12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1.
Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, menata, mengurus, melakukan dan mengendalikan menurut ardana
2012:4. Menurut Edwin B. Flippo yang dikutip dari Suwatno 2011:29,
menjelaskan manajemen
adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian dan
pengadaan, pengembangan kompensasi pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemberhentian pegawai dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, pegawai dan masyarakat.
2.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson 2011:5 Sumber daya manusia adalah nilai kolektif dari kemampuan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman hidup, dan motivasi tenaga kerja organisasi. Manajemen sumber daya manusia pada umumnya untuk
memperoleh tingkat perkembangan karyawan yang setinggi-tingginya, hubungan kerja yang serasi di antara para karyawan dan
penyatupaduan sumber daya manusia secara efektif atau tujuan efisiensi dan kerja sama sehingga diharapkan akan meningkatkan
produktifitas kerja sunyoto, 2012:1.
13
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisaian, pengarahan dan pengawassan atas pengadaan,
penngembangan, kompensasi pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan secara terpadu Sunyoto, 2012:1, namun dalam pengertian lain manajemen sumber daya manusia adalah suatu bidang
manajemen yang mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan ardana, 2012:3.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
aktivitas mengkoordinasikan
perencanaan, mengorganisir,
pelaksanakan dan pengawasan yang berhubungan dengan sumber daya manusia agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
3.
Disiplin Kerja a.
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk
mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku Veithzal Rivai, 2011: 824.
14
Darsono dan Siswandoko 2011:129 mengemukakan disiplin adalah suatu upaya manajemen untuk membina karyawan mentaati
standar dan peraturan dalam organisasi. Karena hakikatnya disiplin adalah proses latihan untuk mengubah pola pikir, sikap dan
perilaku karyawan untuk bekerja efektif, efisien dan produktif yang bermuara pada pencitraan laba dan nilai tambah ekonomi
organisasi perusahaan. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong
para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya Sondang, 2011:305.
Dari beberapa pengertian di atas, pada hakikatnya disiplin dalam kerja adalah sebuah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang
menunjukkan ketaatan dari setiap pegawai suatu perusahaan terhadap semua peraturan secara sadar, nilai dan norma yang
berlaku di dalam perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.
b. Bentuk-bentuk Disiplin Kerja
Darsono dan Siswandoko 2011:130 mengemukakan bahwa terdapat 2 tipe dari disiplin kerja, yaitu :
1 Disiplin Preventif Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standa dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di
15
antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin mereka bukan semata-mata karena dipaksa oleh pihak
manajemen. Pemimpin perusahaan mempunyai tanggung jawab dalam
membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Begitu pula pegawai harus dan wajib mengetahui, memahami semua
pedoman kerja serta peraturan-peraturan yang ada dalam perusahaan Mangkunegara, 2011:129.
Tujuan dari disiplin preventif ini adalah mendorong pegawai agar memiliki disiplin diri. Disiplin diri menurut Jasin
1989 adalah disiplin yang dikembangkan atau yang dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi
dari tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada diluar dirinya. Melalui disiplin
diri, para karyawan merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi.
2 Disiplin korektif Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk
menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelangaran-pelanggaran lebih
lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut sebagai tindakan pendisiplinan.
16
Sedangkan
Mangkunegara, 2011:129 menjelaskan Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada
perusahaan. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah Mangkunegara, 2011:130 :
a Untuk memperbaiki pegawai pelanggar. b Memelihara peraturan yang berlaku, dan
c Memberikan pelajaran kepada pelanggar. Menurut Davis 1985:367, disiplin korektif memerlukan
perhatian khusus dan proses prosedur yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukkan pegawai yang
bersangkutan benar-benar terlibat. Keperluan proses yang seharusnya adalah :
a
Suatu prasangka yang tak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam pelanggaran.
b
Hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai lain.
c
Disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungan dengan keterlibatan pelanggaran.
Hani Handoko 2010:209 selanjutnya berpendapat bahwa maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu
17
yang akan datang bukan untuk menghukum kegiatan di masa lalu. Sedangkan sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif,
artinya bersifat untuk mendidik dan mengoreksi bukan tindakan menjatuhkan karyawan yang berbuat salah, karena tindakan negatif
ini biasanya memiliki efek seperti hubungan emosional yang terganggu kelak, absensi meningkat, apatis bahkan ketakutan dan
hilangnya rasa hormat pada penyelia.
c. Dimensi dan Indikator Disiplin Kerja
Dimensi dan indikator menurut Singodimedjo dalam Sutrisno, 2011:94 meliputi:
1 Taat terhadap aturan waktu, taat terhadap aturan waktu diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukkan ketaatan
terhadap jam kerja yang meliputi kehadiran dan kepatuhan pegawai pada jam kerja serta pegawai dapat melaksanakan tugas
dengan tepat waktu dan benar. Indikator pada dimensi ini adalah:
a Jam masuk kerja, Tingkat ketepatan jam masuk kerja b Jam istirahat, Tingkat ketepatan jam istirahat
c Jam pulang kerja, Tingkat ketepatan jam pulang kerja 2 Taat terhadap peraturan organisasi, peraturan maupun tata tertib
yang tertulis dan tidak tertulis dibuatagar tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik, untuk itu dibutuhkan sikap setia dari
18
pegawai terhadap komitmen yang telah ditetapkan tersebut. Indikator pada dimensi ini adalah:
a Cara berpakaian, tingkat berpakaian sesuai yang diharapkan organisasi.
b Sopan santun, tingkat ketaatan untuk bersikap sopan dan bertingkah laku dalam pekerjaan.
c Kepatuhan, tingkat kepatuhan dalam melaksanakan tugas 3 Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan, taat terhadap
aturan perilaku ditunjukan dengan cara melakukan pekerjaan- pekerjaan sesuai dengan jabatan, tugas dan tanggung jawab serta
berhubungan dengan unit kerja lain. Indikator pada dimensi ini adalah:
a Bertingkah laku, tingkat ketaatan terhadap bertingkah laku dalam pekerjaan
b Tanggung jawab, tingkat ketaatan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
c Kesesuaian pekerjaan
dengan kemampuan,
tingkat kesesuaian untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan jabatan
yang diemban 4 Taat terhadap peraturan lainnya di organisasi, aturan tentang apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai dalam organisasi. Indikator pada dimensi ini adalah
19
norma yang berlaku, tingkat ketaatan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di organisasi.
4.
Keselamatan Kesehatan Kerja a.
Pengertian Keselamatan Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan, perlindungan tersebut
bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan kerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produktivitas dan kinerjanya.
Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai permasalahan disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa
atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Robert L. Mathis dan John Jackson 2009:487 Keselamatan
kerja merupakan kondisi dimana kesejahteraan fisik karyawan dilindungi, sedangkan kesehatan kerja merupakan keadaan umum
dari kesejahteraan fisik, mental, dan emosional para karyawan dimana mereka bekerja. Menurut Wilson 2012:377 keselamatan
kerja adalah perlindungan terhadap keamanan kerja yang dialami pekerja, baik fisik, maupun mental dalam lingkungan pekerjaan.
Sedangkan menurut Rowley dan Jackson 2012:181 keselamatan kerja adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan
fisik seseorang. Adapun
Megginson dalam
Mangkunegara 2011:161
menjelaskan keselamatan kerja adalah dimana menunjukkan suatu
20
kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Aspek-aspek dari lingkungan kerja yang
dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh,
penglihatan, pendengaran. semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup
tugas-tugas yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Resiko akan keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kerugian fisik dan non fisik bagi karyawan maupun perusahaan. Untuk fisik seperti patah
tulang, kebakaran, memar, terpotong, terkilir dan kehilangan anggota tubuh lainnya. Sedangkan nonfisiknya dapat menyebabkan
orang tersebut menjadi troma dan menggangu mentalnya.
b. Pengertian Kesehatan Kerja
Suatu hal penting yang perlu diperhatikan dan sering pula dilupakan oleh perusahaan yaitu kesehatan kerja para karyawannya.
Ini merupakan hal yang paling inti dalam melindungi dan salah satu kegiatan manajemen untuk mempertahankan para sumber daya
manusia yang bermutu. Dengan adanya program kesehatan kerja yang baik bukan hanya akan menguntungkan para karyawan secara
material namun juga berdampak pada produksi serta produktivitas perusahaan.
21
Menurut Rowley dan Jackson 2012:177 kesehatan kerja adalah kondisi yang merujuk pada kondisi fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum. Sedangkan menurut Megginson dalam Mangkunegara 2011:161 kesehatan kerja menunjukkan
pada kondisi yang bebas dari kondisi yang bebas dari fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja adalah suatu usaha dan aturan-aturan untuk menjaga kondisi perburuhan dari
kejadian atau keadaan yang merugikan kesehatan dan kesusilaan, baik keadaan yang sempurna fisik, mental maupun sosial sehingga
memungkinkan dapat bekerja secara optimal.
c. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menciptakan suasana yang kondusif bagi Keselamatan Kesehatan Kerja K3 karyawan merupakan hal yang penting
sebagai salah satu kegiatan pemeliharaan manajemen perusahaan untuk melindungi sumber daya manusia serta aset perusahaan
dalam mencegah bahaya yang tidak bisa diprediksikan. Berdasarkan Undang-undang nomor 14tahun 1969 pasal 9 dalam
Sedarmayanti 2011:208 diutarakan bahwa: “Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atau keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama”.
22
Keselamatan kesehatan kerja adalah suatu upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja yang dapat mengakibatkan
kematian, cacat atau sakit dan gangguan psikologis yang dapat diderita oleh pekerja yang bersangkutan Simanjuntak, 2011:163.
Senada dengan Rivai dan Sagala 2010:792 keselamatan kesehatan kerja merujuk pada kondisi-kondisi fisiologis dan psikologis tenaga
kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan utama keselamatan dan kesehatan kerja adalah agar masing-masing karyawan dapat
melakukan pekerjaannya lebih efisien, dan mendapat jaminan atas keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan
psikologis. Dengan demikian diperlukan adanya suatu sistem atau menajemen
keselamatan dan
kesehatan kerja
dengan mempertimbangkan teknik, peralatan yang digunakan dan proses
produk di tempat kerja.
d. Faktor-Faktor Keselamatan Kesehatan Kerja
Menurut Simajuntak 2011:165 terdapat banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja, antara lain karena :
1 Pekerjaan yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara mengoperasikan alat-alat tersebut.
2 Pekerja tidak hati-hati, lalai, kondisi yang terlalu lelah atau dalam keadaan sakit.
23
3 Tidak tersedia alat-alat pengaman. 4 Alat kerja atau alat produksi yang digunakan dalam keadaan
tidak baik atau tidak layak dipakai. Faktor lain yang dapat mempengaruhi Keselamatan Kesehatan
Kerja K3 menurut Handoko 2000:191, diantaranya yaitu : 1 Membuat kondisi kerja yang aman.
2 Pendidikan dan pelatihan kesehatan keselamatan kerja. 3 Penciptaan lingkungan kerja yang sehat.
4 Pelayanan kebutuhan karyawan. 5 Pelayanan Kesehatan.
e. Tujuan Keselamatan Kesehatan Kerja
Tujuan keselamatan kesehatan kerja adalah memberi perlindungan kepada karyawan, yang merupakan aset perusahaan
yang harus dipelihara dan dijaga keselamatan dan kesehatannya Simajuntak, 2011:170.
Menurut Mangkunegara 2011:162 perumusan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dilihat dari beberapa segi, adapun
tujuan pemberian jaminan dan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1 Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.
2 Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja yang digunakan sebaiknya seefektif mungkin.
24
3 Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4 Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan gizi pegawai. 5 Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi
kerja. 6 Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja. 7 Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam
bekerja. Dengan adanya jaminan Keselamatan Kesehatan Kerja K3
selama bekerja, maka mereka tentunya akan memberikan sikap loyalitas mereka terhadap perusahaan.
f. Dimensi dan Indikator Keselamatan Kesehatan Kerja
Dimensi keselamatan kesehatan kerja Robert L. Mathis, 2002:259-262 adalah sebagai berikut:
1 Tanggung jawab kesehatan, keselamatan dan keamanan. Inti manajemen keselamatan kerja adalah komitmen perusahaan dan
usaha-usaha keselamatan kerja yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya dikoordinasikan dari tingkat manajemen paling tinggi
untuk melibatkan seluruh anggota perusahaan. Usaha ini juga sebaiknya dicerminkan melalui tindakan-tindakan manajerial,
fokus pendekatan sistematis terhadap keselamatan kerja adalah adanya kerjasama yang terus menerus dari para pekerja,
25
manajer, dan yang lainnya. Para karyawan yang tidak diingatkan akan adanya pelanggaran keselamatan kerja, yang tidak
didorong untuk menjadi sadar akan keselamatan kerja, atau yang melanggar peraturan dan kebijakan perusahaan tentang
keselamatan kerja mungkin akan tidak aman bekerjanya. Indikator dari dimensi ini adalah:
a Pemberian peraturan keselamatan dan kesehatan kerja oleh perusahaan kepada karyawan.
b Adanya pemberian perintah dan bimbingan pencegahan kecelakaan kerja dari pimpinan.
c Adanya pemberian ganti rugi oleh perusahaan kepada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
2 Komitmen dan budaya keselamatan organisasi. Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendefinisikan
pelaku pelanggaran, merupakan komponen penting usaha-usaha keselamatan kerja. Dukungan yang sering terhadap perlunya
perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga
sangat penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja. Indikator dari dimensi ini adalah:
a Adanya pemberian hukuman terhadap karyawn yang melanggar peraturan keselamatan dan kesehatan kerja.
26
b Adanya fasilitas pendukung keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai.
c Terjalinnya kerjasama antara perusahaan dan karyawan mengenai program keselamatan kesehatan kerja.
3 Komite-komite keselamatan. Para pekerja seringkali dilibatkan dalam
perencanaan keselamatan
kerja melalui
komite keselamatan kerja, kadangkala komite keselamatan kerja terdiri
dari para pekerja yang berasal dari berbagai tingkat jabatan dan departemen. Komite keselamatan kerja biasanya secara reguler
memiliki jadwal meeting, memiliki tanggung jawab spesifik untuk mengadakan tinjauan keselamatan kerja dan membuat
rekomendasi dalam perubahan-perubahan yang diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja dimasa mendatang. Indikator dari
dimensi ini adalah: a Peranan komite keselamatan kerja dalam mengantisipasi
terjadinya kecelakaan. b Peninjauan program keselamatan dan kesehatan kerja yang
dilakukan oleh komite. c Pemberian masukansaran mengenai program K3 yang
diterapkan perusahaan. 4 Pelatihan keselamatan dan komunikasi. Salah satu cara untuk
mendorong keselamatan kerja karyawan adalah dengan melibatkan seluruh karyawan di setiap kesempatan dalam sesi
27
pelatihan tentang keselamatan kerja, pertemuan ini diadakan secara rutin. Sebagai tambahan dalam keselamatan kerja,
komunikasi yang terus menerus dalam membangun kesadaran keselamatan kerja juga penting. Indikator dari dimensi ini
adalah: a Adanya pembinaanpelatihan karyawan mengenai K3.
b Komunikasi yang efektif. 5 Motivasi
keselamatan karyawan
dan insentif.
Hanya mengirimkan memo saja tidak cukup. Kontes, insentif, dan
poster merupakan cara meningkatkan kesadaran keselamatan sebagai bentuk motivasi. Indikator dari dimensi ini adalah:
a Pemberian program motivasi yang diberikan perusahaan. b Adanya pemberian insentif.
6 Inspeksi, investigasi kecelakaan dan evaluasi.Inspeksi bisa dilakukan oleh komite keselamatan kerja atau oleh kordinator
keselamatan kerja.
Inspeksi ini
sebaiknya sebaiknya
dilaksanakan secara berkala. Ketika terjadi kecelakaan, maka harus diselidiki oleh komite keselamatan kerja perusahaan.
Menyelidiki lokasi kecelakaan adalah penting untuk menetapkan kondisi fisisk dan lingkungan yang turut menyumbang
terjadinya kecelakaan. Salah satu cara untuk mendapatkan pandangan yang akurat adalah melalui foto atau rekaman cctv,
kemudian wawancara terhadap karyawan yang mengalami
28
kecelakaan dengan atasannya langsung dan para saksi kecelakaan, dan berdasarkan observasi kecelakaan dan hasil
wawancara para
penyelidik akan
melengkapi laporan
penyelidikan kecelakaan. Kemudian hasil kegiatan tersebut disimpulkan dalam bentuk evaluasi untuk mendapatkan cara
mencegah kecelakaan yang sama di kemudian hari, analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan dalam manajemen
keselamatan kerja. Indikator dari dimensi ini adalah: a Adanya pengawasan kerja.
b Adanya pemeriksaan peralatan dan perlengkapan kerja. c Adanya evaluasi kecelakaan.
5.
Efikasi Diri a.
Pengertian Efikasi Diri
Stajkovic dan Luthans dalam Avey, Luthans, Smiths, Avolio, 2010 mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan diri
individu terhadap
kemampuan yang
dimilikinya dalam
mengarahkan segala usaha agar berhasil dan sukses dalam melaksanakan tugas yang dihadapinya.
Alwisol 2004:344 berpendapat bahwa efikasi diri adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyaknan bahwa diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan.
29
Menurut Bandura dan Wood 1989:806 menyatakan efikasi diri sebagai:
“beliefs in one’s capabilities to mobilize the motivation, cognitive resources, and course of action needed to
meet given situatuonal demands”. Efikasi diri adalah keyakinan terhadap kemampuan seseorang untuk menggerakkan motivasi,
sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari situasi yang dihadapi.
Bandura 1997: 3 menjelaskan “Perceived self efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and execute the course
of action required to produce given at tainments”. Self efficacy atau
efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan
efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan
atau kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah. Bandura
dalam Eko ferridiyanto, 2012 “Perceived self efficacy contributes to motivation’’. Efikasi diri seseorang memiliki efek utama
terhadap perilaku individu tersebut salah satunya adalah motivasi. Individu dengan efikasi diri yang tinggi mengerahkan usaha yang
lebih besar. Secara kontekstual, Bandura memberikan definisi bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang mengenai
kemampuan yang dimilikinya untuk menghasilkan tingkatan
30
performa yang terencana, dimana kemampuan tersebut dilatih, digerakkan oleh kejadian-kejadian yang berpengaruh dalam hidup
seseorang. Dalam kamus besar bahasa indonesia kata efikasi efficacy
memiliki arti kemujaraban atau kemanjuran, maka secara harfiah efikasi diri berarti kemujaraban diri.
Dari berbagai teori diatas, dapat disimpulkan bahwa inti dari efikasi diri adalah keyakinan atas kemampuan diri. Efikasi diri
merupakan keyakinan seseorang untuk memanage kemampuan dirinya yang diimplementasikan dengan serangkaian tindakan
dalam memenuhi dan menyelesaikan tuntutan yang ada dalam hidupnya.
b. Proses Terjadinya Efikasi Diri
Efikasi diri dapat terjadi melalui beberapa jenis proses Bandura, 1997, yaitu :
1 Proses Motivasional Individu
yang memiliki
efikasi diri
tinggi akan
meningkatkan usahanya untuk mengatasi tantangan dengan menunjukkan usaha dan keberadaan diri yang positif. Hal
tersebut memerlukan perasaan keunggulan pribadi sense of personal efficacy.
31
2 Proses Kognitif Efikasi diri yang dimiliki individu akan berpengaruh
terhadap pola pikir yang bersifat membantu atau menghambat. Bentuk-bentuk pengaruhnya yaitu :
a Jika efikasi diri semakin tinggi maka semakin tinggi pula penetapan suatu tujuan dan akan semakin kuat pula
komitmen terhadap tujuan yang ingin dicapai. b Ketika menghadapi situasi-situasi yang kompleks, individu
mempunyai keyakinan diri yang kuat dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan mampumempertahankan efisiensi
bersifat analitis. Sebaliknya, jika individu bersifat ragu-ragu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya maka
biasanya tidak efisien dalam bersikap analitis. c Efikasi diri berpengaruh terhadap antisipasi tipe-tipe
gambaran konstruktif dan gambaran yang diulang kembali. Individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan memiliki
gambaran keberhasilan yang diwujudkan dalam penampilan dan perilaku yang positif dan efektif. Sebaliknya individu
yang merasa tidak mampu cenderung merasa mempunyai gambaran kegagalan.
d Efikasi diri berpengaruh terhadap fungsi kognitif melalui pengaruh yang sama dengan proses motivasional dan
pengolahan informasi. Semakin kuat keyakinan individu akan
32
kapasitas memori, maka semakin kuat pula usaha yang dikerahkan untuk memproses memori secara kognitif dan
meningkatkan kemampuan memori individu tersebut. 3 Proses afektif
Efikasi diri berpengaruh terhadap seberapa banyak tekanan yang
dialami oleh
individudalam situasi-situasi
yang mengancam. Individu yang percaya bahwa dirinya dapat
mengatasi situasi-situasi yang mengancam yang dirasakannya, tidak akan merasa cemas dan terganggu dengan ancaman
tersebut. Bandura dalam Gibson, 1996:165 percaya bahwa persepsi
dari kemampuan seseorang adalah pemikiran terbaik sebagai tempat dari evaluasi khusus. Individu mengevaluasi pencapaian
mereka dimasa lampau dan yang aktual, prestasi orang lain, dan pernyataan-pernyataan emosi mereka sendiri. Disamping
mempengaruhi aktivitas pilihan, tugas-tugas dan situasi seseorng, evaluasi ini juga mempengaruhi berapa banyak usaha
yang dikeluarkan dan berapa lama orang tersebut terus menerus berusaha untuk berhasil.
Selanjutnya, Bandura dalam R. Kreitner, 2005:170 menggambarkan sebuah model bagaimana efikasi diri dapat
mengukur jalan menuju keberhasilan atau kegagalan. Rasa
33
kemampuan seseorang mempengaruhi persepsi, motivasi dan prestasinya.
Gambar 2.1 Sumber Efikasi Diri
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Selanjutnya lebih spesifik Bandura 2007 mengungkapkan bahwa terdapat 4 faktor yang dapat memengaruhi efikasi diri
seseorang, yaitu:
34
1 Pencapaian prestasi Faktor ini didasarkan oleh pengalaman-pengalaman yang
dialami individu secara langsung. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka dapat meningkatkan
efikasi dirinya. 2 Pengalaman orang lain
Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktivitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding
dapat meningkatkan efikasi dirinya. Individu yang pada awalnya memiliki efikasi diri yang rendah akan sedikit berusaha untuk
dapat mencapai keberhasilan seperti yang diperoleh orang lain. 3 Bujukan lisan
Individu diarahkan dengan saran, nasehat dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-
kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.
4 Kondisi emosional Seseorang akan lebih mungkin mencapai keberhasilan jika
tidak terlalu sering mengalami keadaan yang menekan karena dapat menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan akan
kemampuan dirinya.
35
d. Dimensi dan Indikator Efikasi Diri
Menurut Bandura dalam M. Ghufron Rini, 2010:88, efikasi diri pada individu dapat dianalisa berdasarkan dimensinya,
yaitu: 1 Magnitude tingkat kesulitan, dimensi ini berhubungan dengan
tingkat kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas- tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan yang ada, maka
pengharapannya akan jatuh pada tugas-tugas yang sifatnya mudah, sedang dan sulit. Individu akan melakukan tindakan
yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugas- tugas yang diperkirakan diluar batasan kemampuan yang
dimilikinya.Pada dimensi ini dimana fokus pada tujuan menjadi aspek utama, maka indikator yang menunjang terciptanya
dimensi ini adalah: a mampu menyelesaikan tugas yang diberikan
b dapat menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi
c pantang menyerah dengan kesulitan yang dihadapi d menghindari tugas diluar batas kemampuan
e selalu menghadapi kesulitan dan berusaha menanganinya f mampu memberikan gagasan yang positif
2 Generality luas bidang perilaku, dimensi ini menjelaskan keyakinan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu
36
dengan tuntas dan baik. Setiap individu memilki keyakinan kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan ruang lingkup
tugas yang berbeda pula. Pada dimensi generality, fokus pada kesungguhan bekerja menjadi aspek yang membangun dimensi
ini, indikator yang terdapat pada dimensi ini adalah: a memiliki keyakinan bahwa usaha yang dilakukan dapat
mencapai tujuan dan tuntutan yang harus dicapai b mampu memecahkan masalah
c memiliki keyakinan diri atas kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai macam tugas
3 Strength kekuatan keyakinan; yakni berhubungan dengan derajat kemantapan individu terhadap keyakinannya. Tingkat
efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan
orang yang memiliki efikasi diri yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang
memperlemahnya. Dimensi ini berkaitan dengan dimensi magnitude, dimana makin tinggi taraf kesulitan tugas yang
dihadapi maka akan makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. Pada dimensi ini semangat kerja dan
ketegasan menjadi aspek utama yang membangun dimensi ini, dengan kata lain indikator pada dimensi ini adalah:
a selalu ingin mendalami pengetahuan
37
b tekun menyelesaikan tugas yang diberikan dengan tuntas c mempunyai harapan yang tinggi pada setiap tugas yang
dikerjakan
6.
Kinerja Pegawai a.
Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2011:67. Adapun beberapa ahli mendefinisikan
pengertian kinerja sebagai berikut : 1 Mangkunegara 2011:67
Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2 Wilson 2012:231 Kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan.
38
3 Wirawan 2012:5 Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan dari aktivitas atau
pekerjaan dalam menyelesaikan atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan keterampilan pada profesi atau
jabatan dalam waktu tertentu. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja karyawan adalah merupakan output atau hasil kerja yang dihasilkan baik segi kualitas maupun kuantitas pekerjaannya dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi.
b. Pengertian Kinerja Pegawai
Perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan atau organisasi merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi
sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah dilakukan sebab banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat rendahnya kinerja seseorang. Menurut Rivai dan Sagala 2010:549 kinerja karyawan adalah
hasil konkret yang dapat diamati dan dapat diukur secara objektif dan dilakukan secara berkala. Adapun menurut Wirawan 2012:18
kinerja karyawan adalah keluaran kerja ternilai yang disyaratkan oleh organisasi tempat kerja ternilai yang dapat terdiri atas hasil
kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannnya dengan pekerjaan.
39
Sedangkan menurut
Sedarmayanti 2013:263
kinerja karyawan adalah hasil kerja seseorang karyawan selama priode
tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misal: standar, target, sasaran, kriteria yang ditentukan dan disepakati
bersama. Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat di atas,
kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan atas perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannnya dengan
pekerjaan dengan membandingkan standar, target, sasaran, kriteria yang ditentukan dan disepakati bersama.
c. Penilaian Kinerja
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil
penilaian kinerja karyawan. Menurut Wirawan 2012:105 penilaian kinerja merupakan pengumpulan data kinerja para
karyawan sepanjang masa evaluasi kinerja melalui observasi tentang
apa yang
dilakukan para
karyawan kemudian
membandingkannya dengan standar kinerja karyawan. Senada
dengan Rivai
dan Sagala
2010:549 yang
mengungkapkan bahwa penilaian kinerja adalah menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasai hasil pekerjaan karyawannya
terhadap kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan
40
suatu pekerjaaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala.
Instrumen penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk me review kinerja, peringkat kinerja, penilaian kinerja, penilaian
karyawan dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga dapat diketahui karyawan yang mampu melaksanakan pekerjaan secara
baik, efisien, efektif dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan Rivai dan Sagala, 2010:550.
d. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah uraian sistematik, tentang kekuatan atau kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan
seorang atau kelompok Sedarmayanti, 2013:261. Adapun tujuan penilaian kinerja menurut Rivai dan Sagala 2010:553 yang dapat
dibedakan menjadi dua, diantaranya yaitu : 1 Tujuan Penilaian yang Berorientasi pada Masa Lalu
a Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai instrumen untuk memberikan ganjaran, hukuman dan
ancaman. b Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi.
c Menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaaan tertentu.
41
2 Tujuan Penilaian yang Berorientasi pada Masa Depan a Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawanan
mengerti kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam
perusahaan. b Adanya ikat dan kebersamaan antara masing-masing
karyawan denagn penyelia penilai sehingga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa senang bekerja, sekaligus
mau memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya kepada perusahaan.
c Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan mawas diri dan evaluasi diri serta menetapkan
sasaran pribadi sehingga terjadi pengembangan yang direncanakan dan di monitor sendiri.
d Membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada jenjang yang lebih tinggi dengan cara terus
menerus meningkatkan perilaku dan kualitas bagi posisi- posisi yang tingkatnya lebih tinggi.
e Membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data tiap karyawan secara berkala.
e. Dimensi dan Indikator Kinerja Pegawai
Richard I. Henderson dalam Wirawan, 2012:53 menjelaskan bahwa dimensi kinerja adalah kualitas-kualitas atau suatu pekerjaan
42
atau aktivitas-aktivitas yang terjadi di tempat kerja yang konduktif terhadap pengukuran. Dimensi pekerjaan menyediakan alat untuk
melukiskan keseluruhan cakupan aktivitas di tempat kerja. Dari teori yang dijabarkan mengenai definisi kinerja, penulis
mengunakan dimensi sebagai bahan acuan untuk mengisi data operasional variabel dari Sedarmayanti 2011:51 yang meliputi
dimensi dan indikator sebagai berikut: 1 Quality of work kualitas pekerjaan, kualitas kerja diukur dari
persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta
kesempurnaan tugas
terhadap keterampilan
dan kemampuan karyawan. Indikator dari dimensi ini adalah:
a Hasil kerja yang diperoleh b Kesesuaian hasil kerja dengan tujuan organisasi
c Manfaat hasil kerja 2 Promptness ketepatan waktu, merupakan tingkat aktivitas
diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas lain. Indikator dari dimensi ini adalah:
a Penataan rencana kerja b Ketepatan rencana kerja dengan hasil kerja
c Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas
43
3 Initiative prakarsa, memberikan ide-ide untuk menunjang tercapainya tujuan dan mampu memanfaatkan waktu luang.
Indikator dari dimensi ini adalah: a Pemberian idegagasan dalam berorganisasi
b Tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan permaslahan yang dihadapi
4 Capability kemampuan, mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan praktis dan rapi.Indikator dari dimensi ini adalah:
a Kemampuan yang dimiliki b Keterampilan yang dimiliki
c Kemampuan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki 5 Communication komunikasi, mampu berkomunikasi dengan
baik dengan atasanpimpinan dan sesama rekan kerja.Indikator dari dimensi ini adalah:
a Komunikasi internal kedalam organisasi b Komunikasi eksternal keluar organisasi
c Relasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
44
B. Penelitian Terdahulu