No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
Rt = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau sama dengan t.
3.6. Downtime
Menurut Gaspersz 1992, pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen sistem tidak dapat digunakan tidak berada dalam kondisi
yang baik, sehingga membuat fungsi sistem tidak berjalan. Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan
adalah untuk menekan periode kerusakan breakdown period sampai batas minimum, maka keputusan penggantian komponen sistem berdasarkan downtime
minimum menjadi sangat penting. Permasalahannya adalah penentuan waktu terbaik untuk mengetahui kapan penggantian harus dilakukan untuk meminimasi
total downtime. Konflik yang dihadapi adalah peningkatan frekuensi penggantian dapat meningkatkan downtime karena penggantian tersebut, tetapi dapat
mengurangi waktu downtime akibat terjadi kerusakan, dan pengurangan frekuensi penggantian akan menurunkan downtime karena penggantian, tetapi
konsekuensinya adalah kemungkinan peningkatan downtime karena kerusakan. Dari dua kondisi di atas, diharapkan untuk dapat menghasilkan keseimbangan
diantara keduanya. Jardine, 1973. Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan keputusan
penggantian komponen sistem yang meminimumkan downtime, sehingga tujuan utama dari manajamen sistem perawatan untuk memperpendek periode kerusakan
sampai batas minimum dapat dicapai. Penentuan tindakan preventif yang
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
optimum dengan meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan interval waktu penggantian replacement interval. Tujuan untuk menentukan
penggantian komponen yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian preventif dengan menggunakan kriteria meminimumkan total
downtime per unit waktu.
3.7. RCM Reliability Centered Maintenance
Reliability Centered Maintenance RCM merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah
perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus IAEA, 2008. Penekanan terbesar
pada Reliability Centered Maintenance RCM adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada
karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin
bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya dalam konteks operasi sekarang present operating.
Prinsip – Prinsip RCM, antara lain: 1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu
sitemalat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem alat tersebut sesuai dengan harapan.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu
komponen mengalami kegagalan. 3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistemequipment
untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan 4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan
kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut. 5. RCM mengutamakan keselamatan safety baru kemudian untuk masalah
ekonomi. 6. RCM mendefinisikan kegagalan failure sebagai kondisi yang tidak
memuaskan unsatisfactory atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang
ditetapkan. 7. RCM harus memberikan hasil-hasil yang nyata jelas, Tugas yang dikerjakan
harus dapat menurunkan jumlah kegagalan failure atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akaibat kegagalan.
Tujuan dari RCM adalah: 1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan
perawatan yang efektif. 2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada
level-level tertentu dari sistem. 3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item
dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum. Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive
maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun keuntungan RCM adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien. 2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang
tidak diperlukan. 3. Minimisasi frekuensi overhaul.
4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak. 5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis.
6. Meningkatkan reliability komponen. 7. Menggabungkan root cause analysis.
Adapun kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggi untuk training, peralatan dan sebagainya.
3.7.1. Langkah-Langkah Penerapan RCM
Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam
RCM dijelaskan dalam bagian berikut Smith, 2003:
3.7.1.1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
1. Pemilihan Sistem
Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
a. Sistem yang akan dilakukan analisis. Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada
tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan
fungsi komponen terhadap sistem. b. Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana
dilakukan pemilihan sistem. Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini
disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses analisis
akan dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas mesinperalatan yang
dibahas. 2.
Pengumpulan Informasi Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai
sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-
informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.
3.7.1.2. Pendefinisian Batasan Sistem
Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih
jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.
3.7.1.3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi
Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan system work breakdown structure
SWBS. 1. Deskripsi Sistem
Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen- komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-
komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai
sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
2. Blok Diagram Fungsi Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan,
keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas.
3. System Work Breakdown Structure SWBS System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan
Program Evaluation and Review Technique PERT oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat DoD. Pada tahap ini akan digambarkan
himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari
subsistemkomponen. Pada Gambar 3.2. berikut ini merupakan contoh system work breakdown structure SWBS.
3.7.1.4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kepada kegagalan peralatan karena kegagalan komponen akan dibahas
lebih lanjut di tahapan berikutnya FMEA. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun
mayor pada sistem.
3.7.1.5. Failure Mode and Effect Analysis FMEA
FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan menganalisis pengaruh- pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-
pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk
memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode- mode kegagalan yang kritis. Teknik analisis ini lebih menekankan pada hardware
orient atau bottom-up approach. Dari analisis ini kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada
komponen tersebut maka sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih terhadap
komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang tepat. Hal utama dalam FMEA adalah Risk Priority Number RPN. RPN merupakan produk matematis
dari keseriusan effect severity, kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect occurrence, dan kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan sebelum terjadi detection.
3.7.1.6. Logic Tree Analysis LTA
Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan dan
fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang telah disediakan dalam LTA ini.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
3.7.1.7. Pemilihan Tindakan Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses
ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut: a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi
kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi. b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling
efektif diantara kandidat lainnya.
3.8. Pola Distribusi
3.8.1. Distribusi Weibull
Distribusi ini dikembangkan oleh W. Weibull pada awal tahun 1950. Distribusi Weibull adalah salah satu distribusi yang penting pada teori reliability.
Distribusi Weibull sangat luas digunakan untuk analisa kehilangan performansi pada sistem kompleks di dalam sistem engineering. Secara umum, distribusi ini
dapat digunakan untuk menjelaskan data saat waktu menunggu hingga terjadi kejadian dan untuk menyatakan berbagai fenomena fisika yang berbeda-beda.
Dengan demikian, distribusi ini dapat diterapkan pada analisa resiko karena dapat menduga umur pakai life time komponen. Gambar pola distribusi weibull dapat
dilihat pada Gambar 3.3. Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull
weibull slope , sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala atau
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
arakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter bentuknya β, yaitu:
a. β 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential dengan
laju kerusakan cenderung menurun. b.
β = 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan laju kerusakan cenderung konstan.
c. β 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju
kerusakan cenderung meningkat.
Gambar 3.3. Pola Distribusi Weibull
3.8.2. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal sangat cocok menggambarkan lamanya waktu perbaikan suatu komponen. Kosep reliability distribusi Lognormal tergantung
pada nilai μ rata-rata dan σ standar deviasi. Pola distribusi lognormal dapat diihat pada Gambar 3.4.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
Gambar 3.4. Pola Distribusi Lognormal
3.8.3. Distribusi Eksponensial
Distribusi ini secara luas digunakan dalam kehandalan dan perawatan. Hal ini dikarenakan distribusi ini mudah digunakan untuk berbagai tipe analisis dan
memiliki laju kegagalan yang konstan selama masa pakai. Pola distribusi eksponensial dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Pola Distribusi Eksponensial
3.8.4. Distribusi Normal
Distribusi normal adalah distribusi yang paling sering dan umum digunakan. Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss yang ditemukan oleh
Carl Friedrich Gauss 1777-1855.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
Kosep reliability distribusi normal tergan tung pada nilai μ rata-rata dan σ
standar deviasi. Pola distribusi normal dapat diihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Pola Distribusi Normal
3.9. Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum Downtime
Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen sistem tidak dapat digunakan tidak berada dalam kondisi yang baik, sehingga
membuat fungsi sistem tidak berjalan Gasperz, 1992. Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk
menekan periode kerusakan breakdown period sampai batas minimum, maka keputusan penggantian komponen sistem berdasarkan downtime minimum
menjadi sangat penting. Tujuan untuk menentukan penggantian komponen yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian preventif dengan
menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit waktu, dapat dijelaskan pada Gambar 3.7.
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
Satu Siklus tp
Tf Tf
Tp Penggantian
Preventif Penggantian
Karena Rusak
Gambar 3.7. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu
Berdasarkan Gambar 3.6, dapat dilihat bahwa total downtime per unit waktu untuk tindakan penggantian preventif pada waktu tp, dinotasikan sebagai
Dtp adalah:
Htp = Banyaknya kerusakan kagagalan dalam interval waktu 0,tp, merupakan nilai harapan expected value
Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena kerusakan. Tp = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena tindakan
preventif komponen belum rusak. tp + Tp = Panjang satu siklus.
Meminimumkan total minimum downtime akan diperoleh tindakan penggatian komponen berdasarkan interval waktu tp yang optimum. Untuk komponen yang
memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi peluang tertentu dengan fungsi peluang ft, maka nilai harapan expected value banyaknya kegagalan yang
terjadi dalam interval waktu 0,tp dapat dihitung sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-01A; Tgl. Efektif : 01 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1
H0 ditetapkan sama dengan nol, sehingga untuk tp = 0, maka Htp = H0 = 0.
3.10. Fault Tree Analysis FTA