Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kesuburan Perairan Klorofil-a

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Lombok dan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi NTB 2012, Pulau Lombok terdiri atas 4 pemerintahan daerah kabupaten dan satu pemerintahan daerah kota, yaitu : Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, dan Kota Mataram. Pulau Lombok mempunyai luas wilayah 4.647,39 km 2 . Menurut letak geografisnya Pulau Lombok terletak antara 115 ᴼ46’ BT – 116ᴼ80’ BT dan 8ᴼ12’ LS – 9ᴼ02’ LS. Pulau Lombok sebelah Utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, bagian Barat berbatasan dengan Bali dan bagian Timur berbatasan dengan Pulau Sumbawa As-Syakur et al. 2010. Perairan Lombok merupakan salah satu daerah habitat abalon. Pulau Sumbawa terbagi atas 4 pemerintahan daerah kabupaten dan satu pemerintahan daerah kota, yaitu : Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat 2012. Penelitian distribusi abalon dilakukan di daerah Kabupaten Sumbawa Barat yang terletak pada koordinat 116 ᴼ42’ – 117ᴼ05’ BT dan 08 ᴼ08’ – 09ᴼ07’ LS. Batas geografis daerah Sumbawa Barat, yaitu : sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sumbawa, sebelah Barat berbatasan dengan Selat Alas, sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sumbawa, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Secara geografis, batas administrasi di Pulau Lombok dan Sumbawa dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Daerah administrasi Bali - NTB 2.2. Biologi Abalon 2.2.1. Spesies dan Penyebaran Abalon merupakan gastropoda laut yang memiliki cangkang hanya satu buah. Abalon di Indonesia dikenal dengan nama siput lapar kenyang Gambar 2. Secara khusus di Indonesia Timur seperti di Sulawesi, Maluku, dan Papua, abalon dikenal dengan nama ‘siput mata tujuh’ karena pada cangkangnya ditemukan lubang yang berjumlah antara lima hingga tujuh. Abalon di Lombok dan Sumbawa dikenal dengan nama ‘siput medau’. Secara sistematika, abalon tropis Haliotis asinina yang terdapat di Perairan Lombok diklasifikasikan sebagai berikut Setyono 2009: Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Archaegastropoda Famili : Haliotidae Genus : Haliotis Spesies : Haliotis asinina Linnaeus 1758 Di bawah ini adalah salah satu jenis abalon tropis H.asinina atau dikenal dengan nama siput mata tujuh yang tersebar di perairan Lombok, NTB : Gambar 2. Abalon Haliotis asinina Sumber: Dokumentasi pribadi Abalon hampir tersebar di seluruh bagian dunia, Geiger 1999 dalam penelitiannya menyatakan bahwa abalon tersebar di daerah Karibia, Eropa dan Senegal, Afrika Timur dan Selatan, Samudera Hindia dan Pasifik Tropis Barat, Australia, New Zealand, Barat Laut Pasifik, Timur Laut Pasifik, dan Pasifik Tropis Timur. Abalon pada umumnya menyukai perairan dangkal, turbulensi air dengan kadar oksigen terlarut tinggi. Berdasarkan hal tersebut dan kesukaan abalon terhadap permukaan yang kasar, abalon kebanyakan ditemukan di daerah tanjung berbatu di perairan dingin Fallu 1991. Abalon tropis khususnya di Indonesia, banyak ditemukan di perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Madura, Lombok, Sumbawa, Maluku, dan Papua Setyono 2009.

2.2.2. Morfologi

Cangkang abalon memiliki bentuk yang unik. Abalon hanya memiliki satu lembar cangkang yang terbuka lebar dengan sederetan lubang pada tepi sebelah kiri. Lubang ini terus terbentuk sepanjang hidupnya, lubang-lubang ini digunakan sebagai lubang respirasi pernafasan, sanitasi pengeluaran kotoran, dan reproduksi pengeluaran sperma untuk siput jantan dan telur untuk siput betina Setyono 2009. Tubuh abalon melekat secara permanen pada pusat cangkangnya menggunakan otot penempel Gambar 3. Daging abalon sebenarnya merupakan otot gerak atau kaki foot. Pangkal atau dasar otot kaki melekat pada cangkang shell dan sebagian besar otot kaki mengisi seluruh permukaan cangkang Gambar 3. Otot kaki tersebut sangat kuat, digunakan untuk menempel pada substrat dan berfungsi sebagai alat bergerak ketika mencari makanan. Pada bagian tepi tubuh abalon terdapat selaput epipodium, bentuknya bergelambir dan berlipat-lipat dengan banyak sungut kecil tentacles yang berperan sebagai organ sensor. Kepala abalon terletak di bagian depan anterior sebelah kanan, terdapat mulut, sepasang sungut, sepasang mata, dan jaringan parut radula. Gambar 3. Bentuk dan bagian-bagian anatomi abalon tropis H. asinina Sumber : Setyono 2009 Posisi insang berada tepat di bagian belakang kepala sisi sebelah kiri tubuhnya, terdapat lubang-lubang respirasi. Organ reproduksi gonad terdapat pada bagian kanan, gonad pada abalon betina tampak berwarna hijau kebiruan dan menghasilkan telur berwarna hijau kebiruan juga, sedangkan abalon jantan memiliki gonad berwarna krem keputihan Setyono 2009. Umbo spire Sungut tentacles Kaki jalan foot Kaki jalan foot Cangkang shell Otot penempel Mulut mouth Gonad Lubang respirasi open holes

2.2.3. Pertumbuhan

Kajian mengenai abalon tropis jenis Haliotis asinina dinyatakan oleh Setyono 2009, bahwa jenis abalon ini tumbuh mencapai ukuran layak tebar 10-30 mm dalam waktu berkisar 3 sampai 5 bulan, mencapai matang gonad pada ukuran 40-50 mm, dan diduga mencapai ukuran layak panen 50-60 mm dalam waktu kurang dari 2 tahun. Kajian mengenai abalon tropis H.asinina dilaporkan dari Thailand, bahwa H.asinina adalah jenis abalon tropis yang tumbuh paling cepat dengan laju pertumbuhan lebih dari 40 mmtahun. Meskipun spesies ini tidak tumbuh sebesar abalon di daerah sub-tropis, tetapi spesies ini mendapat harga yang bagus di pasar internasional. H.asinina mempunyai ukuran cangkang yang lebih kecil dibandingkan dengan abalon sub-tropis, tetapi ukuran dagingnya dapat mencapai 6-7 kali ukuran cangkangnya. H.asinina dengan ukuran panjang cangkang 10 cm dan berat total 190 g mengandung daging 85 atau sekitar 161,5 g.

2.2.4. Makanan dan Mobilitas

Abalon menghindari cahaya pada siang hari terang, karena matanya yang sangat sensitif terhadap cahaya. Pada siang hari abalon akan bersembunyi di dalam lubang atau celah batu dan keluar bergerak pada malam hari. Abalon biasa makan di malam hari Setyono 2009. Abalon adalah herbivora, diet berubah selama perbedaan fase dalam perkembangannya. Pada fase hidup pertamanya, larva abalon adalah planktonik, saat larva menjadi spat, mereka memakan mikroalga, bakteria, dan koralin alga. Saat dewasa abalon memakan makroalga rumput laut. Abalon memakan berbagai jenis makroalga, tapi mereka memiliki kesukaan pada jenis makroalga tertentu. Abalon liar sebagai suatu kelompok lebih menyukai alga merah, dapat memakan beberapa jenis alga coklat, namun menerima sangat sedikit jenis alga hijau Fallu 1991. Abalon tropis memakan makroalga seperti Laurencia, Ulva, Hypnea, Kappaphycus, dan Gracilaria Gambar 4. Setyono 2006 melaporkan bahwa jenis pakan yang disukai abalon tropis H. asinina secara berurutan adalah Gracilaria, Hypnea, Kappaphycus, Ulva, dan Laurencia. Berikut beberapa jenis makroalga yang disukai abalon : Gambar 4. Jenis-jenis makroalga yang biasa dimakan abalon tropis: Laurencia obtusa A, Ulva spp B, Hypnea asperi C, Kappaphycus alvarezii D, dan Gracilaria spp E Sumber : Setyono 2009

2.2.5. Potensi Abalon

Abalon memiliki daging lezat yang disukai oleh konsumen dengan kandungan nutrisi tinggi, kaya akan protein, serta mengandung zat untuk meningkatkan libido, menjaga stamina, menghaluskan kulit, meremajakan sel-sel tubuh, dan antikanker. Beberapa negara seperti Jepang, Cina, Amerika, Singapura, Thailand, dan negara-negara di Eropa, penduduknya banyak mengonsumsi daging abalon. Negara yang telah lama secara komersial mengembangkan usaha perikanan dan budidaya abalon antara lain Kalifornia, Meksiko, Jepang, Afrika Selatan, Australia, dan New Zealand. Permintaan abalon di dunia khususnya untuk pasar negara-negara Asia Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang terus meningkat Setyono 2009.

2.3 Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Habitat Abalon

Kualitas air adalah faktor penting untuk menentukan pantas tidaknya suatu lingkungan untuk kehidupan biota akuatik. Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap kehidupan abalon di alam meliputi :

2.3.1 Salinitas

Salinitas adalah jumlah kadar garam terlarut gram dalam 1 kg air laut SNI 7644-2010. Perairan terbuka, biasanya memiliki kandungan salinitas yang konstan. Namun, area yang semakin dekat dengan muara sungai dan estuari akan menerima masukan air tawar sehingga kadar salinitas akan menurun. Abalon umumnya lebih menyukai perairan bersalinitas tinggi di laut terbuka dan menghindari perairan yang lebih tawar. Salinitas dari air laut normal berkisar antara 33 sampai 36 ppt dan nilai tersebut adalah kisaran salinitas yang lebih disukai oleh abalon. Binatang laut biasanya tidak tahan jika salinitas perairan lebih dari 35 ppt, mereka lebih baik jika berada pada perairan yang lebih tawar. Oleh karena itu, kemungkinan abalon tidak akan terlalu stres jika salinitasnya rendah berkisar 31 sampai 32 ppt Fallu 1991. Abalon biasanya menyukai kadar garam salinitas yang relatif stabil. Salinitas optimal yang cocok untuk pemeliharaan abalon berkisar antara 30 sampai 33 ppt Setyono 2010.

2.3.2 Suhu

Standar Nasional Indonesia SNI 7644-2010, menyatakan bahwa suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan bahang panas yang terkandung dalam air laut. Berdasarkan suhunya, kebanyakan hewan berdarah dingin adalah dorman. Ketika suhu naik, metabolisme meningkat dan aktivitas memakan distimulasi. Jika suhu terus meningkat, ketahanan abalon akan dengan cepat mencapai batas alaminya sehingga pertumbuhan akan berhenti hingga menyebabkan kematian pada abalon Fallu 1991. Menurut Setyono 2010 parameter kualitas suhu yang baik untuk pemeliharaan abalon tropis bervariasi dari 27,5 sampai 28,5 C.

2.3.3 Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen

Oksigen terlarut adalah jumlah milligram oksigen yang terlarut dalam 1 liter air laut SNI 7644-2010. Abalon menyukai daerah yang memiliki aliran arus yang kuat, karena air daerah ini mengandung konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi Fallu 1991. Semua jenis abalon menyukai perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi. Setyono 2010 menyatakan kadar oksigen terlarut yang cocok dalam pemeliharaan abalon adalah lebih dari 5 mgl.

2.3.4 Derajat Keasaman pH

pH atau disebut juga derajat keasaman. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH berkisar 7 sampai 8,5 Effendi 2003. pH yang cocok untuk pemeliharaan abalon menurut Setyono 2010 berkisar antara 7,5 sampai 8,5.

2.3.5 Kecerahan

Kecerahan adalah ukuran transparansi laut yang menunjukkan tingkat penetrasi cahaya yang dapat menembus laut tersebut SNI 7644-2010. Kecerahan perairan ini berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pakan abalon berupa mikro- alga dan makro-alga, karena biasanya abalon hidup disekitar sumber makanannya. Menurut Tahang, et al 2006 tingkat kecerahan yang sesuai untuk budidaya abalon tropis berkisar 10 m.

2.3.6 Arus

Menurut Wibisono 2005 arus adalah gerakan massa air laut kearah horizontal dalam skala besar. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tiupan angin musim dan pasang surut. Arus berperan dalam transportasi oksigen dan unsur hara di perairan. Abalon menyukai tipe perairan yang berarus. Daerah yang berombak dan berarus akan memberikan masukan oksigen kedalam perairan. Kecepatan arus yang ideal untuk budidaya abalon berkisar antara 0.2 sampai 0.5 mdetik Tahang et al. 2006. Terbentuknya arus dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti angin dan pasang surut. Angin merupakan salah satu faktor penentu kecepatan arus di permukaan. Indonesia memiliki pola angin yang dipengaruhi oleh musim angin musim. Nontji 2005 menyatakan bahwa pembagian angin musin di Indonesia meliputi : angin Musim Barat Desember – Februari, Musim Timur Juni – Agustus dan Musim Peralihan antara keduanya : I Maret – Mei, II September – November. Angin musim barat terjadi ketika angin berhembus dari Asia menuju Australia sedangkan Angin Musim Timur sebaliknya. Pada musim peralihan arah angin sudah tidak menentu. Kekuatan angin rata-rata di Indonesia berkisar dari 2,5 sampai 3,5 ms Nontji 2005. Pasang surut adalah salah satu fenomena alam yang terjadi di laut berupa pergerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik antara Bumi dengan benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan Wibisono 2005. Pasang surut juga memperkaya pemasukan oksigen di air. Berdasarkan pola naik- turunnya muka laut, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu : pasut harian tunggal diurnal tide, harian ganda semidiurnal tide, harian campuran dominan ganda, dan harian campuran tunggal. Jenis pasut harian dominan ganda, artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, hal ini terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur Nontji 2005. Pasang dan surut berpengaruh terhadap keberadaan abalon, karena saat pergerakan pasang dan surut terjadi pemasukan oksigen ke perairan. Berdasarkan pustaka abalon menyukai daerah dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi.

2.3.7 Kedalaman

Berbagai jenis abalon hidup di kedalaman yang berbeda-beda. Jenis abalon putih Haliotis sorensei dilaporkan berada pada kedalaman 10 – 20 m Lafferty, et al. 2003. Menurut Degnan et al. 2006 abalon ditemukan sepanjang terumbu karang dan batuan tubir, dari permukaan sampai kedalaman 30 m. Abalon akan berada di kedalaman dimana makroalga masih dapat tumbuh dan sinar matahari masih dapat masuk kedalam perairan sehingga makroalga dapat melakukan proses fotosintesis. Pada penelitian ini, data kedalaman didukung dengan data pasut, karena pengambilan data di lapangan dilakukan ketika air surut. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan rata-rata kedalaman saat surut terendah dan pasang tertinggi sehingga diperoleh kedalaman rata-rata perairan dimana abalon ditemukan. Abalon akan dapat hidup saat surut terendah dalam keadaan abalon masih terendam air laut sampai saat pasang tertinggi.

2.3.8 Tipe Substrat Dasar Perairan

Abalon biasanya ditemukan di substrat dasar berupa batuan, karena abalon akan menggunakan batuan tersebut untuk menempel dan bersembunyi. Abalon membutuhkan substrat yang permukaannya keras. Hal tersebut dinyatakan oleh Fallu 1991 bahwa kaki abalon tidak cocok digunakan untuk merayap dan melekat di pasir, karena di substrat berpasir abalon bisa dengan mudah terbalik dan dengan mudah akan dimangsa predator. Biasanya batuan yang disukai abalon adalah batuan yang ditumbuhi makroalga, beberapa jenis makroalga ditemukan menempel pada substrat batuan dan sebagian ada yang hidup berasosiasi dengan lamun, batuan yang ditempeli makroalga adalah tempat yang sangat cocok untuk dihuni abalon Lafferty, et al. 2003.

2.4 Kesuburan Perairan Klorofil-a

Klorofil adalah pigmen warna hijau yang dimiliki oleh tumbuhan dan alga hijau. Klorofil-a adalah jenis klorofil yang paling umum dimiliki oleh tumbuhan, alga hijau, dan fitoplankton. Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan Arsjad et al. 2004. Konsentrasi klorofil-a dapat diduga dengan sistem penginderaan jarak jauh, karena klorofil cenderung menyerap spektrum warna biru.400-500 nm dan spectrum warna merah 600-700 nm serta memantulkan warna hijau 500-600 nm. Pantulan spectrum cahaya tersebut dapat diindera oleh sensor satelit. Hasilnya menunjukkan sebaran biomassa fitoplankton dalam satuan mgm 3 Nontji 2008. Tabel 1 adalah pembagian kelas konsentrasi klorofil-a berdasarkan Arsjad, et al. 2004 : Tabel 1. Kelas Konsentrasi Klorofil-a Kelas Konsentrasi mgm 3 Keterangan I 0.3 Kosentrasi rendah clear water II 0.3 – 0.5 Konsentrasi sedangmedium rich phytoplankton III 0.5 – 1.0 Konsentrasi tinggirich phytoplankton IV 1.0 – 2 Klorofil-a dan muatan suspense tinggislightly turbid water V 2 Muatan suspensi tinggihigh turbidity daripada klorofil-a Data meteorologi dan oseanografi menunjukkan bahwa perairan Indonesia secara umum sangat dipengaruhi oleh pergantian angin musim monsoon, yaitu Musim Barat Desember – Februari, Musim Timur Juni – Agustus dan Musim Peralihan antara keduanya : I Maret – Mei, II September – November. Perubahan musim tersebut akan menentukan pola sebaran klorofil fitoplankton, baik secara spasial maupun temporal Nontji 2008.

2.5 Sistem Informasi Geografis SIG