konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Adanya pembelajaran dengan menggunakan media atau alat peraga akan memudahkan siswa dalam
menyerap konsep- konsep tersebut. Pada penanaman konsep perkalian pecahan, pembelajaran dapat menggunakan media atau alat peraga, misalnya kertas lipat
atau kertas yang dapat dilipat, dan blok pecahan yang dapat terbuat dari mika, tripleks, atau kertas karton. Pada tahap pemahaman konsep, pembelajaran dapat
dilakukan dengan pemberian contoh soal dengan jawaban yang benar dan salah. Pemahamn siswa akan terlihat apabila siswa mengatakan “salah” pada contoh soal
dengan jawaban salah, serta dapat memperbaikinya. Pada tahap pembinaan keterampilan, dapat dilakukan dengan pemberian „teknik cepat‟ dalam
menyelesaikan soal perkalian, dan latihan soal secara tertulis. Heruman ,2013: 75-81.
Walle 2008: 59 memberikan pedoman- pedoman yang harus dicantumkan dalam mengembangkan strategi perhitungan untuk pecahan, antara lain:
a. Mulai dengan tugas kontekstual sederhana
b. Menghubungkan pengertian perhitungan pecahan dengan perhitungan
bilangan asli c.
Menggunakan penaksiran dan metode informal d.
Mengeksplorasi setiap perhitungan dengan menggunakan model.
2.1.12 Pembelajaran Kooperatif
Sudrajat dalam Ahmadi, 2014: 55 menyatakan bahwa model pem- belajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pengajar. Sedangkan model
pembelajaran kooperatif menurut H. Karli dan Yuliariatiningsih dalam Hamdani, 2011:165 adalah strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.
Suprijono 2012: 54 menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk- bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan guru. Lie dalam Wena, 2013: 189- 190 menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalahn sistem pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas- tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai
fasilitator. Pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika siswa dapat saling mengajari.
Berdasarkan teori konstruktivisme sosial Vygotsky dalam Suprijono, 2012: 55 menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksikan secara mutual.
Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Pengalaman dalam konteks sosial memberikan
mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran siswa. Supriono 2012: 61 menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model pembelajaran kooperatif
menuntut kerja sama dan interpendensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward. Huda 2013: 111-112 menyatakan salah satu asumsi
yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa sinergi
yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih
besar dari pada melalui lingkungan kompetitif individual.
Berdasarkan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan, peneliti menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah cara melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar bersama siswa lain dalam kelompok. Model pembelajaran
kooperatif dapat membantu siswa untuk lebih meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Melalui pembelajaran kooperatif, selain pemahaman
materi, juga akan melatih siswa bersikap dengan baik dalam berinteraksi soial dengan orang lain.
2.1.13 Pembelajaran Kooperatif Course Review Horay CRH