Efektifitas Pendidikan Agama Islam dalam Membina Disiplin

Dengan kiat-kiat tersebut di atas, akan membantu seseorang yang hendak melaksanakan shalat sehingga shalatnya akan menjadi khusyu.

F. Efektifitas Pendidikan Agama Islam dalam Membina Disiplin

Pelaksanaan Ibadah Shalat. 1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas yang terdapat dalam ensiklopedia Indonesia berarti “ menunjukkan tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif apabila usaha itu mencapai tujuannya”. 43 Sedangkan dalam ensiklopedia administrasi, kata efektifitas adalah “ suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki”. 44 Dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris karangan Prof. Drs. S. Wojo Wasito dan Drs. Tito Wasito W. Effective adalah berhasil, berarti mencapai tujuannya. 45 Sesuatu dapat dinyatakan efektif jika telah berhasil mendapatkan apa yang sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sehingga dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas berarti ketercapaian suatu usaha dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam dunia pendidikan efektifitas dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: segi efektifitas guru segi efektifitas murid. Efektifitas mengajar guru terutama menyangkut jenis-jenis kegiatan belajar-mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik, sedangkan efktifitas belajar murid terutama 43 Hasan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta : Ichtiar Baru- Van Hoeve. Jilid 2, h. 883 44 Panata Wasna ed, Ensiklopedia Administrasi, Jakarta : CV. Haji Masagung, 1989, h. 126 45 S . Wojo Wasito Tito Wasito W, Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia- Inggeris, Bandung : Hasta, 1980 , cet ke-15, h. 49 menyangkut tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang telah ditempuh. 46 Dengan demikian salah satu bentuk efektifitas Pendidikan Agama Islam adalah tingkat keberhasilan yang dicapai terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran agama Islam khususnya dalam meningkatkan disiplin beribadah shalat lima waktu mereka, mengingat salah satu dari tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu agar siswa dapat menguasai dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran. 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pembelajaran Untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang baik dan efektif tidaklah mudah, mengingat permasalahan dalam proses belajar mengajar yang begitu banyak dan kompleks. Dalam artian untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan efektif sangat dipengaruhi oleh faktor komponen-komponen yang terlibat di dalamnya baik yang sifatnya intern maupun ekstern. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas proses belajar mengajar adalah : b. Faktor internal faktor dari dalam diri siswa, yakni kondisi keadaan jasmani dan rohani siswa. c. Faktor eksternal faktor dari luar siswa, yakni kondisi lingkungan sekitar siswa baik, lingkungan sekolah, guru, dan lingkungan pergaulan antar siswa. d. Faktor pendekatan belajar approach to learning, yakni segala jenis upaya membelajarkan siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 47 46 Madya Eko Susilo, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang : Effar Offset, 1990 , cet ke- 1,h. 63 47 Muhibin Syah, . . . , h.36 Jadi untuk menuju proses Pendidikan Agama Islam yang efektif guru harus pandai melihat kondisi siswa dan mengatur suasana pembelajaran yang kondusif serta mampu memilih strategi, metode dan pendekatan-pendekatan yang tepat. 1. Fungsi Pendidikan Agama Islam terhadap Disiplin Ibadah Shalat Siswa. Pendidikan Agama Islam berfungsi membentuk manusia yang beriman dan taqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Sehingga dalam penerapannya Pendidikan Agama Islam memperbaiki sikap dan tingkah laku manusia serta membina budi pekerti luhur dan juga menghidupkan hati nurani manusia untuk memperhhatikan muroqobah Allah swr, baik dalam keadaan sendirian maupun bersama orang lain. 48 Budi luhur dan akhlak mulia yang sangat penting di dalam kehidupan seseorang yaitu kedisiplinan dalam segala kegiatan kehidupan. Dalam Islam disiplin dapat tumbuh dan dilatih melalui ibadah shalat. Sehingga dalam Pendidikan Agama Islam disiplin melaksanakan shalat menjadi prioritas utama di atas kegiatan-kegiatan lainnya. Sehingga diharapkan dari kedisiplinan pelaksanaan shalat akan memberikan efek kedisiplinan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan lainnya. Di sekolah, penerapan disiplin ibadah shalat pun selalu menjadi fokus utama bagi siswa yang beragama Islam. Terkadang di beberapa sekolah mengadakan kegiatan keagamaan tambahan dalam rangka mendalami ajaran agama khususnya dalam rangka penguasaan pelaksanaan shalat guna meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan siswa terhadap pelaksanaan shalat. 2. Strategi dan langkah-langkah Pendidikan Agama Islam dalam Membina Disiplin Shalat Siswa. Upaya menanamkan disiplin kepada seseorang dibutuhkan penggunaan strategi, metode dan pendekatan yang tepat.. Dalam pengajaran agama Islam penanaman disiplin dalam pelaksanaan shalat harus menggunakan metode dan alat yang khusus mengingat hampir seluruh materi bersifat abstrak dan objek 48 Dr. Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, . . . ., h. 9 anak siswa yang dihadapi pun beragam jenis dan sifatnya. Beberapa metode khusus yang dapat digunakan dalam pengajaran agama Islam, yaitu : a. Metode Ceramah Dalam metode ceramah guru memberikan uraian atau penjelasan terhadap suatu masalah kepada murid dengan bahasa lisan pada waktu tertentu waktunya terbatas dan tempat tertentu pula. Dalam metode ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan guru itu adalah benar, murid mengutip ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan. b. Metode Tanya Jawab Metode ini merupakan komunikasi langsung antara guru dengan murid, bisa dalam bentuk guru bertanya murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya dan guru menjawab. Dalam metode ini akan didapat hubungan timbal balik antara guru dan murid secara langsung, dan dengan metode ini pula akan diketahui penguasaan pelajar terhadap pengetahuan yang telah di berikan oleh guru. c. Metode Demonstrasi Metode ini menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaiamana melakukan sesuatu kepada anak didik. Memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau langsung oleh anak didik. d. Metode Eksperimen Metode ini digunakan ketika seseorang melakukan sesuatu percobaan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap peserta didik. Metode ini dilakukan untuk membuktikan hukum-hukum dan teori-teori yang berlaku. Dengan metode ini, seseorang dapat memiliki pengetahuan, pengalaman dan pengertian yang lebih jelas. e. Metode Diskusi Metode ini yaitu suatu cara penyajian penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada peserta didik kelompok- kelompok peserta didik untuk mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas suatu masalah. f. Metode Sosiodrama dan Bermain Peran Metode ini digunaka dalam penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya. g. Metode Drill Metode ini disebut juga dengan latihan siap dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukan secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan disiap-siagakan. h. Metode Kerja Kelompok Metode ini digunakan dalam penyajian materi dengan cara pemberian tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan. Tuga-tugas tersebut dikerjakan dalam kelompok secara bergotong-royong. i. Metode Proyek Dalam metode ini anak didik disuguhi bermacam-macam masalah dan anak didik bersama-sama menghadapi masalah tersebut dengan mengikuti langkah-langkah tertentu secara ilmiah,logis dan sistematis. Khusus untuk penanaman disiplin dalam pelaksanaan shalat, sebaiknya diawali dengan pemahaman murid terhadap tata cara pelaksanaan shalat yang baik dan benar. Dalam hal ini sebaiknya diawali dengan menggunakan metode demonstrasi yaitu metode yang menggunakan peragaan-peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau memperlihatkan bagaimana memperlakukan sesuatu kepada anak didik. 49 Di sini guru mendemonstrasikan kaifiyat shalat yang baik dan benar di hadapan murid. 49 DR. Zakiah Darajat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, . . . ., h. 296 Di samping metode yang sesuai, dibutuhkan pula berbagai pendekatan yang tepat untuk efektifitas penanaman disiplin pelaksanaan shalat tersebut. Pendekatan-pendekatan tersebut yaitu : 1 Pendekatan Pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Pendekatan ini dapat digunakan dalam penanaman disiplin siswa agar siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang manfaat dari disiplin mengerjakan shalat dan akibat dari tidak disiplin mengerjakan shalat. 2 Pendekatan Pembiasaan yaitu pemberian kesempatan kepada peserta didik agar terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini sangat bermanfaat bagi siswa dalam penanaman disiplin mengerjakan shalat, karena siswa diberikan kesempatan 3 Untuk memiliki pengalaman mengamalkan shalat secara benar dan tepat waktu. Jika pembiasaan ini terus dilakukan, maka kedisiplinan siswa akan tertanam. 4 Pendekatan Emosional ialah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan yang buruk. Pendekatan ini harus sering dilakukan agar siswa selalu mendapatkan motivasi untuk disiplin dalam mengerjakan shalat dengan benar dan tepat waktu. 5 Pendekatan Fungsional yaitu usaha memberi materi agama menekankan kepada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pendekatan ini berguna bagi siswa agar siswa memahami fungsi kedisiplinan mereka dalam mengerjakan shalat. Jika mereka memahami maksud dan fungsi kedisiplinan dalam shalat, maka akan tumbuh kesadaran dalam diri siswa untuk melaksanakan shalat dengan benar dan tepat waktu tanpa dorongan orang lain. 6 Pendekatan Keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah teladan. 50 Dalam usaha memberikan pemahaman siswa terhadap kedisiplinan pelaksanaan shalat, sebaiknya seorang guru terlebih dahulu memberikan pemahaman kepada siswa tentang fungsi, tujuan dan manfaat shalat serta disiplin dalam pelaksanaannya bagi mereka. kemudian mengajarkannya kepada para siswa bagaimana kaifiyat pelaksanan shalat yang baik dan benar. Sebelum mengajarkan kaifiyat shalat yang benar kepada siswa, guru sebaiknya menguasai terlebih dahulu tata cara pelaksanaan shalat tersebut, baik dalam gerakan maupun bacaannya. Sebagai langkah awalnya, guru mendemonstrasikan terlebih dahulu bentuk gerakan dan bacaan shalat yang benar di hadapan siswa. Setelah itu siswa memperagakan gerakan-gerakan dan bacaan shalat tersebut di bawah bimbingan guru. Kemudian siswa dilatih drill berulang-ulang dalam memperagakan gerakan dan bacaan shalat yang benar sampai menguasainya. Setelah siswa mengetahui dan dapat memperagakan seluruh gerakan dan bacaan shalat dengan baik dan benar, selanjutnya guru mulai menanamkan kedisiplinan siswa pada aspek pelaksanaan gerakan shalat yang benar. Setelah itu ditingkatkan lagi pada aspek kedisiplinan waktu pelaksanaan shalat. Untuk membantu siswa lebih menguasai dan disiplin dalam melakukan gerakan shalat, guru dapat membantu memberikan gambar-gambar, buku- buku atau video tentang gerakan-gerakan shalat yang benar. Sehingga dengan demikian siswa dapat mempelajarinya lebih jauh di luar jam sekolah atau di rumah. Untuk membantu siswa agar disiplin terhadap waktu pelaksanaan shalat, guru dapat melakukan pengawasan dengan menggunakan buku 50 Prof. DR Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, . . .,.h. 127-131 monitoring pelaksanaan shalat siswa. Hal itu agar melatih siswa melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Dalam melaksanakan pengawasan monitoring ini diharapkan adanya kerja sama antara guru agama dengan orang tua. Diharapkan pula kesungguhan orang tua dalam mengawasi tingkat kedisiplinan siswa dalam pelaksanaan ibadah shalat. Dengan perpaduan penggunaan metode dan pendekatan-pendekatan yang ada diatas, tingkat kedisiplinan peserta didik dalam pelaksanaan ibadah shalat yang benar dan tepat waktu di dalam kehidupan sehari-hari akan dapat diwujudkan. 3. Indikator Efektifitas Pembelajaran Ibadah pada Pendidikan Agama Islam. Untuk mengetahui suatu pembelajaran telah tercapai secara efektif atau tidak, maka dapat diketahui dengan tingkat prestasi yang telah dicapai. Tingkat keberhasilan dapat dibagi atas beberapa tingakatan atau taraf, yaitu istimewa maksimal, baik sekali optimal, baik minimal dan kurang. 51 Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan efektif jika telah mencapai kriteria atau indikator efektifitas. Menurut Nana Sudjana 1989, indikator- indikator efektifitas pembelajaran meliputi : 1. Kesesuaian proses pembelajaran dengan kurikulum. 2. Keterlaksanaan program pembelajaran oleh guru. 3. Keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa. 4. Adanya interaksi antara guru dan siswa. 5. Keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. 6. Motivasi siswa meningkat. 7. Keterampilan dan kemampuan guru dalam menyampaikan materi. 8. Kualitas hasil belajar yang dicapai siswa. 52 Adapun indikator-indikator efektifitas dalam pembelajaran ibadah pada Pendidikan Agama Islam diantaranya: 51 Syaifu Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2002, h. 121 52 Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, Bandung; PT. Rosda Karya,1991, cet. Ke 3, h. 60-63 1. Siswa memahami materi ibadah yang diajarkan. 2. Siswa mampu melaksanakan dengan baik ibadah yang diajarkan. 3. Siswa memiliki motivasi dan kesadaran untuk melaksanakan ibadah. 4. Tingkat pelaksanaan ibadah siswa meningkat. 5. Ketertarikan siswa untuk mengikuti pembelajaran pendidikan agama Islam untuk menambah pengetahuan beribadah.

G. Kerangka Berfikir