umur pekerja, status perkawinan dan status gizi. Sesuai dengan penelitian Setyawati 2010, bahwa usia merupakan variabel yang juga berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Untuk fakor
status perkawinan, dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa tenaga kerja dengan status kawin akan mengalami kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja dengan status
belum kawin. Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayat dalam Eralisa 2008, yang menyatakan bahwa status seseorang juga memepengaruhi tingkat kelelahan, orang yang sudah menikah lebih
cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan yang belum menikah oleh karena waktu istirahat yang tidak dimanfaatkan secara maksimal sebab kondisi keluarganya juga perlu
mendapatkan perhatian yang cukup. Status gizi pekerja juga berpengaruh dengan kelelahan, hal ini juga sesuai menurut Sum
a’mur 2009 bahwa status gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan tenaga kerja karena status gizi ini berkaitan dengan kesehatan
dan daya kerja. Kelelahan kerja hampir setiap hari dikeluhkan oleh para pekerja pada tiap unit kerja,
kelelahan kerja masih merupakan misteri dunia kedokteran modern dan masalah pencegahanya belum terungkap secara jelas. Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subjektif kelelahan kerja
yang dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan Setyawati, 2010.
5.3. Pengaruh Waktu Kerja Lembur dengan Tingkat Kelelahan Pekerja
Berdasarkan tabel 4.8. dari 42 pekerja terdapat 13 orang 31 dengan kerja lembur 3 jamhari yang mengalami lelah dan 11 orang 26,2 mengalami sangat lelah sedangkan pada
pekerja dengan jam lembur 3 jamhari terdapat 2 orang 4,7 mengalami lelah, 16 orang 38,1 mengalami sangat lelah. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan
Universitas Sumatera Utara
antara waktu kerja lembur dengan tingkat kelelahan pekerja, hasil analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 0,004 p 0,05. Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh variabel
yang berpengaruh sangat signifikan adalah waktu kerja lembur p= 0,009 dan Exp B= 9,455, artinya waktu kerja lembur kemungkinan dapat berpengaruh meningkatkan 9,455 kali terhadap
kelelahan dari pada jenis tugas yang dilakukan pekerja. Seluruh pekerja yang melakukan lembur yaitu pada waktu malam hari dan sebagian
pekerja hingga waktu pagi hari, ini dapat dikaitkan dengan sistem kerja shift yang juga dilaksanakan pada malam hari oleh sektor kerja seperti sektor konstruksi bangunan. Menurut
Setyawati 2010, shift kerja berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dan hal ini berhubungan irama sirkadian Circadian rhythm pada beberapa penelitian mengenai circadian
rhythm, bekerja pada malam hari akan menimbulkan kondisi produktivitas kerja rendah, menimbulkan gangguan kesehatan, gangguan pola tidur, mudah lelah serta gangguan kesehatan
lainya. Menurut Pulat dalam Setyawati 2010, Pengaruh shift kerja malam hari berpengaruh terhadap berkurangnya kapasitas kerja fisik saat bekerja. Terlebih pada shift malam, para pekerja
hanya mendapat libur 1 hari dalam 1 minggu hal ini membuat tidak adanya kesempatan untuk tidur pada malam hari. Sementara itu kualitas tidur pada siang hari tidak akan sebaik pada tidur
malam. Hal ini juga akan diperburuk dengan adanya kegiatan pada siang hari, terutama pada pada pekerja yang telah menikah. Hal ini terlihat pada jawaban responden pada pertanyaan
nomor 15 yang sebagian besar responden shift malam sudah merasa lelah sebelum bekerja. Hasilnya pemulihan kembali kondisi tubuh tidak akan optimal. Jika hal tersebut terakumulasi
hingga waktu yang lama maka akan berpengaruh dengan kelelahan pekerja.
5.4. Pengaruh Jenis Tugas dengan Tingkat Kelelahan Pekerja