V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Latar belakang kenaikan harga minyak dunia yang terjadi akhir-akhir ini berbeda dengan fenomena kenaikan harga minyak dunia sebelumnya. Saat ini,
kenaikan harga minyak dunia diikuti oleh pertumbuhan positif indeks harga saham yang terus terjadi pada beberapa indeks harga saham global. Terdapat
kecenderungan bahwa aliran dana yang diperoleh para investor minyak diinvestasikan ke berbagai pasar saham global karena di beberapa pasar saham,
khususnya di kawasan Asia Tenggara, harga-harga saham masih tergolong murah sedangkan potensi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia
Tenggara sangat baik. Dari hasil analisis VECM untuk melihat apakah perubahan harga minyak
dunia mempengaruhi indeks harga saham khususnya di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika, terlihat bahwa ada hubungan jangka panjang
antara harga minyak dunia dengan indeks harga saham, khususnya pada indeks harga saham BSE di India, FTSE di Inggris, Bovespa di Brasil, KLSE di
Malaysia, JKSE di Indonesia, STI di Singapura, SET di Thailand, SMI di Swiss, GSPT di Kanada, SP 500 di Amerika Serikat dan KOSPI di Korea Selatan.
Sedangkan untuk indeks harga saham yang tidak memiliki hubungan jangka panjang antara harga minyak dunia dengan indeks harga saham diantaranya
adalah Mexican Bolsa di Meksiko, CAC di Perancis, dan DAX di Jerman. Khusus untuk indeks Nikkei di Jepang, indeks harga saham ini tidak diuji
dalam analisis VECM karena variabel-variabel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh perubahan harga minyak dunia terhadap indeks harga
saham ternyata tidak terkointegrasi, artinya tidak ada hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan variabel
yang kurang tepat dalam model. Dari hasil IRF menunjukan bahwa setiap negara yang berada di kawasan
Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika memiliki respon yang berbeda terhadap pergerakan harga minyak dunia. Berdasarkan hasil IRF untuk negara
eksportir minyak di kawasan Asia Tenggara menunjukan bahwa perubahan harga
minyak dunia akan direspon negatif oleh indeks KLSE di Malaysia. Sedangkan hasil IRF untuk negara importir minyak di kawasan Asia Tenggara menunjukan
bahwa indeks JKSE di Indonesia dan indeks Strait Times di Singapura awalnya merespon positif perubahan harga minyak dunia namun hanya terjadi satu hingga
dua bulan saja, setelah itu kedua indeks harga saham tersebut akan merespon negatif. Berbeda dengan indeks SET di Thailand yang merespon negatif
perubahan harga minyak dunia dari awal periode. Berdasarkan hasil IRF untuk negara importir minyak di kawasan Asia Timur termasuk India menunjukan
bahwa perubahan harga minyak dunia akan direspon negatif oleh indeks BSE di India, indeks Nikkei di Jepang, dan indeks KOSPI di Korea Selatan. Hasil IRF
untuk negara importir minyak di kawasan Eropa menunjukan hasil yang berbeda- beda. Indeks harga saham yang merespon negatif perubahan harga minyak dunia
hanya indeks CAC di Perancis, sedangkan indeks harga saham yang merespon positif perubahan harga minyak dunia diantaranya indeks FTSE di Inggris, indeks
DAX di Jerman, indeks SMI di Swiss. Efisiensi penggunaan minyak mentah sebagai bahan bakar minyak menjadi salah satu alasan mengapa ketiga indeks
harga saham tersebut mampu merespon positif perubahan harga minyak dunia. Berdasarkan hasil IRF untuk negara eksportir minyak di kawasan Amerika
menunjukan bahwa perubahan harga minyak dunia akan direspon positif oleh indeks GSPT di Kanada dan indeks Mexican Bolsa di Meksiko. Sedangkan hasil
IRF untuk negara importir minyak di kawasan Amerika menunjukan bahwa indeks Bovespa di Brasil dan indeks SP 500 di Amerika Serikat merespon
positif perubahan harga minyak dunia namun dalam jangka panjang indeks SP 500 akan merespon negatif. Hasil ini cukup konsisten dengan literatur sebelumnya
walaupun realita di beberapa negara menunjukan hasil yang tidak sesuai dengan teori maupun studi empiris.
Hasil FEVD menunjukan bahwa peran variabel makroekonomi seperti nilai tukar, inflasi, dan suku bunga dalam mempengaruhi indeks harga saham di
kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika cukup beragam. Untuk indeks harga saham negara eksportir minyak di kawasan Asia Tenggara yakni
KLSE di Malaysia, variabel makroekonomi yang cukup dominan mempengaruhi pergerakan indeks KLSE hanya variabel nilai tukar. Sedangkan untuk indeks
harga saham negara importir minyak di kawasan Asia Tenggara yakni indeks JKSE di Indonesia, variabel makroekonomi tidak dominan mempengaruhi
pergerakan JKSE, namun diantara ketiga variabel makroekonomi yang diuji, peran inflasi lebih dominan. Pergerakan Strait Times di Singapura didominasi
oleh nilai tukar, hal ini mengindikasikan bahwa arus modal yang berada di Singapura memiliki peran dalam menggerakan indeks STI. Sedangkan pergerakan
SET di Thailand didominasi oleh inflasi. Perubahan harga minyak dunia kemungkinan tidak menjadi salah satu sebab dominannya inflasi dalam
pergerakan SET karena peran harga minyak dunia sendiri tidak terlalu besar. Untuk indeks harga saham negara importir minyak di kawasan Asia Timur yakni
BSE di India, variabel makroekonomi tidak terlalu dominan mempengaruhi pergerakan indeks BSE. Sementara untuk indeks Nikkei di Jepang dan indeks
KOSPI di Korea Selatan, variabel makroekonomi yang cukup dominan mempengaruhi indeks Nikkei adalah inflasi. Untuk indeks harga saham negara
importir minyak di kawasan Eropa yakni FTSE di Inggris, DAX di Jerman, CAC di Perancis, dan SMI di Swiss menunjukan bahwa peran variabel makroekonomi
tidak terlalu dominan. Untuk indeks harga saham negara eksportir minyak di kawasan Amerika yakni pergerakan indeks GSPT di Kanada sangat didominasi
oleh variabel suku bunga. Sedangkan pergerakan indeks Mexican Bolsa tidak terlalu dominasi oleh variabel makroekonomi. Untuk indeks harga saham negara
importir minyak lainnya di kawasan Amerika yakni indeks Bovespa di Brasil, pergerakan indeks harga saham ini sangat didominasi oleh suku bunga dan nilai
tukar. Sedangkan indeks SP 500 di Amerika Serikat didominasi oleh variabel inflasi.
5.2 Saran