Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja Pembuatan Pipa dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH : AMELIA MARIF NIM : 109101000036

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M


(2)

(3)

iii Skripsi, Agustus 2013

Amelia Marif, NIM: 109101000036

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Pembuatan Pipa Dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC3) Di Proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 xx + (136) halaman, (31) tabel, (2) bagan, (4) lampiran

ABSTRAK

Kelelahan merupakan perlambatan pada proses faal syaraf dan otot yang ditandai dengan pemanjangan waktu reaksi. Kelelahan yang terjadi disebabkan oleh adanya faktor-faktor penyebab kelelahan seperti kebisingan dan tekanan panas yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja yang berlangsung di bulan April-Juli 2013.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional study. Pengumpulan data dependen dengan reaction timer test, sedangkan data independen dengan kuesioner. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip, PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Sampel penelitian berjumlah 100 pekerja. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh pekerja mengalami kelelahan, yaitu 29% pekerja mengalami kelelahan ringan, 45% pekerja mengalami kelelahan sedang dan 26% pekerja mengalami kelelahan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan, yaitu umur, tekanan panas dan kebisingan. Sedangkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kelelahan adalah tekanan panas.

Untuk mencegah kelelahan kerja, PT Rekayasa Industri perlu membatasi beban kerja, mengadakan kegiatan olahraga, membuat tempat istirahat yang sejuk, pemberian informasi mengenai pakaian yang tepat dan mengenai cara minum yang baik, menempatkan air minum pada jarak yang relatif dekat, pengawasan intensif terhadap pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT) dan membuat sanksi untuk pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT).

Kata Kunci : kelelahan pada pekerja, waktu reaksi. Daftar Bacaan : 66 (1970 – 2013)


(4)

iv Undergraduate Thesis, August 2013

Amelia Marif, NIM: 109101000036

Factors Associated With Fatigue On Construction Workers

Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) In Banyu Urip Project, PT Rekayasa Industri, Serang-Banten in 2013

xx + (136) pages, (31) tables, (2) chart, (4) attachment ABSTRACT

Fatigue is decelaration of nerve and muscle function that marked with elongation of the reaction timer. Fatigue occurs from the causes of fatigue like noise and heat stress that above Threshold Limit Value (TLV). In order that, researcher interested to study about factors that associated about fatigue in worker at April to July 2013.

This study used a quantitative approach with a cross-sectional study design. Dependent data have collected with reaction timer test, and independent data by questionnaire. Population of study is all employee who make offshore pipeline and mooring tower (EPC3) in Banyu Urip project, PT Rekayasa Industri, Serang-Banten in 2013. Sample of population is 100 workers. Analyze data by univariate, bivariate, and multivariate analyzes.

Based in this study, have known that all worker have fatigue, which is 29% have a mild fatigue, 45% worker as many as fatigue, and 26% worker have a heavy fatigue. The result showed that there are three variables have a significant association with fatigue, that is age, heat stress and noise. While the most dominant variable is heat stress.

To prevent fatigue in the workplace, PT Rekayasa Industri need to restrict the workload, establish sports activities, make comfortable resting place, provide information about the right clothes and the way of a good drink, puts drinking water at close distance, intensive control about using Hearing Protection Equipment (HPE) and create punishment for workers who do not use Hearing Protection Equipment (HPE).

Keywords : Fatigue in work, reaction timer Reading List : 66 (1970 – 2013)


(5)

(6)

(7)

vii

Nama : Amelia Marif

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 31 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Parung bingung, Jl. Siat I RT: 04 RW: 10 No.54 Rangkapan Jaya Baru Pancoranmas, Depok 16434

No. Telp : 08978607600

Email : amelia_rate@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. 1997 - 2003 : SD Negeri Parung Bingung I 2. 2003 - 2006 : Mts. Al-Zaytun

3. 2006 - 2009 : MA Al-Zaytun

4. 2009 – Juli 2013 : S1-Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

viii

dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja Pembuatan Pipa dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013” dapat diselesaikan tepat waktu.

Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Orangtua dan keluarga, yang senantiasa mendo’akan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan salah satu tugas kuliah ini. Terima kasih atas perhatian dan kasih sayang yang diberikan setiap saat.

2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ir. Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA dan ibu Catur Rosidati, MKM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dan meluangkan waktu untuk bimbingan mengenai penelitian skripsi ini.

5. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK selaku penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang banyak memberikan masukan baik mengenai tugas kuliah, atau mengenai pelajaran hidup.

6. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk para dosen tamu, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.


(9)

ix

Alfian, bapak Anton, bapak Ridwan, bapak Tikno dan bapak Ganjar dan karyawan di PT Rekayasa Industri, khususnya Bapak Tommy yang telah membantu pelaksanaan penelitian skripsi ini.

9. Bapak Ahmad Gozali yang telah membantu administrasi mahasiswa dari awal hingga akhir perkuliahan.

10.Seluruh teman-teman seperjuangan K3 angkatan 2009 (Denis, Nia, Fadil, Diana, Vijeh, Rifky, Mufil, Dio, Ubay, Ipeh, Heni, Pikih, Sca, Lina, Desi, Reza, Novan, Sandy, Defri) Keep in touch!!

11.Partner in crime in Cilegon city, mblo Daniawati, serta sahabat-sahabat istimewa: Mentary, Indry, Amay, Nani. Terimakasih untuk perhatian, nasehat dan candaan yang tidak pernah ada habisnya. Trust and belief that the sky will be reached shortly~~*

12.Kak Ami 2007 dan kak Septi yang sedikit banyak direpotkan untuk penelitian ini, serta seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Agustus 2013


(10)

x

LEMBAR PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

LEMBAR PENGESAHAN v

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN vi

RIWAYAT HIDUP vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR BAGAN xv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xx

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Pertanyaan Penelitian 8

D. Tujuan Penelitian 11

1. Tujuan Umum 11

2. Tujuan Khusus 11

E. Manfaat Penelitian 14

1. Bagi PT Rekayasa Industri 14

2. Bagi Pekerja di PT Rekayasa Industri 14

3. Bagi Peneliti Lain 14


(11)

xi

C. Mekanisme Kelelahan 19

D. Klasifikasi Kelelahan 20

1. Kelelahan Berdasarkan Proses 20

2. Kelelahan Berdasarkan Waktu 21

3. Kelelahan Berdasarkan Penyebab 22

E. Pengukuran Kelelahan 22

1. Pengukuran Kualitas dan Kuantitas Kerja 22

2. Perasaan Kelelahan Subyektif 23

3. Uji Psikomotorik 23

4. Uji Perfoma Mental 25

5. Uji Fusi Kelipan (flicker fusion test) 26

6. Electroenchepalography (EEG) 27

F. Dampak Kelelahan 27

G. Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan 28

1. Jenis Kelamin 28

2. Umur 29

3. Status Gizi 30

4. Status Kesehatan 32

5. Lama Tidur 34

6. Status Perkawinan 35

7. Konsumsi Alkohol dan Obat-obatan 35

8. Konsumsi Rokok 36

9. Masa Kerja 37

10. Pekerjaan Monoton 38


(12)

xii

15. Tekanan Panas 44

16. Kebisingan 50

17. Getaran 54

18. Pencahayaan 55

19. Ventilasi 56

H. Pencegahan Kelelahan 57

I. Kontraktor 57

J. Kerangka Teori Penelitian 58

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN 61

A. Kerangka Konsep 61

B. Definisi Operasional 64

C. Hipotesis Penelitian 66

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 68

A. Desain Penelitian 68

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 68

C. Populasi dan Sampel 68

D. Jenis dan Sumber Data 72

1.Data Primer 72

2.Data Sekunder 72

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 73

1.Teknik Pengumpulan Data 73

2.Instrumen Penelitian 73


(13)

xiii

4.Entry Data 83

5.Cleaning Data 83

G. Analisis Data 84

1.Analisis Univariat 84

2.Analisis Bivariat 84

3.Analisis Multivariat 85

BAB V HASIL PENELITIAN 86

A. Gambaran Umum PT Rekayasa Industri 86

1. Visi dan Misi PT Rekayasa Industri 86

B. Gambaran Umum Proyek Offshore Pipeline and Mooring

Tpwer (EPC3), Banyu Urip 87

C. Hasil Analisis Univariat 91

1. Gambaran Kelelahan 91

2. Gambaran Umur 92

3. Gambaran Status Gizi 93

4. Gambaran Lama Tidur 93

5. Gambaran Status Perkawinan 94

6. Gambaran Konsumsi Rokok 95

7. Gambaran Masa Kerja 95

8. Gambaran Tekanan Panas 96

9. Gambaran Kebisingan 97

D. Hasil Analisis Bivariat 99

1. Hubungan Antara Umur Dengan Kelelahan 99 2. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kelelahan 100


(14)

xiv

6. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Kelelahan 104 7. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Kelelahan 105 8. Hubungan Antara Kebisingan Dengan Kelelahan 106

E. Hasil Analisis Multivariat 107

BAB VI PEMBAHASAN 111

A. Keterbatasan Penelitian 111

B. Gambaran Kelelahan Pada Pekerja 111

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kelelahan Pada Pekerja 114

1. Umur 114

2. Status Gizi 116

3. Lama Tidur 119

4. Status Perkawinan 121

5. Konsumsi Rokok 123

6. Masa Kerja 125

7. Tekanan Panas 127

8. Kebisingan 130

BAB VII PENUTUP 133

A. Simpulan 133

B. Saran 134

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

xv

2.1 Kerangka Teori Penelitian 60


(16)

xvi

2.2. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi,

Suhu Tubuh dan Denyut Jantung 40

2.3. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) 48 2.4. Instensitas Kebisingan Berdasarkan Waktu Pemaparan 52 2.5. Standar Tingkat Pencahayaan di Lingkungan Kerja 56

3.1. Definisi Operasional Penelitian 64

4.1. Perhitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi 70

4.2. Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT) 75

4.3. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Jantung 78 4.4. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) 79 5.1. Distribusi frekuensi kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan

Menara tambatlepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 91 5.2. Distribusi frekuensi umur pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 92 5.3. Distribusi frekuensi status gizi pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 93 5.4. Distribusi frekuensi lama tidur pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip


(17)

xvii

5.6. Distribusi frekuensi konsumsi rokok pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 95 5.7. Distribusi frekuensi masa kerja pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 96 5.8. Distribusi frekuensi tekanan panas pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 97 5.9. Distribusi frekuensi kebisingan pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 98 5.10. Tabulasi silang antara umur dengan kelelahan pada pekerja pembuatan

pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 99 5.11. Tabulasi silang antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja

pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 100 5.12. Tabulasi silang antara lama tidur dengan kelelahan pada pekerja

pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 101 5.13. Tabulasi silang antara status perkawinan dengan kelelahan pada pekerja


(18)

xviii

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 103 5.15. Tabulasi silang antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja

pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 104 5.16. Tabulasi silang antara tekanan panas dengan kelelahan pada pekerja

pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 105 5.17. Tabulasi silang antara kebisingan dengan kelelahan pada pekerja

Pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek

Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 106 5.18. Distribusi frekuensi kelelahan pada pada pekerja pembuatan pipa

dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip

PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 107 5.19 Hasil analisis bivariat antara variabel umur, status gizi,

konsumsi rokok, masa kerja, tekanan panas dan kebisingan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri,

Serang-Banten Tahun 2013. 108

5.20 Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda antara umur,

status gizi, konsumsi rokok, masa kerja, tekanan panas dan kebisingan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di proyek Banyu Urip


(19)

(20)

xx

Lampiran 2. Denah Lokasi Kegiatan di Proyek EPC3, Bakrie Construction Yard Lampiran 3. Lembar Kuesioner


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan kerja menurut Frank E. Bird dan George L. Germain (1990) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan kerugian pada manusia, kerusakan properti, ataupun kerugian proses kerja sebagai akibat dari kontak dengan substansi atau sumber energi yang melebihi batas kemampuan tubuh, alat atau struktur.Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi faktor manusia dan kondisi lingkungan pekerjaan. Berdasarkan studi yang dilakukan Herbert W. Heinrich pada 75.000 kecelakaan di industri, didapatkan bahwa 88 % kecelakaan berasal dari tindakan tidak aman, 10 % berasal dari lingkungan yang tidak aman dan 2 % nya adalah kejadian yang tidak dapat dihindarkan (Goetsch, 2008).

Kecelakaan yang berasal dari tindakan tidak aman, erat kaitannya dengan faktor manusia. Manusia yang juga pekerja merupakan sebuah “alat produksi” yang dinilai tidak efisien dalam memanfaatkan aspek tenaga, keluaran fisik dan mental (Silalahi, 1985). Terlebih lagi karena semakin meningkatnya persyaratan kerja dan daya saing,pekerja dituntut harus tetap meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya kejadian kelelahan pada pekerja.


(22)

Kelelahan menurut Occupational Safety and Health (2003) merupakan penurunan sementara atau ketidakmampuan, kurangnya keinginan dalam menanggapi suatu kondisi atau situasi dikarenakan aktivitas mental dan fisik yang berlebih. Kelelahan merupakan suatu perasaan dan aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja yang dapat dilihat dari adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot yang ditandai dengan pemanjangan waktu reaksi (Suma’mur, 1999). Kelelahan bersifat akut dan/atau kronis yang sangat mengacu pada kelelahan fisik dan mental sehingga membuat pekerjaterbatas untuk melakukan kegiatan sebagaimana mestinya dan dapat memperlambat waktu reaksi, penurunan aktivitas dan kesulitan dalam mengambil keputusan, penurunan kinerja dan menambahnya tingkat kesalahan kerja sehingga memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri (Workcover NSW, 2008).

Maurits dan Widodo (2008) menyimpulkan bahwa kelelahan yang terjadi di tempat kerja memberikan kontribusi sebesar 50 % terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Selain itu, Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Kemenakertrans I Gusti Made Arka mengatakan bahwa kecelakaan yang relatif tinggi khususnya di sektor kontruksi dapat disebabkan oleh waktu kerja pada proyek yang dikerjakan relatif lama dan nonstop atau biasanya pekerjaan dilakukan selama 24 jam. Hal ini menyebabkan tingkat kelelahan pekerja yang tinggi sehingga berdampak pada kecelakaan kerja (antaranews.com).


(23)

Selain berdampak terhadap terjadinya kecelakaan, pekerja yang mengalami kelelahan beresiko mengidap penyakit diabetes, asma, tekanan darah tinggi, depresi, penyakit ginjal, penyakit jantung dan menderita anxiety (Workcover NSW, 2008). Kelelahan juga mengakibatkan perhatian menurun, perlambatan persepsi, sukar berpikir, penurunan kemauan dalam bekerja, dan melemahnya aktivitas fisik dan mental sehingga dapat mengganggu produktivitas kerja (Suma’mur, 1999).

Terdapat beberapa penelitian di Indonesia yang membahas mengenai kelelahan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Mauludi (2009) pada

pekerja di proses produksi kantong semen pbd (paper bag division) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup-Bogor, yang menyebutkan

bahwa seluruh pekerja yang dijadikan sampel mengalami kelelahan dengan tingkat kelelahan berbeda-beda. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Nurhidayati (2009) pada pekerja di bagian produksi PT Tifico, Tbk Tahun 2009 yang menyimpulkan bahwa dari 154 pekerja didapatkan 81 pekerja (52,6%) mengalami kelelahan.

Kelelahan dengan berbagai faktor penyebabnya banyak dijumpai di tempat kerja. Hal tersebut dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwasannya terdapat beberapafaktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja. Ramdan (2007) menyatakan bahwa shift kerja merupakan salah satu faktor terjadinya kelelahan pada tenaga kerja di bagian produksi PT LJP Provinsi Kalimantan Timur. Begitu juga dengan penelitian Ihsan dan Salami (2010) yang


(24)

menyatakan bahwa shift kerja merupakan prediktor terbesar yang mempengaruhi perubahan kelelahan kerja.

Faktor yang mempengaruhi kelelahan lainnya dapat berasal dari faktor individu. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan Puspita (2009) didapatkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada pekerja yang berumur >25 tahun dan umur 25 tahun. Sedangkan Mauludi (2010) menyebutkan bahwa dari hasil uji statistik untuk melihat hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan, didapatkan Pvalue sebesar 0,045 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan kelelahan.

Faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan beberapa diantaranya adalah kebisingan dan tekanan panas. Hasil penelitian yang dilakukan Hanifa (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Dimana dari 18 sample yang diteliti, dapat disimpulkan bahwa kebisingan dapat menyebabkan kelelahan sebesar 42,8%. Ramdan (2007) menambahkan bahwa selain kebisingan, suhu di lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi kejadian kelelahan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab kelelahan pada pekerja dapat ditemukan ditempat kerja.Demikian juga di PT Rekayasa Industri yang merupakan salah satu sektor industri yang bergerak di bidang Engineering, Procurement, Construction and Commissioning (EPCC) yaitu di bidang teknik, konstruksi pengadaan, dan uji-coba operasi untuk pabrik-pabrik industri besar di


(25)

Indonesia. PT Rekayasa Industri telah menyelesaikan banyak proyek pembangunan pabrik, seperti pembuatan pabrik migas, pabrik pupuk, pabrik

pembangkit listrik, pabrik bahan peledak dan lain sebagainya. Saat ini PT Rekayasa Industri menjadi salah satu perusahaan kontraktor yang dipercaya

untuk mengerjakan salah satu fokus kegiatan di proyek Banyu Urip yang fabrikasinya berlokasi di Bakrie Construction yard, Serang-Banten.

Unit fokus kegiatan di proyek Banyu Urip terbagi menjadi 5 Engineering, Procurement, Construction and Commissioning (EPC)yang terdiri dari: EPC1 Central Processing Facilities (CPF), EPC2 Onshore Export Pipeline, EPC3 Offshore Pipelineand Mooring Tower, EPC4 FSO (a floating storage and

offloading) tanker conversion dan EPC5 Infrastructure. Dalam hal ini, PT Rekayasa Industri bertanggung jawab penuh dalam unit fokus kegiatan EPC3

Offshore Pipeline and Mooring Tower yaitu fokus kegiatan pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai yang digunakan untuk mengekspor minyak yang diproduksi ke bagian floating storage and offloading (FSO).

Proyek EPC3 Offshore Pipeline and Mooring Tower, Banyu Urip diperkirakan akan menghabiskan waktu selama satu tahun. Aktivitas yang dilakukandiantaranya adalah bongkar muat material dan bahan baku, persiapan pengerjaan mesin, pemotongan bahan atau material (besi, plat, pipa, stainless), pengelasan, penyetelan (preassembly) dan perakitan (erection). Aktivitas tersebut dilakukan pada lokasi utama yaitu workshop area dan open area fabrication yard.


(26)

Berdasarkan hasil dari monthly accident summary report proyek EPC3, didapatkan bahwa dari periode bulan Februari sampai Maret 2013 terdapat 460 total kejadian unsafe act dan unsafe condition,10 kejadian First aid case, 1 kejadian nearmiss dan 2 damage property. Hal ini dapat terjadi karena diduga pekerja mengalami kelelahan yang kemudian berdampak pada penambahan tingkat kesalahan kerja dan memberikan peluang terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Untuk memenuhi persyaratan kerja dan memenuhi target penyelesaian, PT Rekayasa Industri menjalankan proses kerja selama 8 jam dalam sehari. Di lingkungan kerja juga dapat ditemukan adanya faktor penyebab kelelahan seperti kebisingan yang terdapat di workshop yang mencapai 95 dB dan suhu yang terdapat di workshop areaberkisar antara 380 C – 390 C. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan April 2013 didapatkan bahwa dari 10 pekerja, 90 % pekerja mengalami kelelahan, yang terbagi menjadi 4 pekerja mengalami kelelahan ringan, 4 pekerja mengalami kelelahan sedang, dan 1 pekerja mengalami kelelahan berat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya upaya preventif untuk mencegah timbulnya kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai dengan mengeleminasi atau mengurangi penyebab kelelahan baik yang berasal dari dalam pekerja ataupun dari pekerjaan.


(27)

B. Rumusan Masalah

Kelelahan ditempat kerja akan berdampak buruk terhadap keselamatan, kesehatan dan produktivitas pekerja dalam bekerja. Kelelahan dapat terjadi jika ditemukan adanya faktor-faktor penyebab kelelahan ditempat kerja, seperti intensitas kerja fisik dan mental, circadian rhythm, status kesehatan, keadaan gizi, problem fisik serta faktor lingkungan kerja yaitu ventilasi, pencahayaan, ergonomi, kebisingan dan tekanan panas. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa faktor penyebab kelelahan yaitu kebisingan dan tekanan panas ditemukan pada kegiatan Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip, PT Rekayasa Industri.

Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat kebisingan yang terdapat di workshop area mencapai 95 dB dan jika dibandingan dengan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011, tingkat kebisingan sudah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditentukan. Selain itu, hasil pengukuran suhu

lingkungan workshop area, didapatkan bahwa suhu lingkungan kerja adalah sebesar 380 C – 390 C dan suhu tersebut melebihi comfort zone temperature berdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1405 Tahun 2002 yaitu sebesar 180 C – 300 C.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 pekerja, didapatkan sebanyak 9 pekerja (90%) mengalami kelelahan, yang terbagi menjadi 4 pekerja (40%) mengalami kelelahan kerja ringan (KKR), 4 pekerja (40%) mengalami kelelahan kerja sedang (KKS), dan 1 pekerja (10%)


(28)

mengalami kelelahan kerja berat (KKB). Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Pembuatan Pipa Dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran umurpada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran status gizi pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran lama tidur pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

5. Bagaimana gambarankonsumsi rokokpada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?


(29)

6. Bagaimana gambaran status perkawinan pada pekerja pembuatan pipa

dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

7. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

8. Bagaimana gambaran tekanan panas pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

9. Bagaimana gambaran kebisingan pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

10. Apakah terdapat hubungan antara umur dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?

11. Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 12. Apakah terdapat hubungan antara lama tidur dengan kelelahan pada

pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?


(30)

13. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi rokokdengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 14. Apakah terdapat hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan

pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 15. Apakah terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada

pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 16. Apakah terdapat hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan pada

pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 17. Apakah terdapat hubungan antara kebisingan dengan kelelahan pada

pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai(EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013? 18. Apa faktor paling dominan yang mempengaruhi kelelahan pada pekerja

pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013?


(31)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

b. Diketahuinya gambaran umur pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

c. Diketahuinya gambaran status gizi pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

d. Diketahuinya gambaran lama tidur pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

e. Diketahuinya gambaran konsumsi rokok pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.


(32)

f. Diketahuinya gambaran status perkawinan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

g. Diketahuinya gambaran masa kerja pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

h. Diketahuinya gambaran tekanan panas pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

i. Diketahuinya gambaran kebisingan pada pekerja pembuatan pipa dan

menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

j. Diketahuinya hubungan antara umur dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.

k. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. l. Diketahuinya hubungan antara lama tidur dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.


(33)

m.Diketahuinya hubungan antara konsumsi rokok dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. n. Diketahuinya hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-BantenTahun 2013.

o. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. p. Diketahuinya hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. q. Diketahuinya hubungan antara kebisingan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. r. Diketahuinya faktor paling dominan yang mempengaruhi kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai (EPC3) di Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.


(34)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi PT Rekayasa Industri

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam merancang program manajemen yang tepat untuk mengatasi permasalahan kelelahan di setiap proyek PT Rekayasa Industri.

2. Bagi Pekerja di PT Rekayasa Industri

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan pada pekerjaterkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan, sehingga pekerja dapat melakukan pencegahan terhadap timbulnya kelelahan. 3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk peneliti lain ketika melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan secara mendetail dan mendalam.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan pengambilan sample dengan menggunakan simple random sampling yang dilaksanakan pada bulan April sampai Juli Tahun 2013 oleh mahasiswi peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun 2009.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data Primer didapatkan dari pengukuran kelelahan menggunakan Reaction Timer, variabel


(35)

tekanan panas dengan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT), variabel kebisingan dengan Sound Level Meter(SLM), variabel status gizi dengan pengukuran berat badan dengan timbangan dan pengukuran tinggi badan dengan microtoise. Untuk variabel umur, lama tidur, konsumsi rokok, status perkawinan dan masa kerja pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder yang digunakan pada penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari perusahaan seperti data kecelakaan,data ketenagakerjaan dan profil perusahaan.


(36)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Tinjauan Pustaka membahas mengenai definisi kelelahan, gejala kelelahan, mekanisme kelelahan, klasifikasi kelelahan, pengukuran kelelahan dengan bebagai macam metode pengukuran dan dampak kelelahan. Selain itu terdapat penjelasan mengenai faktor-faktor penyebab kelelahan berdasarkan teori yang dikemukakan Kroemer dan Grandjean (1997), Suma’mur (1999) dan Bridger (2003). Tinjuan pustaka juga membahas mengenai cara pencegahan kelelahan ditempat kerja serta definisi kontraktor yang merupakan objek dari penelitian ini.

A. Definisi Kelelahan

Para ahli telah banyak mengemukakan mengenai definisi kelelahan. Secara umum semua definisi menunjukkan bahwa akibat dari kelelahan adalah berupa gangguan negatif yang akan diterima tenaga kerja. Menurut Occupational Safety and Health (2003) kelelahan merupakan penurunan sementara atau ketidakmampuan, kurangnya keinginan dalam menanggapi suatu kondisi atau situasi dikarenakan aktivitas mental atau fisik yang berlebih. Dengan kelelahan fisik, otot seseorang tidak dapat melakukan kegiatan apapun semudah seperti sebelumnya dan dengan kelelahan mental seseorang tidak dapat memusatkan pikiran seperti sebagaimana mestinya (Spiritia, 2004).


(37)

Suma’mur (1999) mendefinisikan kelelahan kerja sebagai aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja serta lambatnya merespon suatu keadaan yang dapat disebabkan oleh kelelahan yang sumber utamanya adalah kelelahan visual (indera penglihatan), kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh lingkungan yang monoton dan kelelahan oleh lingkungan yang bersifat kronis atau terus menerus sebagai faktor secara menetap. Kejadian kelelahan pada pekerja ini dapat dilihat dari adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot yang ditandai dengan pemanjangan waktu reaksi.

L.R Hartley dalam artikel Fatigue and Driving juga menyimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu keadaan dimana individu menyatakan bahwa dirinya tidak ingin melanjutkan tugas lagi, dikarenakan tuntutan tugas yang harus dikerjakan meningkat dan membuat kinerja mereka menurun (Karwowski, 2001). Sedangkan Bridger (2003) mendeskripsikan kelelahan menjadi tiga definisi umum, yang pertama yaitu kelelahan merupakan kantuk (kelelahan yang disebabkan karena kurangnya waktu tidur dan adanya gangguan irama sirkadian), kelelahan juga disebut dengan “capek” karena melakukan aktivitas fisik yang berat atau berlebih dan juga mengacu pada kelelahan mental akibat melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang.


(38)

B. Gejala Kelelahan

Kelelahan memang mudah untuk dihilangkan, dengan istirahat yang cukup perasaan lelah akan segera hilang. Namun, kelelahan yang terjadi secara terus menerus akan berakibat pada kelelahan yang bersifat kronis (Suma’mur, 2009). Oleh sebab itu, baik tenaga kerja ataupun pengusaha perlu mengetahui kejadian kelelahan yang dapat dikenali dengan melihat gejala kelelahan. Adapun gejala kelelahan menurut Suma’mur (2009) adalah sebagai berikut:

1. Perasaan berat dikepala 2. Menjadi lelah seluruh badan 3. Kaki merasa berat

4. Menguap

5. Pikiran terasa kacau 6. Menjadi Mengantuk

7. Merasakan beban pada mata 8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang ketika berdiri

10.Ingin berbaring 11.Susah dalam berpikir 12.Lelah berbicara 13.Menjadi gugup

14.Tidak dapat berkonsentrasi 15.Tidak mempunyai perhatian

terhadap sesuatu 16.Cenderung untuk lupa 17.Kurang kepercayaan 18.Cemas terhadap sesuatu 19.Tidak dapat mengontrol

sikap

20.Tidak dapat tekun dalam pekerjaan

21.Sakit kepala 22.Bahu terasa kaku 23.Punggung terasa nyeri 24.Pernafasan terasa tertekan 25.Haus


(39)

26.Suara Serak 27.Merasa pening

28.Spasme dari kelopak mata

29.Tremor pada anggota badan 30.Merasa kurang sehat

C. Mekanisme Kelelahan

Perasaan kelelahan merupakan reaksi fungsionil dari cortex cerebri yang merupakan pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat atau inhibisi yang terdapat di dalam thalamus yang berfungsi menurunkan kemampuan manusia dalam bereaksi dan membuat seseorang ingin beristirahat atau tidur. Serta sistem penggerak atau aktivasi yang terdapat di dalam formatio retikularis yang bekerja merangsang pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh untuk bekerja, melarikan diri dan lain-lain (Suma’mur, 2009).

Keadaan seseorang sangat dipengaruhi oleh kedua sistem tersebut yang bekerja secara berlawanan (protagonis). Jika sistem penghambat lebih kuat, maka seseorang akan merasakan kelelahan dan penyesuaian trofotropik akan beraksi sehingga tindakan organ motorik akan menurun. Begitu juga sebaliknya, jika sistem penggerak bekerja secara dominan, maka seseorang akan merasa segar, penyesuaian ergotropik berjalan dan terdapat ketersediaan organ motorik untuk bekerja (Sastrowinoto, 1985).


(40)

D. Klasifikasi Kelelahan

1. Kelelahan Berdasarkan Proses a. Kelelahan Otot

Kelelahan otot atau dapat juga dikenal dengan kelelahan lokal dapat disebabkan oleh jenis pekerjaan. Kelelahan otot menandakan bahwa tubuh tidak dapat melanjutkan kegiatan, sehingga menjadikan seseorang berhenti melakukan kegiatan. Kelelahan otot juga merupakan sinyal agar seseorang beristirahat sebelum terjadinya kelelahan lebih berat dan mengalami kerusakan otot (Kroemer et al, 2010).

Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar adalah berkurangnya kecepatan gerakan pekerja (Budiono dkk, 2003). Gejala lain yang menunjukan adanya kelelahan otot adalah penerimaan stimulus dengan kontraksi awal jaraknya semakin lama atau lamban,serta perlambatan pada kontraksi dan relaksasi otot (Kroemer et al, 2010).

b. Kelelahan Umum

Kelelahan umum yaitu kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan dalam bekerja yang dapat disebabkan oleh monotoni, intensitas, lama kerja, keadaan lingkungan, kondisi mental, status kesehatan dan gizi seseorang (Suma’mur, 2009). Gejala kelelahan umum ditandai dengan adanya perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh, sehingga aktivitas kerja menjadi terganggu dan terhambat (Budiono dkk, 2003).


(41)

2. Kelelahan Berdasarkan Waktu a. Kelelahan Akut

Kelelahan akut biasanya mempunyai gejala yang terjadi secara cepat dan berakhir dengan cepat pula. Kelelahan akut dapat terjadi ketika kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh berlebihan dan datang secara tiba-tiba. Salah satu cara untuk menghilangkan kelelahan akut adalah dengan istirahat yang cukup.

b. Kelelahan Kronis

Kelelahan kronis terjadi akibat adanya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang dan kerap muncul saat bangun di pagi hari dan terjadi sebelum tenaga kerja melakukan pekerjaan (Budiono dkk, 2003). Pekerja yang menderita kelelahan kronis akan menjadi sumber permasalahan (trouble maker) diperusahaan (Suma’mur, 2009).

Penyebab kelelahan kronis diantaranya adalah faktor fisik ditempat kerja, faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin dalam darah dan faktor psikologis yaitu komplik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan. Sedangkan gejala kelelahan kronis seperti sakit kepala, rasa pusing, sulit tidur, jantung berdebar, berkeringat secara tiba-tiba, nafsu makan menurun dan adanya gangguan pencernaan (Kroemer dan Grandjean, 1997).


(42)

3. Kelelahan Berdasarkan Penyebab a. Kelelahan Fisiologis

Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan fisiologis berasal dari faktor lingkungan fisik di tempat kerja seperti penerangan, kebisingan, dan suhu panas (Soetomo, 1981).

b. Kelelahan Psikologis

Kelelahan psikologis dapat terjadi apabila pengaruh atau hal-hal diluar diri pekerja seperti suasana kerja, hubungan dengan sesama pekerja maupun dengan atasan, berinteraksi dengan faktor yang terdapat didalam diri pekerja sehingga berdampak pada tingkah laku atau perbuatan seseorang. Indikator menurunnya keadaan fisik dan psikis seseorang adalah adanya alat pelindung alami seperti perasaan letih, merasa haus, lapar dan lainnya (Depnakertrans, 2004).

E. Pengukuran Kelelahan

1. Pengukuran Kualitas dan Kuantitas Kerja

Kualitas dan kuantitas dari hasil kerja kadang kala digunakan sebagai cara pengukuran kelelahan tidak langsung pada industri atau pada tempat kerja. Kuantitas atau jumlah output dapat digambarkan sebagai angka dari masing-masing unit proses. Waktu yang dihabiskan pada masing-masing unit


(43)

dan output yang dihasilkan menunjukan angka atau jumlah kinerja operasional per unit waktu (Tarwaka dkk, 2004).

Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling berhubungan secara umum, akan tetapi hal ini tidak dapat digunakan sebagai bentuk pengukuran langsung dikarenakan masih banyak faktor lainnya yang harus dipertimbangkan, seperti target produksi, faktor sosial, dan sikap psikologi dalam bekerja. Kadang kala kelelahan membutuhkan pertimbangan dalam hubungannya dengan kualitas hasil (kinerja buruk, produk gagal, dan properti yang rusak) atau kejadian kecelakaan, dan yang terakhir yakni keberadaan kelelahan tidak menjadi satu-satunya faktor penyebab kualitas dan kuantitas kerja yang buruk (Kroemer dan Grandjean, 1997).

2. Perasaan Kelelahan Subyektif

Metode pengukuran kelelahan secara subyektif atau The Subjective Symptom Test (SST) pertama kali dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health (IFRC Jepang) pada tahun 1967. The Subjective Symptom Test (SST) merupakan pengukuran kelelahan berbentuk kuesioner yang berisi 30 pertanyaan mengenai gejala kelelahan kerja (Susetyo, 2008).

3. Uji Psikomotorik

Uji Psikomotorik merupakan salah satu cara pengujian kelelahan dengan mengukur fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motorik (Kroemer dan Grandjean, 1997). Uji yang digunakan pada umumnya adalah dengan


(44)

melakukan pengukuran waktu reaksi (Reaction Timer Test) untuk melihat waktu reaksi yang sederhana atau rangsangan tunggal secara selektif pada tenaga kerja (Suma’mur, 1999).

Waktu reaksi adalah interval selama implus saraf dihantarkan ke otak dan kemudian diteruskan ke otot. Waktu reaksi merupakan jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Waktu reaksi yang panjang menunjukan adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot (Suma’mur, 2009).

Reaction Timer merupakan sebuah alat yang digunakan untuk pengukuran tingkat kelelahan berdasarkan kecepatan waktu reaksi. Prinsip kerja dari alat ini adalah memberikan rangsangan tunggal berupa rangsangan cahaya atau lampu yang kemudian tenaga kerja akan meresponnya, sehinga dapat dihitung waktu yang dibutuhkan tenaga kerja untuk merespon signal tersebut. Pada keadaan yang sehat, tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi sedangkan pekerja yang mengalami kelelahan akan lebih lama merespon rangsang yang diberi (Koesyanto dan Tunggul, 2005).

Pengukuran waktu reaksi dilakukan sebanyak 5 kali, setiap hasil pengukuran dijumlahkan, kemudian diambil nilai rata-ratanya. Eksperimen menggunakan Reaction Timer sangat penting dan menarik. Hal tersebut dikarenakan hasil yang didapatkan dari pengukuran ini tidak hanya sekedar mengetahui perbedaan kecepatan persepsi individu, akan tetapi akan


(45)

didapatkan informasi mengenai kegunaan fungsi sistem syaraf yaitu atensi, kemampuan proses persepsi dan proses kecepatan reaksi.

Kelebihan dari pengukuran kelelahan dengan Reaction Timer diantaranya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan keahlian khusus, murah dan memungkinkan jika ingin melakukan pengukuran rutin. Hasil pengukuran dengan Reaction Timer akan dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan yaitu : (Koesyanto dan Tunggul, 2005)

a. Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili detik

b. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi > 240,0 - < 410,0 mili detik

c. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410,0– < 580,0 mili detik d. Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik.

4. Uji Performa Mental

Uji performa mental merupakan pengukuran kelelahan yang meliputi: (Kroemer dan Grandjean, 1997)

a. Masalah aritmatika

b. Uji konsentrasi (crossing-out test)

c. Uji estimasi (dengan uji estimasi interval waktu) d. Uji memori atau ingatan

Konsep awal dari uji perfoma mental hampir sama dengan uji psikomotorik. Uji ini dapat memacu seseorang untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-tanda kelelahan. Faktor lain yang berperan adalah akibat


(46)

pelatihan dan pengalaman. Apabila uji terus dilakukan, maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya (Kroemer dan Grandjean, 1997).

5. Uji Fusi Kelipan (flicker fusion test)

Menurut Suma’mur (2009) flicker fusion test merupakan salah satu metode pengukuran kelelahan kerja. Frekuensi kerlingan mulus (Flicker Fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang dipancarkan secara terus-menerus. Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).

Cara melakukan uji fusi kelipan adalah menempatkan responden yang diteliti kemampuannya di depan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan lama-lama cahaya tersebut akan menjadi cahaya yang kontinu (mulus). Frekuensi batas/ambang dari kelipan itulah disebut ”frekuensi kelipan mulus”.

Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang jika memakai cahaya pendek adalah 2 Hertz atau 0.6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0.6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah


(47)

menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0.5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Sastrowinoto,1985).

6. Electroenchepalography (EEG)

Electroenchepalography (EEG) merupakan metode pengukuran kelelahan yang paling tepat. Yaitu dengan mengukur gelombang listrik pada otak. Metode ini banyak digunakan dalam penelitian laboratorium. Pengukuran kelelahan dengan EEG yaitu dengan merekam gelombang listrik yang terdapat di otak, sehingga diketahui berbagai amplitudo dan frekuensi yang menunjukan keadaan kelelahan (Kroemer dan Grandjean, 1997).

F. Dampak Kelelahan

Kelelahan pada pekerja akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, antara lain menurunnya perhatian, perlambatan dalam persepsi, lambat dan sulit dalam berpikir, menurunnya keinginan atau dorongan untuk melakukan pekerjaan dan berkurangnya efisiensi kegiatan fisik dan mental (Depnakertrans, 2004). Salah satu dampak yang pasti dari adanya perasaan kelelahan pada tenaga kerja adalah berkurangnya tingkat kewaspadaan, yang disebabkan tenaga kerja tidak mampu untuk berkonsentrasi secara terus-menerus untuk aktifitas fisik ataupun mental. Akibatnya, akan terjadi gangguan persepsi dan kecepatan reaksi akan berkurang (Sastrowinoto, 1985).


(48)

Tenaga kerja yang merasa lelah akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, sulit berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan, menurunnya produktivitas kerja, bahkan biasa menyebabkan kecelakaan bagi tenaga kerja. Workcover NSW (2008) juga mengatakan bahwa apabila seseorang mengalami kelelahan, maka pekerja tersebut beresiko mengidap penyakit diabetes,asma, tekanan darah tinggi, depresi, penyakit ginjal, penyakit jantung dan menderita anxiety.

G. Faktor- Faktor Penyebab Kelelahan

1. Jenis Kelamin (Bridger,2003) (Suma’mur, 1999)

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki (Suma’mur, 1999). Walaupun dengan umur, berat badan dan kondisi fisik yang sama, dapat dipastikan bahwa wanita memiliki kekuatan yang lebih rendah dari pria (Lehto dan Buck, 2008).

Tenaga kerja wanita mengalami siklus biologis (menstruasi) setiap bulan sehingga mempengaruhi kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan lebih besar dari pada tingkat kelelahan pria (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Virgy (2011) disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kelelahan pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo, Jakarta.


(49)

2. Umur (bridger,2003) (Suma’mur, 1999)

Semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan (Ihsan dan Salami, 2010). Davis (2001) menyatakan bahwa pekerja yang berumur diatas 35 tahun memiliki kelemahan pada saat melakukan pekerjaan dengan temperatur panas dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur seseorang, maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan.

Pemikiran terkini menekankan bahwa fenomena dasar adanya penuaan adalah hilangnya fungsi otot, terjadinya penurunan curah jantung, dan hilangnya kapasitas aerobik sehingga hal tersebut menurunkan kapasitas kerja seseorang (Bridger, 2003). Suma’mur (1999) juga menyatakan bahwa kelelahan yang terjadi sejalan dengan meningkatnya umur seseoraang disebabkan oleh adanya perubahan fungsi faal pada tubuh yang kemudian mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. Hal ini juga sebanding dengan peneltian yang dilakukan Puspita (2009) yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada pekerja yang berumur > 25 tahun dan umur 25 tahun.


(50)

3. Status Gizi (OHS, 2003) (Suma’mur, 1999) (Lehto, 2008) (bridger,2003) (Kroemer dan Grandjean

Status gizi adalah ukuran keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2009). Status gizi seseorang dapat diketahui dari perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT). Adapun cara perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

���= BB (Dalam kg ) TB² (Dalam m )

Hasil perhitungan IMT tesebut akan dibandingkan dengan standar yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) Tahun 2004. Adapun standar IMT yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Keadaan gizi merupakan salah satu faktor individu yang menyebabkan kelelahan pada pekerja (Kroemer dan Grandjean, 1997). Seorang pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono dkk, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan

Berat IMT (kg/ m 2)

Sangat Kurus < 17

Kurus 76.0 – 18.4

Normal 18.5 – 24.9

Kelebihan Berat Badan 25.0 – 26.9

Gemuk 27.0 – 28.9


(51)

menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan mempercepat timbulnya kelelahan. Wiegand (2009) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi berlebih atau dengan IMT obesitas dengan kelelahan. Seseorang dengan IMT obesitas akan merasakan kelelahan yang lebih berat dibandingkan dengan IMT non-obesitas. Seseorang dengan IMT obesitas akan mudah merasakan gangguan tidur dan terjangkit penyakit degeneratif seperti diabetes yang kemudian berdampak pada kejadian kelelahan.

Keadaan kurang atau kelebihan gizi pada orang dewasa atau usia 18 tahun ke atas juga merupakan masalah penting. Kekurangan dan kelebihan gizi dapat menimbulkan suatu penyakit tertentu dan mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam kondisi kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan dapat terjadi kemerosotan jaringan sehingga menyebabkan perubahan biokimia dan rendahnya zat gizi dalam darah berupa rendahnya Hb, serum vitamin A dan Karoten. Selain itu, akan terjadi peningkatan beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi tubuh dengan gejala seperti lemah, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lain (Supriasa dkk, 2002).


(52)

4. Status Kesehatan(OSS, (Suma’mur Lehto 2008 (bridger,2003) (WORKCOVER, 2008) (Kroemer dan

Kroemer dan Grandjean (1997) menyatakan bahwa kelelahan secara fisiologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak fit/sakit atau seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya kelelahan. Adapun penyakit yang berkontribusi besar terhadap terjadinya kelelahan adalah:

a. Penyakit Jantung: Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan penderita akan mengalami sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.Penderita penyakit jantung cenderung mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004).

b. Penyakit Gangguan Ginjal: Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Pada penderita gangguan ginjal, pengeluaran asupan makanan dan cairan/elektrolit ataupun keringan sulit untuk dikendalikan, sehingga meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat dan kelelahan akan mudah terjadi (Suma’mur, 1999).

c. Penyakit Asma: Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan


(53)

karbondioksida terganggu sehingga terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan. Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.

d. Tekanan Darah Rendah: Pada penderita tekanan darah rendah, kerja jantung dalam memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehingga kebutuhan oksigennya tidak terpenuhi, sehingga proses kerja terhambat karena kurangnya ketersediaan oksigen.

e. Tekanan Darah Tinggi: Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa darah untuk diedarkan keseluruh tubuh. Sehingga terjadi sesak nafas akibat pertukaran oksigen (O2) terhambat. Pada penderita hipertensi aliran darah pada otot (ketika berkontraksi) sangat terbatas, otot menekan pembuluh darah sehingga oksigen yang dibawa berkurang dan memungkinkan terjadinya kelelahan (Santoso, 2004). f. Penyakit Paru: Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan karbondioksida

(CO2) terganggu sehingga banyak yang tertimbun yang akhinya akan menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan.

g. Masalah Psikologis: Tenaga kerja yang sehat adalah tenaga kerja yang produktif, sehingga kesehatan psikis perlu diperhatikan untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis amatlah mudah mengidap suatu bentuk kelelahan kronis


(54)

(Budiono dkk, 2003). Stres yang timbul saat pekerjaan, maka akan dapat menimbulkan kelelahan saat bekerja (Bridger, 2003).

5. Lama Tidur (WORKCOVER, 2008) (OSHS, 2003) (OHS, 2003) (Kroemer dan Grandjean, 1997).

Menurut Occupational Safety and Health (2003) hal-hal yang dapat menghilangkan perasaan kelelahan seseorang diantaranya adalah waktu istirahat atau lama tidur. Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Rata-rata orang dewasa sehat membutuhkan lama tidur sekitar 7-8 jam tiap malam (Kozier et al, 2008). Tidur dimalam hari ataupun waktu bebas disiang hari memberikan kontibusi bagi istirahat psikis dan fisik sehingga kesehatan dan efisiensi tubuh terjaga dan kejadian kelelahan dapat dihilangkan (Budiono dkk, 2003).

Nadia (2009) menyatakan bahwa pencegahan kelelahan pada tenaga kerja yang paling baik dilakukan adalah dengan mengelola jam kerja, lama tidur dan mengelola bahaya yang terkait dengan kelelahan. Penelitian Nadia (2009) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kelelahan antara responden yang memiliki jam tidur optimal dengan responden yang tidak memiliki lama tidur optimal. Responden yang tidak memiliki jam tidur yang optimal memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan responden dengan lama tidur optimal.


(55)

6. Status Perkawinan (WORKCOVER, 2008)

Seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami kelelahan akibat kerja dikarenakan waktu setelah bekerja digunakan untuk melayani anak dan istrinya, bukan untuk beristirahat (Puspita, 2009). Selain itu, pekerja yang memiliki tanggung jawab khusus, dalam hal ini seorang suami atau istri akan memiliki tanggung jawab lebih dalam memenuhi kebutuhan keluarga (Workcover NSW, 2008).

Penelitian Mauludi (2009) yang dilakukan pada 100 pekerja di proses produksi kantong semen pbd (paper bag division) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, didapatkan Pvalue sebesar 0,045 yang berarti terdapat hubungan bermakana antara status perkawinan dengan kelelahan.

7. Konsumsi Alkohol dan Obat-obatan(WORKCOVER 2008) (bridger,2003)

Dapat diketahui bahwa obat-obatan dan alkohol dapat menyebabkan gangguan koordinasi bagi penggunanya (Astrand dan Rodahl, 1970). Dengan mengkonsumsi alkohol, detak jantung akan meningkat, pembuluh darah di lengan dan kulit melebar, dan tekanan darah menurun. Sedangkan jika mengkonsumi alkohol secara rutin, maka akan menyebabkan kesulitan bergerak, berbicara dan berkonsentrasi, kemudian akan berlanjut pada kejadian kelelahan yang berkombinasi dengan keadaan muak atau cepat bosan, sakit perut, pusing, meningkatnya sensitivitas pada suara dan menjadi marah (Hanson dan Venturelli, 1983).


(56)

Bridger (2003) juga mengatakan bahwa mengkonsumsi alkohol akan berefek buruk pada fungsi hati dan dapat menyebabkan rendahnya kandungan glukosa dalam darah yang berfungsi sebagai pembentuk energi untuk meningkatkan kapasitas kerja fisik seseoarang. Selain itu, konsumsi alkohol juga dapat mengganggu kualitas tidur seseorang, yang kemudian jika kualitas tidur buruk akan menyebabkan kelelahan (Workcover NSW, 2008).

Kelelahan memiliki berbagai macam penyebab yang salah satunya juga dikarenakan efek samping pemakaian obat-obatan (Neel, 2012). Baik obat-obatan ataupun narkotika memiliki pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Beberapa obat-obatan dapat mengganggu fungsi susunan syaraf pusat seperti koordinasi dan kewaspadaan (Harkness, 1984).

8. Konsumsi Rokok (bridger,2003) (WORKCOVER, 2008).

Kebiasaan merokok menurut Bustan (2000) adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dalam menghisap rokok mulai dari satu batang ataupun lebih dalam satu hari. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru, sehingga kemampuan untuk membawa oksigen menurun dan menurunkan kesegaran jasmani seseoarang, dan jika seseorang bekerja maka kondisi tersebut menyebabkan timbulnya kelelahan kerja (Tarwaka dkk, 2004).


(57)

Bahaya pada rokok umumnya terdapat pada hasil pembakaran pada rokok yaitu asap rokok, baik asap utama (mainstream smoke) dan asap sampingan (sidestream smoke). Asap pada rokok mengandung bahan kimia beracun dan bersifat karsinogenik. Setiap menghisap rokok, terdapat 107 radikal dalam komponen asap yang didominasi oleh radikal oksigen, nitrit oksid, peroksil dan lain sebagainya. Secara kimia, radikal tersebut akan segera bereaksi membentuk komponen lain seperti superoksida dan memicu untuk menghasilkan peroksida yang secara terus menerus akan merusak sistem pernapasan manusia (Susanto dkk, 2011).

Rokok cenderung dapat mengurangi kapasitas fisik. Penurunan kapasitas fisik seseorang merupakan salah satu bentuk kelelahan. Merokok dapat menurunkan kapasitas kerja akibat kelelahan yang disebabkan adanya penurunan oksigen yang dibawa oleh darah (Bridger, 2003). Orang yang mengkonsumsi satu pak atau lebih rokok dalam sehari dapat menurunkan denyut jantung dua atau tiga denyutan tiap menitnya (Hanson dan Venturelli, 1983).

9. Masa Kerja (Suma’mur 1999) (WORKCOVER, 2008) (OHS, 2003)kroemer dan grandjean Masa kerja adalah lama waktu yang telah ditempuh seseorang untuk dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo, 1984). Selain memberikan dampak positif seperti menurunkan ketegangan, peningkatan efektivitas dan perfomance kerja, semakin lama masa kerja seseorang dapat membawa efek negatif


(58)

berupa adanya batas ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya kelelahan. Pekerjaan yang dilakukan secara kontinyu dapat berpengaruh terhadap sistem peredaran darah, sistem pencernaan, otot, syaraf dan sistem pernafasan (Suma’mur, 1999).

Dampak dari masa kerja lainnya adalah timbulnya keadaan melemahnya kinerja otot yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya/ menurunnya gerakan. Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan– tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Occupational Safety and Health, 2003). Semakin lama seseorang melakukan pekerjaan akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan serta semakin banyak terpapar bahaya yang terdapat di lingkungan kerja (Budiono dkk, 2003). Penelitian Nurhidayati (2009) menyatakan adanya hubungan antara pekerja yang memiliki masa kerja lama dengan kelelahan.

10. Pekerjaan Monoton (WORKCOVER, 2008) (Suma’mur 1999)

Pekerjaan yang monoton dan berulang akan menyebabkan kelelahan fisik ataupun mental (Suma’mur, 1999). Pekerjaan monoton yaitu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu, dan dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang besar (Budiono dkk, 2003).

Kondisi kerja yang berulang-ulang merupakan salah satu bentuk suasana monoton yang dapat berakumulasi menjadi rasa bosan, serta


(59)

menjadikan pekerja merasakan kelelahan dan kejenuhan (Kroemer dan Grandjean, 1997). Pembebanan otot secara statis dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries) yaitu nyeri otot, tulang, tendon dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang. Macleod (2000) juga menyatakan bahwa kerja statis atau monoton menyebabkan kelelahan kerja yang kemudian dapat berdampak pada kecelakaan, buruknya kualitas kerja serta menurunnya produktivitas. 11. Beban Kerja(Suma’mur 1999) (WORKCOVER, 2008) (OHS, 2003) (Kroemer dan Grandjean, 1997).

Beban kerja adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bekerja (Sudrajat dkk, 1998). Setiap pekerjaan atau aktivitas merupakan beban bagi pelakunya. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Apabila beban kerja lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi rasa tidak nyaman, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan produktivitas menurun (Santoso, 2004). Pekerjaan yang tergolong menjadi pekerjaan berat adalah semua pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik yang besar yang dapat dilihat melalui jumlah konsumsi energi dan yang mengakibatkan penekanan pada kerja jantung dan paru-paru (Kroemer dan Grandjean, 1997).

Dewasa ini, beban kerja lebih mengarah pada pembebanan pada kerja fisik atau yang sering disebut kerja otot. Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 mengelompokan beban kerja menjadi beban kerja ringan, sedang dan


(60)

berat. Penetapan beban kerja tersebut sampai saat ini selalu dikaitkan dengan konsumsi energi atau jumlah kalori yang dikeluarkan pekerja. Padahal derajat ketegangan fisik atau beban kerja seseorang tidak seluruhnya bergantung pada pengeluaran kalori,tetapi dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran denyut jantung, metabolisme, respirasi dan suhu tubuh (Sastrowinoto, 1985).

Konz (1998) menyatakan bahwa jika berada dalam keadaan yang stabil atau tidak emosi, denyut jantung merupakan salah satu estimasi laju metabolisme yang baik. Berikut disajikan kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung (Christensen 1996 dalam Tarwaka dkk, 2004).

Tabel 2.2 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan denyut jantung

Sumber: (Christensen, 1996) Encyclopedia of Occupational Health and Safety. ILO Ganeva)

Kategori Beban Kerja Konsumsi Oksigen (l/min) Ventilasi Paru (l/min) Suhu Rektal Denyut Jantung (denyut/min) Ringan 0,5 – 1,0 11 – 20 37,5 75 – 100 Sedang 1,0 – 1,5 21 – 30 37,5 – 38,0 101 – 125 Berat 1,5 – 2,0 31 – 43 38,0 – 38,5 125 – 150 Sangat Berat 2,0 – 2,5 44 – 56 38,5 – 39,0 151 – 175 Sangat Berat Sekali 2,5 – 4,0 57 – 100 > 39 > 175


(61)

12. Waktu Kerja (WORKCOVER 2008) (Suma’mur 1999) (OHS, 2003) (Kroemer dan Grandjean, 1997).

Waktu kerja adalah lamanya waktu yang dihabiskan pekerja melakukan pekerjaan dalam satu hari. Lamanya seseorang bekerja secara baik pada umumnya adalah 6-8 jam setiap harinya, sedangkan sisanya (16-18 jam) dapat digunakan untuk bersosialisasi dengan keluarga, istirahat, tidur dan lain-lain (Suma’mur, 2009). Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam. Memperpanjang waktu kerja akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka dkk, 2004).

Waktu kerja akan menentukan status kesehatan seseorang, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Suma’mur (1999) menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja. Semakin lama durasi dan insentisas dalam bekerja, maka perasaan kelelahan akan semakin besar dirasakan oleh pekerja (Kroemer dan Grandjean, 1997).


(62)

13. Shift Kerja (WORKCOVER, 2008) (OHS, 2003)

Shift kerja adalah periode waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadualkan bekerja pada tempat kerja tertentu (Maurits dan Widodo, 2008). Dalam upaya menghasilkan produksi yang berkesinambungan, suatu perusahaan terkadang mempekerjakan karyawannya dalam sistem shift selama 24 jam. Adapun yang termasuk dalam kriteria kerja shift adalah apabila terdapat pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja yang normal, yaitu diluar pukul 07.00 sampai 18.00 (Workcover NSW, 2008).

Shift kerja memiliki berbagai macam dampak negatif yang salah satunya adalah kelelahan. Kelelahan karena pengaruh shift kerja dapat menyebabkan kesulitan konsentrasi dalam bekerja, meningkatkan resiko kesalahan (human error), berdampak kepada kualitas kerja dan kecepatan kerja, dan akhirnya menyebabkan kecelakaan kerja (Kodrat, 2011).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kecelakaan banyak terjadi pada shift malam sehubungan dengan gangguan pada irama sirkadian (Lerman et al, 2012). Pekerja yang bekerja pada shift malam tentu lebih mudah merasa lelah dan mengantuk, karena pekerja sudah terbiasa bekerja di pagi hari dan memiliki pola kantuk dan tidur tertentu, yang tentu butuh penyesuaian jika harus berganti ke shift malam (Kodrat, 2011). Seseorang yang memutuskan untuk bekerja melawan pengaturan biologis (untuk tidur) dan dengan waktu yang panjang akan mengganggu worker’s body clock dan menimbulkan kelelahan (Workcover NSW, 2008).


(63)

Pekerja yang bekerja pada shift malam akan mengganggu pola dan waktu tidur. Waktu tidur seseorang merupakan salah satu siklus tetap yang diatur oleh mekanisme khusus yang disebut dengan circadian rhythms. Seseorang yang kekurangan waktu tidur atau memiliki gangguan circadian rhythms lebih berpotensi untuk mengalami kelelahan. Circadian rhythms adalah pengaturan berbagai macam fungsi tubuh dalam sehari yang meliputi pengaturan dalam tidur, bekerja dan semua proses otonom vegetatif yang meliputi metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung, tekanan darah dan pelepasan hormon (Kroemer dan Grandjean, 1997). Ganguan pada circadian rhythms dapat diakibatkan oleh jet lag atau shift kerja (Barness et al, 2008).

Metabolisme dan faktor faal tubuh juga tidak sepenuhnya dapat beradaptasi dengan waktu bekerja pada malam hari dan istirahat/tidur di siang hari (Suma’mur, 2009). Hal tersebut terbukti didalam penelitian Ramdan (2007) yang menyatakan bahwa tingkat kelelahan giliran kerja atau shift malam lebih tinggi dibandingkan dengan giliran kerja atau shift siang. Begitu juga dengan penelitian Ihsan dan Salami (2010) yang menyatakan bahwa shift kerja merupakan prediktor terbesar yang mempengaruhi perubahan kelelahan kerja.


(1)

Classification Tablea

Observed

Predicted

FATIGUE Percentage

Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 1 FATIGUE Kelelahan Ringan 33 17 66.0

Kelelahan Berat 18 32 64.0

Overall Percentage 65.0

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Umur .176 .570 .095 1 .758 1.192 .390 3.647

Konsumsi Rokok .443 .489 .821 1 .365 1.557 .597 4.061

Masa Kerja 1.002 .555 3.261 1 .071 2.722 .918 8.074

TekananPanas 1.363 .468 8.488 1 .004 3.908 1.562 9.778

Kebisingan .913 .490 3.467 1 .063 2.492 .953 6.516

Constant -1.870 .609 9.419 1 .002 .154

a. Variable(s) entered on step 1: Umur, Konsumsi Rokok, Masa Kerja, TekananPanas, Kebisingan LOGISTIC REGRESSION VARIABLES FATIGUE2

/METHOD=ENTER Konsumsi Rokok Masa Kerja TekananPanas Kebisingan /PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Kelelahan Ringan 0


(2)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted FATIGUE

Percentage Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 0 FATIGUE Kelelahan Ringan 0 50 .0

Kelelahan Berat 0 50 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .200 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Konsumsi Rokok .043 1 .836

Masa Kerja 7.840 1 .005

TekananPanas 8.046 1 .005

Kebisingan 4.857 1 .028

Overall Statistics 19.028 4 .001

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 20.658 4 .000

Block 20.658 4 .000

Model 20.658 4 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 117.972a .187 .249

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Table

Observed

Predicted FATIGUE

Percentage Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 1 FATIGUE kelelahan Ringan 35 15 70.0

Kelelahan Berat 19 31 62.0


(3)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Konsumsi Rokok .444 .489 .825 1 .364 1.559 .598 4.065

Masa Kerja 1.096 .465 5.553 1 .018 2.991 1.202 7.441

TekananPanas 1.354 .466 8.435 1 .004 3.873 1.553 9.657

Kebisingan .953 .473 4.051 1 .044 2.593 1.025 6.558

Constant -1.846 .603 9.368 1 .002 .158

a. Variable(s) entered on step 1: Konsumsi Rokok, Masa Kerja, TekananPanas, Kebisingan. LOGISTIC REGRESSION VARIABLES FATIGUE2

/METHOD=ENTER Masa Kerja TekananPanas Kebisingan /PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Kelelahan Ringan 0

Kelelahan Berat 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted FATIGUE

Percentage Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 0 FATIGUE kelelahan Ringan 0 50 .0

Kelelahan Berat 0 50 100.0

Overall Percentage 50.0


(4)

Classification Tablea,b

Observed

Predicted FATIGUE

Percentage Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 0 FATIGUE kelelahan Ringan 0 50 .0

Kelelahan Berat 0 50 100.0

Overall Percentage 50.0

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .200 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Masa Kerja 7.840 1 .005

TekananPanas 8.046 1 .005

Kebisingan 4.857 1 .028

Overall Statistics 18.376 3 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.819 3 .000

Block 19.819 3 .000

Model 19.819 3 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 118.810a .180 .240

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted FATIGUE

Percentage Correct Kelelahan Ringan

Kelelahan Berat Step

1

FATIGUE Kelelahan

Ringan 35 15 70.0

Kelelahan

Berat 19 31 62.0

Overall Percentage 66.0


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step

1a

Masa Kerja 1.019 .453 5.061 1 .024 2.771 1.140 6.736

TekananPanas 1.366 .464 8.655 1 .003 3.921 1.578 9.744

Kebisingan .877 .462 3.599 1 .058 2.404 .971 5.949

Constant -1.491 .439 11.531 1 .001 .225

a. Variable(s) entered on step 1: Masa Kerja, TekananPanas, Kebisingan. LOGISTIC REGRESSION VARIABLES FATIGUE2

/METHOD=ENTER Masa Kerja TekananPanas /PRINT=CI(95)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Kelelahan Ringan 0

Kelelahan Berat 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

FATIGUE Percentage

Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 0 FATIGUE Kelelahan Ringan 0 50 .0

Kelelahan Berat 0 50 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500


(6)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .200 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Masa Kerja 7.840 1 .005

TekananPanas 8.046 1 .005

Overall Statistics 15.267 2 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 16.131 2 .000

Block 16.131 2 .000

Model 16.131 2 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 122.498a .149 .199

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

FATIGUE Percentage

Correct

Kelelahan Ringan Kelelahan Berat

Step 1

FATIGUE Kelelahan Ringan 22 28 44.0

Kelelahan Berat 8 42 84.0

Overall Percentage 64.0

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Masa Kerja 1.205 .438 7.562 1 .006 3.338 1.414 7.883

TekananPanas 1.240 .446 7.731 1 .005 3.457 1.442 8.288

Constant -1.118 .373 8.988 1 .003 .327