Stabilitas Kandungan Pati Resistan dalam Bihun Sagu pada Beberapa

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Stabilitas Kandungan Pati Resistan dalam Bihun Sagu pada Beberapa

Perlakuan Pemasakan Gelencsér 2009 dalam tesisnya menyatakan bahwa dapat terjadi penurunan kandungan pati resistan pada bahan pangan pati yang mendapatkan proses pemasakan. Namun produk pangan yang dicobakan pada tesisnya berupa produk roti atau pasta yang ke dalamnya ditambahkan pati resistan. Pada produk bihun sagu ini, pati resistan berasal dari pati sagu yang telah dimodifikasi, yang menjadi 50 bahan baku utama dari bihun sagu tersebut. Peningkatan kandungan pati resistan yang signifikan dalam pati yang dimodifikasi dengan metode HMT telah diteliti oleh Chung, Hoover dan Liu 2009. Peningkatan yang signifikan ini disebabkan oleh adanya pemanasan pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi pada proses HMT. Pemanasan memberikan energi kepada rantai amilosa maupun amilopektin untuk bermobilisasi dan berinteraksi. Peningkatan pati resistan terjadi sebagai hasil dari panas yang menyebabkan terjadinya interaksi antara rantai amilosa- amilosa maupun amilosa-amilopektin, serta adanya peningkatan jumlah dari lemak yang terkompleks dengan rantai amilosa. Sebelum dilakukan pengujian kandungan pati resistan pada produk yang mendapatkan perlakuan pemasakan, dilakukan pengujian kandungan pati resistan pada sampel bihun kering. Didapatkan bahwa dalam 1 gram sampel bihun kering terdapat 0.73 gram pati resistan. Selanjutnya jumlah tersebut berubah akibat proses pemasakan. Proses pemasakan yang diujikan adalah proses merebus dan proses menggoreng direbus lalu ditumis. Kandungan RS dalam gram yang didapat dari sampel setelah perlakuan rebus atau goreng dibandingkan dengan jumlah RS dalam gram yang terdapat pada sampel keringnya sebelum diberi perlakuan dan dihasilkan angka dalam persen sebagai parameter tingkat stabilitas kandungan RS bahan. Hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3. 23 Tabel 3. Hasil Uji Kandungan Pati Resistan dalam Produk Sampel Ulangan RS sampel bihun asal g RS sampel bihun perlakuan g Peningkatan RS Rata-rata Rebus 1 3.77 5.09 135.23 130.79 2 3.67 4.06 110.72 3 3.64 5.33 146.41 Goreng 1 3.64 5.18 142.34 95.72 2 3.65 3.21 87.72 3 3.69 2.11 57.09 Tabel di atas menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan sampel keringnya, bihun sagu HMT yang telah direbus mengalami peningkatan kadar pati resistan menjadi 130.79 . Sedangkan kadar pati resistan turun sebesar 4.28 pada perlakuan bihun yang digoreng. Penurunan ini dapat dikategorikan tidak signifikan dan dapat dikatakan bahwa kandungan pati resistan tergolong stabil terhadap proses tersebut. Uji beda kandungan RS dari kedua perlakuan menggunakan metode one-way ANOVA Lampiran 1 F menunjukkan bahwa kedua sampel tidak berbeda secara nyata. Stabilitas kandungan pati resistan pada sampel bihun HMT dapat disebabkan oleh perubahan sifat pati yang dialami setelah mengalami proses HMT, yaitu perubahan struktur ikatan antar amilosa maupun amilopektin yang membuat struktur pati tidak dapat dipecah oleh amylase. Pati yang mengalami HMT memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi. Selama gelatinisasi terjadi, struktur kristalin dan double helix akan meleleh. Hal ini dibantu oleh hidrasi dan pengembangan dari bagian amorphous dari granula pati. Pengembangan granula pati ini akan memberi tekanan pada bagian kristalin dan melepas rantai polimer dari kristalin. Namun, pati hasil HMT yang telah berubah struktur fisiknya, membatasi mobilitas dari bagian amorphous dari granula pati, sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi dari biasanya supaya pengembangan yang dapat merusak bagian kristalin dapat terjadi. 24 Pada proses perebusan terjadi satu kali pemanasan, dan hasil uji kandungan pati resistan menunjukkan stabilitas serta peningkatan kandungan pati resistan yang cukup signifikan. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh terjadinya gelatinisasi dan retrogradasi sehingga terjadi reasosiasi rantai polimer, distabilisasi oleh rantai hidrogen. Sedangkan untuk proses goreng yang mendapatkan dua kali pemanasan rebus dan tumis, mengalami sedikit penurunan kandungan pati resistan. Hal ini dapat disebabkan oleh sampel perlakuan goreng mendapat panas yang lebih banyak proses rebus dan proses penggorengan dapat merusak struktur pati resistan dalam bihun yang mungkin disebabkan oleh suhu penggorengan yang tinggi. Perlakuan pemasakan pada bihun sagu HMT dapat dikatakan tidak mempengaruhi kandungan pati resistan secara negatif. Interaksi antara amilosa-amilosa yang terbentuk dari proses HMT tidak dapat dirusak oleh gelatinisasi. Hal ini menurunkan kemudahan rantai pati untuk mengalami hidrolisis dan menurunkan nilai prediksi indeks glikemik Chung, Liu dan Hoover, 2009. Brown 2004 juga menyatakan bahwa jumlah pati resistan yang dibutuhkan untuk memperlihatkan peningkatan kesehatan pencernaan adalah sekitar 15-20 gram per hari. Melalui uji stabilitas ini, dapat dikatakan bahwa konsumsi bihun sagu HMT dapat mencukupi kebutuhan pati resistan harian bagi tubuh. Selain meningkatkan kesehatan sistem pencernaan, konsumsi bihun sagu HMT ini juga baik bagi penderita diabetes karena memiliki estimasi indeks glikemik yang lebih rendah dan nilai kalori yang lebih rendah sebagai akibat dari tingginya kandungan pati resistannya. 25

B. Aspek Keteknikan