobur, 2002 : 88. Isi media merupakan hasil para pekerja media dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang
dipilihnya untuk dijadikan sebuah berita, diantaranya realitas politik dan human interest. Disebabkan sifatnya dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah
menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi construct reality. Pembuatan berita di media
dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas-realias, sehingga membentuk sebuah “cerita”. Berita adalah realitas yang dikonstruksikan. Tuchman dalam Sobur, 2002 :
88 Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media inilah yang nantinya
mendasari respon dan sikap khalayak terhadap objek social. Informasi yag salah dari media massa, akan memunculkan sikap yang salah juga terhadap objek social itu.
Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi ini yang merupakan tuntutan etnis dan moral
penyajian isi media. Menurut istilah Peter Berger, isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayak. Sehingga apa yang ada di media massa, akan
mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi social. Jurnal ISKI, 2001 : 11
Media massa memiliki peranan sebagai agen sosialisasi pesan tentang norma dan nilai. Surat kabar merupakan salah satu bentuk media massa yang memiliki fungsi
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat umum. Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan dengan objek yang diliputnya,
sehingga berita merupakan produk dari transaksi antara wartawan dengan fakta yang diliput. Eriyanto, 2002 : 31
Media cetak merupakan salah satu arena social, tempat berbagai kelompok social -masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri berusaha
menampilkan definisi situasi atau realitas berdasarkan versi mereka yang dianggap sahih. Hidayat dalam Siahaan, 2001 : 88. Berita untuk media massa cetak surat
kabar, harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau membangkitkan semangat dan memberikan penerangan. Artinya, berita yang kita buat harus mampu
mengarahkan perhatian pembaca, sehingga mengikuti alur pemikiran yang tertulis dalam berita tersebut. Djutoro, 2002 : 49
Apa yang tersaji dalam berita yang kita baca setiap hari, adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan
realitas untuk disajikan kepada khalayak. Menurut Berger dan Luckman, realitas social adalah pengetahuan yang bersifat
keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana politik sebagai hasil dari konstruksi social. Bungin, 2001 : 13
2.1.2 Berita sebagai Hasil Konstruksi realitas Sosial
Berita merupakan nyawa dari media massa. Keberadaan media massa, baik pada awal kelahirannya, masa perkembangannya, maupun sampai di era kejayaanya
sekarang ini sehingga memasuki era informasi, bukan saja penting tetapi juga sangat menentukan arah peradaban umat manusia. Dengan demikian, berita yang memberi
hidup media massa. Karena tanpa berita, media massa tidak akan bermakna apapun. Definisi berita menurut William S. Maulsby yang menyatakan bahwa : “Berita
bisa didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta- fakta yang mempunyai arti yang penting dan baru terjadi, yang dapat menarik
perhatian para pembaca berita di surat kabar tersebut”. Dan menurut Ric C. hepwood yang memberikan batasan : “Berita adalah laporan pertama dari kajian yang penting
sehingga dapat menarik perhatian umum”. Pareno, 2005 : 6 Dalam memaknai realitas, media melakukan dua proses besar. Pertama,
pemilihan fakta berdasarkan pada asumsi bahwa jurnalis tidak mungkin terlibat tanpa perspektif. Kedua, bagaimana suatu fakta terpilih tersebut disajikan kepada khalayak
Eriyanto, 2003 : 116. Hal ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari bagaimana fakta dapat diinterpretasikan dan dipahami oleh media.
Berita – yang merupakan substansi jurnalisme – adalah rekonstruksi fakta social yang diceritakan sebagai wacana fakta media. Perspektif rekonstruksionis melihat
realitas tak terbuka diteliti secara langsung, tetapi lebih merupakan cerminan suatu kenyataan yang hanya dapat dikonstruksi suatu pikiran. Konstruksi ini berisi suatu
kesapakatan pemahaman, komunikasi intersubjektif, andil semua pihak, serta
pengalaman dan interpretasi bersama terhadap makna, norma, peran dan aturan. Karena konstruksi fakta bersifat simbolik, maka bentuknya lebih diskursif, yakni
dinyatakan, dilakukan, dikonfirmasi melalui teks atau wacana. Media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai dalam
masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa yang pada hakikatnya merupakan makna
keberadaan masyarakat dan hal-hal yang harus diraih. Alasannya, media adalah instrument pendidik masyarakat, sehingga media harus “memikul tanggung jawab
sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat”. Rivers, Peterson dan Wensen, 2004 : 109
2.2 Ideologi Institusi Media
Media massa tidak hidup dalam situasi yang vakum. Struktur dan penampilan media ditentukan oleh banyak factor baik internal maupun eksternal. System politik
merupakan factor eksternal yang sangat berpengaruh terahadap struktur dan kemasan media tersebut. Sedangkan factor internalnya adalah kebijakan redaksi, yaitu
sruktural dalam mengkonstruksi sebuah realita. Sebuah media yang lebih ideologis pada umumnya muncul sebagai konstruksi realita yang bersifat pembelaan terhadap
kelompok yang sealiran dan penyerangan terhadap kelompok yang berbeda haluan. Hamad, 2004 : 36
Media disini dipandang sebagai instrument ideology melalui satu kelompok yang menyebarkan pengaruh dan dominasinya terhadap kelompok lain. Media bukanlah
ranah yang netral dimana berbagai kelompok akan mendapatkan perlakuan yang sama
dan seimbang. Media justru bisa menjadi subjek yang mengkonstruksi realitas berdasarkan penafsiran sendiri untuk disebarkan pada khalayak. Media berperan
dalam mendefinisikan realitas. Maka kelompok dan ideology dominanlah yang biasanya berperan dalam hal ini. Sudibyo, 2001 :55
Fungsi pertama dalam ideology adalah media sebagai mekanisme integrasi social. Media berfungsi untuk menjaga nilai-nilai kelompok itu. Dan media dapat
mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan kelompok yang dipandang dapat menyimpang. Perubahan sikap atau nilai-nilai yang menyimpang tersebut
bukanlah sesuatu yang alamiah yang terjadi dengan sendirinya, tetapi media tersebut mengkonstruksikan menjadi sebuah perstiwa. Eriyanto, 2001 : 122
Menurut Matthew Kieran dalam Eriyanto 2001 : 130, berita tidaklah dibentuk dari ruang hampa, berita diproduksi dari ideology yang dominan dalam suatu wilayah
kompetensi tertentu. Pada titik inilah pendekatan konstruktisionisme memperkenalkan konsep ideology. Konsep ini membantu menjelaskan bagaimana
wartawan bisa membuat liputan berita yang memihak pada suatu pandangan atau kelompok. Praktik-praktik itu mencerminkan ideology dari wartawan atau media
tepat ia bekerja. Teori mengenal ideology sebuah media pada dasarnya termasuk ke dalam teori
kritik Marxist dan aliran Frankfrut. Dalam teori ini edia dilihat sebagai alat konstruksi budaya dan menempatkan perhatian lebih banyak pada ide daripada benda-benda
yang bersifat material. Melalui cara berpikir demikian, media menunjuk pada dominasi ideology para elit yang diraih dengan memanipulasi citra dan symbol yang
pada dasarnya menguntungkan kepentingan kelas dominan tersebut. Ibid, 1991 : 131
Dilain pihak, Moss mengartikan bahwa ideology sebagai seperangkat asumsi budaya yang menjadi “normalisasi alami dan tidak pernah dipersoalkan lagi”.
Briyanto, 2005 : x. Sedangkan Shoemoker dan Resse mengatakan bahwa objektifitas lebih merupakan ideology bagi jurnalis dibandingkan seperangkat aturan
atau praktik yang disediakan oleh jurnalis. Ideology ini adalah konstruksi untuk memberi kesadaran kepada khalayak bahwa pekerjaan jurnalis adalah menyampaikan
kebenaran. Objektifitas juga memberikan legitimasi kepada media untuk disebarkan kepada khalayak bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Eriyanto, 2001 :
112-113 Pada proses produksi sebuah berita, sebuah media selalu melibatkan pandangan
dan ideology wartawan, juga kepentingan media itu sendiri. Ideology ini menentukan aspek fakta yang dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika seorang
wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu pihak, dan memasukkan opininya dalam suatu berita. Semua itu dilakukan dalam rangka
pembenaran tertentu. Sehingga dapat dikatakan media bukan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya.
Suatu konsep ideologi media juga dapat membantu menjelaskan mengenai mengapa waktu memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan, dari pada fakta yang lain,
walaupun hal tersebut dapat merugikan pihak lain. Kemudian menempatkan sumber beritanya yang satu lebih menonjol daripada sumber berita yang lain ataupun secara
nyata atau tidak melakukan pemihakkan kepada pihak-pihak tertentu. Artinya, wartawan dan media yang bersangkutan erat secara strategis menghasilkan berita
yang sesuai dengan karakter media tersebut. Berdasarkan hal tersebut, media merupakan inti instrument ideology yang tidak
dipandang sebagai zona netral, dimana berbagai kelompok dan kepentingan dapat ditampung. Akan tetapi media lebih sebagai subjek yang mengkonstruksikan realitas
atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarluaskan pada khalayak. Eriyanto, 2000 : 92. Media massa sebagai pendefinisi realitas tidak dapat dipisahkan
dari keterkaitan antara bahasa yang digunakan dalam pemberitaannya. Dengan kata lain, perbincangan mengenai media selalu berkaitan dengan ideology yang
membentuknya, dimana pada akhirnya ideology tersebut akan mempengaruhi bahasa gaya, ungkapan, dan kosa kata, serta pengetahuan kebenaran realitas yang
digunakan.
2.3 Framing dan Proses Produksi berita