Nafsu yang Tidak Terkendali

Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekeri | 19 selamanya, banyak hal dan perisiwa yang dapat memancing imbulnya nafsu di dalam diri. Bila salah satu nafsu itu imbul, berari saat itu manusia sudah idak dalam keadaan tengah. 1. Keika manusia menerima kabar baik yang diharapkan, sekeika itu imbul perasaan gembira di dalam dirinya. 2. Keika mendapat perlakuaan burukidak benar, sekeika itu imbul perasaan marah di dalam dirinya. 3. Keika menerima kabar buruk yang idak diharapkan, sekeika itu imbul perasaan sedih dan kecewa. 4. Keika melihat, mendengar atau merasakan yang sesuatu yang menarik hainya, sekeika itu imbul perasaan senangsuka. Menjadi kewajiban manusia untuk selalu mengendalikan seiap nafsu yang imbul dalam dirinya agar tetap berada di batas tengah idak kelewatan. Mengendalikan nafsu yang imbul tetap di batas tengah itulah yang dinamai “harmonis”. 1. Jangan karena perasaan gembira lalu menjadi lupa diri dan idak memperhaikan sikap dan perilaku, ini berari melanggar nilai-nilai cinta kasih. 2. Jangan karena perasaan marah, sampai berbuat keterlaluan, ini berari melanggar nilai-nilai kebenaran. 3. Jangan kerena perasaan sedih sampai merusakan badan, ini berari melanggar nilai-nilai kesusilaan. 4. Jangan karena perasaan suka terhadap sesuatu, sampai melupakan hal-hal lain hanya sekadar ingin memuaskan keinginan diri, ini berari melanggar nilai-nilai kebijaksanaan.

B. Mengapa Manusia Berbuat Jahat

1. Nafsu yang Tidak Terkendali

Seperi halnya Watak Sejai yang di dalamnya terkandung benih-benih kebajikan: cinta kasih, kebenaran, kesusilaan, dan kebijaksanaan yang mutlak dimiliki oleh semua orang tanpa kecuali. Begitupun halnya dengan nafsu daya rasa yang terdiri atas perasaan: gembira, marah, sedih, dan senangsuka adalah juga hal yang pasi dimiliki oleh semua orang. Nafsu daya rasa yang disebutkan itu dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Manusia sering kali atau idak mempunyai kendali atas kapan ia dilanda emosi, dan juga emosi apa yang akan melandanya, tetapi paling idak manusia dapat memperkirakan berapa lama emosi itu akan berlangsung menguasai dirinya. Banyak pengaruh dari luar yang dapat memicu imbulnya nafsu yang ada di dalam diri. Bila ‘nafsu’ di dalam diri itu telah terpicu, bersamaan dengan itu tubuh akan bergerak melakukan sesuatu, ini akan berakibat idak baik bila berlebihan atau idak dapat dikendalikan. Pada kondisi seperi inilah harus ada sesuatu yang dapat meredam atau mengendalikan nafsu tersebut, inilah fungsi Watak Sejai. Nafsu, dengan kuat menggerakkan tubuh untuk melakukan hal-hal tertentu diunduh dari psmk.kemdikbud.go.idpsmk 20 | SMASMK kelas X sampai sepuas-puasnya melampaui batas-batas kewajaran. Hal ini tentu saja sangat berbahaya Watak Sejai meredam, membendung, dan mengendalikan agar semuanya tetap berada pada batas kewajaran yang idak melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Dapat mengendalikan nafsu yang imbul tetap berada pada batas kewajaran batas tengah inilah dimaksud harmonis. 1 “Nafsu apabila dilaih dan dikendalikan, akan memiliki kebijaksanaan. Nafsu akan mampu membimbing, menggerakkan pikiran, dan menciptakan nilai-nilai bagi kelangsungan hidup kita. Tetapi nafsu dengan mudah menjadi idak terkendali, dan hal itu memang sering kali terjadi. Masalahnya bukanlah karena nafsu itu sendiri, melainkan mengenai keselarasan antara nafsu dan cara mengekpresikannya, maka pertanyaannya adalah, “Bagaimana kita membawa kecerdasan ke dalam emosi kita?” Mengzi berkata, “Pohon di gunung Giu, mula-mula indah dan rimbun, tetapi karena letaknya dekat dengan sebuah negeri yang besar, lalu dengan semena-mena ditebang, masih indahkah kini?” “Benar, dengan isirahat iap hari iap malam, disegarkan oleh hujan dan embun, iada yang idak bersemi dan bertunas kembali, tetapi lembu- sapi dan kambing-domba digembalakan di sana, menjadi gundullah dia. Orang melihat keadaan yang gundul itu lalu menganggap memang selamanya belum pernah ada pohon-pohon di sana.” 2 “Tetapi benarkah itu hakikat sifat gunung? Cinta kasih dan kebenaran yang dijaga di dalam hai manusia kalau sampai iada lagi, tentulah karena sudah terlepas hai nuraninya Liang Xing. Hal itu seperi pohon-pohon yang ditebang dengan kapak, kalau iap-iap hari ditebang, dapatkah menunjukkan keindahannya?” Kalau kemusnahan ini berulang-ulang terjadi, kesegaran yang diperoleh karena hawa malam itu idak cukup untuk menjaganya. Bedanya dengan burung atau hewan sudah idak jauh lagi. Kalau orang melihat keadaan yang sudah menyerupai burung atau hewan itu, ia lalu menyangka bahwa memang demikian watak dasarnya. Tetapi benarkah itu sungguh-sungguh merupakan rasa hainya?” 3 Maka kalau dirawat baik-baik, iada barang yang idak akan berkembang, sebaliknya, kalau idak dirawat baik-baik iada barang yang idak akan rusak.” Mengzi. VI A: 8 ayat 1-3 Ayat di atas menunjukkan bahwa Watak Sejai manusia yang pada dasarnya baik itu dapat dirusakkan oleh nafsu yang idak terkendali. Jadi, bukan karena watak dasar sumber: yes-outdoor.blogspot.com Gambar 2.2 Hijau dengan pepohonan adalah sifat asli gunung sumber: yes-outdoor.blogspot.com Gambar 2.3 Gunung yang gundul karena ditebang, bukan karena sifat alaminya diunduh dari psmk.kemdikbud.go.idpsmk Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekeri | 21 Watak Sejainya itu buruk adanya.

2. Keadaan yang Memaksa