Pengaruh pestisida golongan organoklorin terhadap ternak unggas juga telah diteliti oleh beberapa peneliti. SELL dan DAVIDSON 1973 yang
melaporkan bahwa pemberian 200 ppm DDT pada ayam pedaging menyebabkan pembengkakan hati dan kenaikan protein mikrosomal. RASYID 1983
melaporkan adanya residu DDT dengan konsentrasi rata-rata 0,173 ppm dan pp- DDE 0,320 ppm dalam air susu ibu di daerah Pangandaran, jika ibu itu menyusui
bayinya tanpa disadari bayi akan tercemar oleh pestisida yang dikeluarkan melalui air susu ibu Indraningsih dan Widiastuti, 1985.
2.7.3 Dampak Pestisida Organofosfat Terhadap Kesehatan
Apabila insektisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh baik melalui kulit, mulut dan saluran pencernaan maupun saluran pernapasan dan
melebihi nilai Acceptable Daily Intake ADI yaitu 0,03 mgkg, insektisida organofosfat akan berikatan dengan enzim kolinesterase yang terdapat dalam
darah yang berfungsi mengatur kerja syaraf. Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi memecah
asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung- ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous
system CNS, akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila enzim kolinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat
melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu Apabila tubuh terpapar secara berulang pada
jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf. Karena kholinesterase tidak
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus konstan menyebabkan suatu twiching yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah
kepada kelumpuhan dan kematian apabila otot-otot pernafasan tidak berfungsi. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Dalam keadaan demikian, otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan
nikotinik. Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-otot tertentu, tanda dan gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata
menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak
jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan Weir, 1998.
Efek kumulatif dapat disebabkan oleh paparan kronik organofosfat sehingga dengan demikian pekerja berisiko tinggi jika terus-menerus terpapar
bahkan dengan paparan dosis rendah. Asetilkolinesterase serum akan mengalami regenerasi setelah paparan berhenti, tetapi tergantung pada tingkat keparahan
keracunan dapat memakan waktu singkat atau lebih lama untuk kembali normal, terutama jika pengobatan tidak diberikan. Penurunan aktivitas kolinesterase dalam
plasma akan kembali normal dalam waktu tiga minggu sedangkan dalam sel darah merah akan membutuhkan waktu dua minggu. Asetilkolinesterase sel darah merah
tidak dapat pulih seperti semula. Regenerasi tergantung pada penggantian sel darah merah di perifer darah yang terjadi dengan kecepatan sekitar satu persen per
hari. Anoreksia yang menetap, kelemahan, dan malaise dapat diakibatkan oleh
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
paparan terus-menerus. Data toksisitas dari studi epidemiologi dan bioassay menunjukkan bahwa efek oftalmologi dapat disebabkan oleh organofosfat.
Beberapa organofosfat menyebabkan dermatitis iritan primer, pada golongan atau jenis tertentu seperti misalnya parathion dan malathion diketahui menyebabkan
dermatitis kontak alergi J. Vidyasagar et.al. 2004 dikutip oleh Fiananda A.I . 2014.
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Fiananda 2014, monitoring untuk paparan organofosfat dilakukan dengan penilaian kadar
asetilkolinesterase AChE dengan metode Tintometer Kit. Standar nilai penurunan AChE di Indonesia adalah sebagai berikut:
1 Normal bila kadar AChE 75
2 Keracunan ringan bila kadar AChE 75 - 50
3 Keracunan sedang bila kadar AChE 50 - 25
4 Keracunan berat bila kadar AChE 25.
Gejala keracunan biasanya terjadi sampai aktivitas enzim tereduksi hingga 60 sampai 25 persen dari nilai kolinesterase individu yang normal.
OPICN Organophosphorus Ester-Induced Chronic Neurotoxicity adalah salah satu gangguan degenerasi pada sel saraf otak yang disebabkan oleh
organofosfat. Hal ini dapat terjadi karena proses nekrosis dan apoptosis. Proses nekrosis dimulai dengan adanya inhibisi kolinesterase yang akan menyebabkan
asetilkolin tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus-menerus pada reseptor postsinaptik. Overstimulasi pada reseptor muskarinik dan nikotinik
menyebabkan timbulnya efek kolinergik. Adanya akumulasi asetilkolin ini juga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
akan menyebabkan aktivasi neuron glutamatergik yang memicu aktivasi reseptor NMDA N-methyl-D-aspartate dan ditandai dengan pembukaan saluran ion
kalsium pada celah sinaps. Pembukaan saluran ion ini mengakibatkan influks ion Ca2+
besar-besaran pada
postsinaps dan
memicu terjadinya
proses neurodegenerasi pada otak. Neurodegenerasi sel akibat toksisitas kronik dari
organofosfat disebabkan karena proses kematian sel dan apoptosis yang dipicu oleh adanya penumpukan radikal bebas ROS; reactive oxygen species.
Keracunan organofosfat dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mitokondria yang mengakibatkan penumpukan radikal bebas dan timbulnya stress oksidatif.
Adanya radikal bebas tersebut memicu deplesi ATP, menginduksi pengeluaran enzim proteolitik, menyebabkan fragmentasi DNA, yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya kematian sel. Kerusakan pada sel saraf pusat juga dapat disebabkan oleh OPIDN organophosphorus ester-induced delayed neurotoxicity yaitu
neurodegenerasi dengan lesi aksonopati distal pada sistem saraf pusat dan perifer Heide EAD, 2012 dikutip oleh Fiananda A.I . 2014.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep