61 amilosa:amilopektin pada tepung jagung akan menghasilkan kapasitas penyerapan
air yang semakin kecil. Semakin tinggi kadar protein dan kadar abu, semakin rendah kapasitas
penyerapan air pada tepung jagung. Muatan yang berlawanan pada protein dan mineral mempengaruhi kecepatan penyerapan air granula pati sehingga protein
dan mineral berkompetisi dengan pati dalam menyerap air. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi negatif antara kapasitas penyerapan air dengan
kadar protein r = -0.521, p ≤ 0.05 dan kadar abu r = -0.59, p ≤ 0.01. Menurut
Barbut 1999 faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi sifat mengikat air pada tepung dengan kadar protein relatif tinggi adalah komposisi asam amino, bentuk
protein, hidrofobisitashidrofilik permukaan. Semakin besar densitas kamba, semakin rendah kemampuan menyerap
air. Hal ini disebabkan tepung jagung dengan densitas kamba besar berarti mempunyai massa yang besar dan luas permukaan kecil sehingga kemampuan
tepung jagung dalam menyerap air lebih rendah dibandingkan tepung jagung yang mempunyai densitas kamba kecil. Hal ini dapat dilihat dari adanya korelasi antara
kapasitas penyerapan air tepung jagung dengan loose density r = -0.462, p ≤
0.05 dan dan packed density r = -0.54, p ≤ 0.05.
4.2.7 Kapasitas penyerapan minyak
Fermentasi grits jagung sampai 36 jam akan menurunkan kapasitas penyerapan minyak 60.6 dibandingkan tepung non fermentasi, sedangkan
fermentasi lanjutan sampai 72 jam tidak menurunkan secara nyata kapasitas penyerapan minyak 55.9 seperti terlihat pada Tabel 14. Kapasitas
penyerapan minyak yang semakin rendah diperlukan pada produk-produk yang diproses dengan penggorengan sehingga tidak menyerap minyak dalam jumlah
yang besar. Dengan demikian apabila diinginkan produk hasil gorengan yang tidak banyak menyerap minyak dapat digunakan tepung yang dihasilkan dengan
proses fermentasi. Tabel 14 Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung yang dihasilkan dengan
variasi waktu fermentasi grits jagung Waktu fermentasi grits jagung jam
Kapasitas penyerapan minyak bk
62 0 71.5
c
±3.9 12 64.8
bc
±4.7 24 64.9
bc
±4.9 36 60.6
ab
±6.6 48 61.3
ab
±2.3 60 61.4
ab
±2.8 72 55.9
a
±4.1 Keterangan: merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5
Kapasitas penyerapan minyak pada tepung jagung terutama berkaitan dengan kadar lemak dan kadar protein. Semakin besar kadar lemak atau protein,
semakin besar kapasitas penyerapan minyak. Hal ini berhubungan dengan mekanisme kapasitas penyerapan minyak yang disebabkan pemerangkapan
minyak secara fisik dengan gaya kapiler dan peran hidrofobisitas protein Voutsinas dan Nakai, 1983. Sirivongpaisal 2006 menyatakan bahwa kapasitas
penyerapan minyak pada tepung bambara groundnut lebih besar daripada pati bambara groundnut
karena kadar protein dan lemak yang lebih tinggi pada tepung, yang dapat memerangkap lebih banyak minyak. Hal ini mengakibatkan
adanya korelasi antara kapasitas penyerapan minyak dengan kadar lemak r = 0.445, p
≤ 0.05 dan kadar protein r = 0.68, p ≤ 0.01.
4.2.8 Suhu gelatinisasi
Suhu gelatinisasi menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas pati saat dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Tabel 15 menunjukkan bahwa
fermentasi grits jagung selama 24 jam menurunkan suhu gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan. Fermentasi grits jagung selama 24 sampai 48 jam
menghasilkan tepung jagung dengan suhu gelatinisasi tetap, sedangkan fermentasi grits jagung selama 48 sampai 72 jam menghasilkan tepung jagung dengan suhu
gelatinisasi meningkat. Fermentasi selama 48 jam mengubah suhu gelatinisasi tepung jagung menjadi 76.7
o
C. Suhu gelatinisasi ini lebih tinggi daripada suhu gelatinisasi ogi yang difermentasi selama 48 jam menurunkan suhu gelatinisasi
menjadi 71.6
o
C Nago et al. 1998. Semakin rendah suhu gelatinisasi, semakin
63 cepat terjadinya gelatinisasi, dan untuk produk pangan yang memerlukan syarat
ini dapat dicapai dengan fermentasi selama 24 jam. Keberadaan gula pada pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi
karena terhambatnya pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat hidrofilik, sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi. Pada aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu gelatinisasi yang
terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan gula dilakukan setelah terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap gelatinisasi tergantung jenis gula,
sukrosa mempunyai suhu gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya tergantung konsentrasi sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa, maltosa
mempengaruhi gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi substansi mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula Christianson 1982. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi antara suhu gelatinisasi dengan rasio pati dibanding gula reduksi r = -
0.463, p ≤ 0.05.
Tabel 15 Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung jam Suhu gelatinisasi
o
C 0 82
bc
±1.5 12 80.8
b
±2.5 24 76.2
a
±0.8 36 76.3
a
±0.9 48 76.7
a
±1.2 60 82.1
bc
±2.8 72 85.2
c
±1.8 Keterangan: suhu awal gelatinisasi
merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5.
Proses fermentasi grits jagung selama 24 jam menurunkan suhu gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan menjadi 76.2
o
C dibandingkan tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi 82
o
C. Penurunan suhu gelatinisasi
64 merupakan akibat dari melemahnya struktur granula dan disintegrasi selama
proses perendaman. Gelatinisasi diawali pada bagian yang amorf karena ikatan hidrogen lebih lemah pada bagian tersebut. Pada perendaman jagung, granula pati
mengalami pengembangan, dan semakin lama perendaman bagian yang amorf dapat mengalami leaching. Adanya leaching pada sebagian granula yang bersifat
amorf mengakibatkan partikel tepung jagung yang dihasilkan mudah
tergelatinisasi sehingga suhu gelatinisasi menurun. Fermentasi lanjutan dari 24 jam sampai 48 jam suhu gelatinisasi relatif tetap 76.7
o
C dan fermentasi lanjutan sampai 72 jam meningkatkan suhu gelatinisasi 85.2
o
C Gambar 22. Meningkatnya suhu gelatinisasi karena pembentukan kompleks inklusi heliks
antara lemak dengan amilosa. Menurut Eliasson dan Gudmunsson 1996 pada saat amilosa keluar dari granula selama proses gelatinisasi, lemak membentuk
kompleks dengan amilosa tersebut, kemungkinan di permukaan granula dan menghambat pengembangan sehingga suhu gelatinisasi meningkat. Hubungan
antara suhu gelatinisasi adonan jagung dengan waktu fermentasi grits jagung dapat dinyatakan dengan model prediktif yang bersifat kuadratik:
Tg = 0.006t
2
- 0.39t + 82.8 R
2
= 0.7504 15 dengan Tg adalah suhu gelatinisasi adonan jagung dalam
o
C, t adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam, sedangkan R
2
adalah koefisien determinasi.
Tg = 0.006t
2
- 0.39t+ 82.8 R
2
= 0.7504
70 75
80 85
90
20 40
60 80
waktu jam su
h u
g el
at in
is asi
o
C
Gambar 22 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu gelatinisasi adonan jagung
65
4.2.9 Viskositas puncak