Sejarah Surat Kabar Harian Kompas

commit to user 55

BAB II DESKRIPSI LOKASI

A. Deskripsi Surat Kabar Harian Kompas

1. Sejarah Surat Kabar Harian Kompas

Berdasarkan company profile kompas tahun 2004, Surat Kabar Harian Kompas terbit pertama kalinya tanggal 28 Juni 1965 di Jakarta. Surat Kabar didirikan dan dirintis oleh P.K Ojong dan Jacob Oetama. Selain kedua orang tersebut, keberadaan Kompas juga didukung oleh beberapa wartawan lain seperti Eduard Linggar, Theodorus Purba, Roestam Affandi, August Parengkuan, Kang Hok Djin, Kang Tiaw Liang, Petrus Hutabarat,dan wartawan lain. Untuk penerbittan pertamanya tercatat oplah Kompas sebanyak 4.800 eksemplar Pada mulanya Kompas terbit dengan empat halaman dengan berita-berita utama baik dari dalam maupun luar negeri seperti berita tentang tertundanya Konferensi Asia Afrika II dengan judul “KAA II di tunda Empat Bulan” Sementara rubrik lain yang merupakan kata perkenalan dari Kompas muncul dalam Pojok Kompas di kanan bawah yang berbunyi “Mari ikat Hati, Mulai Hari Ini dengan Mang Usil”. Dengan nama-nama staf redaksi terdapat pada pojok kiri atas pada halaman pertama. Pada edisi pertamanya Kompas lebih banyak memuat berita-berita dari luar negeri 11 berita daripada berita dari dalam negeri 7 berita di halaman pertamanya. Hal ini berkaitan dengan situasi politik dalam negeri yang masih belum memungkinkan munculnya pemberitaan secara transparan sebagai akibat commit to user dari dominannya Partai Komunis Indonesia dalam mengontrol kehidupan kenegaraan di Indonesia pada saat itu. Proses perkembangan Kompas semuanya dimulai setahap demi setahap. Guna meningkatkan mutu percetakan maka Kompas pada tanggal 2 Agustus 1966 memindahkan percetakannya dari percetakan “Abadi” ke percetakan “Masa Merdeka”. Pada saat itu oplah Kompas mengalami peningkatan dari 8.003 eksemplar perhari menjadi 23.268 eksemplar. Pers di suatu Negara tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan politik di Negara yang bersangkutan. Pada masa demokrasi Terpimpin diberlakukan suatu peraturan yang menyangkut kehidupan pers di Indonesia melaluli peraturan Presiden No. 6 Tahun 1964 yang menetapkan bahwa setiap surat kabar harus berafiliasi dengan Partai Katolik Indonesia. Akan tetapi di zaman Orde Baru Kompas kembali menjadi surat kabar independen dan surat kabar umum. Hal inilah yang mengakhiri era “Party Bond Press”. Visi dan sikap itu selain sesuai dengan keyakinan pimpinan juga sesuai dengan fungsi pers Indonesia, yaitu ikut mengembangkan sikap saling pengertian dalam masyarakat yang majemuk. Dalam perkembangan selanjutnya, pada bulan Oktober 1965, Kompas dengan beberapa surat kabar lainnya yang terbit pada saat itu terkena larangan terbit karena peristiwa G 30 S PKI. Hanya Harian Angkatan Bersenjata, Berita Yudha dan LKBN Antara saja yang diijinkan terbit. Hal ini disebabkan oleh pemberitaan dan alasan Kompas yang sering mengkritik Partai Komunis Indonesia. Seperti ulasan yang terdapat dalam tajuknya yang secara tegas mengatakan “….Dengan perbuatan G 30 S-nya sudah nyata PKI dan ormas- commit to user ormasnya dari partai progresif revolisioner jatuh menjadi kontra revolusioner…” Larangan terbit tersebut berlaku hingga 6 Oktober 1965, akan tetapi Kompas baru terbit kembali pada Nobember 1965 dengan percetakan PT. Kinta sebagai partnernya. Pada saat itu oplah Kompas mengalami kenaikan mencapai 23.268 eksemplar. Peningkatan oplah tersebut bukan semata-mata karena perbaikan mutu cetak tetapi didorong oleh keadaan waktu yang fakum informasi karena beberapa surat kabar tidak boleh terbit. Sehingga ketika larangan itu dicabut, munculnya kembali surat kabar menjadi sarana untuk mendapatkan informasi yang paling penting saat itu. Memasuki tahun 1970 Kompas mulai membenahi dirinya untuk menjadi surat kabar yang memiliki manajemen professional. Salah satu usaha yang dilakukan adalah sejak tahun 1971, sirkulasi Kompas diteliti atau diaudit oleh akuntan public yaitu Drs. Utomo, seorang akuntan dari tiga biro iklan pada saat itu. Dengan data audit ini angka sirkulasi yang disiarkan kepada biro iklan dan para pemasang iklan setiap tiga bulan adalah angka yang sebenarnya. Untuk lebih memantapkan data audit ini ke luar negeri, maka sejak bulan Desember 1978 Kompas masuk menjadi anggota Audit Bureau of Circulation Sydney Australia yaitu suatu badan internasional yang dibentuk bersama oleh penerbit surat kabar dan pemasang iklan untuk menyiarkan angka-angka sirkulasi yang benar dari para anggotanya. Sejak tahun 1972 surat kabar Kompas telah memiliki percetakan sendiri dan tingkat oplahnya pun terus mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan semakin dipercayainya Kompas oleh pembaca surat kabar di Indonesia. Dari sisi commit to user pemberitaan pun Kompas mampu mengungkap pemberitaan yang cukup kritis. Hal inilah yang kemudian menyebabkan Kompas mendapat peringatan keras dari pemerintah, bahkan pada tahun 1978 Kompas diminta untuk menghentikan penerbitannya. Penghentian tersebut berkenaan dengan pemberitaan tentang maraknya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai kota yang dirasakan oleh pemerintah sebagai pemberitaan yang tidak proposional dan tidak bertanggung jawab. Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan September 1978 Kompas diijinkan untuk terbit kembali. Mulai saat itu Kompas terbit tujuh kali dalam seminggu dengan diiringi munculnya Kompas Edisi Minggu. Pada tanggal 31 Mei 1980 P.K. Ojong, salah satu perintis Kompas meninggal dunia. Kepemimpinan Kompas selanjutnya mengandalkan Jacob Oetama sebagai pemimpin umum hingga sekarang. Sejak munculnya industrialisasi dalam dunia pers di Indonesia Kompas merupakan surat kabar yang tercatat sebagai pelopor industrialisasi pers di Indonesia. Kompas dengan Gramedianya telah memasuki sedikitnya tujuh jenis usaha yang berbeda yaitu pers, penerbitan buku, pasar swalayan, percetakan, perhotelan, bank, dan tambak udang. Dengan dimasukinya tujuh jenis usaha tersebut maka Kompas telah berkembang ke bentuk konglomerasi pers. Dan sejak saat itu Kompas tidak pernah sepi dari kritik dari pengamat maupun dari kalangan intelektual. Salah satu kritik yang sangat tajam adalah Kompas dianggap telah mengaburkan batas antara idealism dan komersialisme. Terhadap munculnya kritik tersebut Jacob Oetama mengemukakan “… Kita harus sadar, kita bersedia untuk diingatkan. Namun yang commit to user penting bagaimana kita sangggup membangun komitmen dan visi kita. Itulah jati diri kita”.

2. Oplah dan Sirkulasi Kompas