Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menjadi orangtua adalah tugas seumur hidup, Bahkan ketika anak telah dewasa, peran orangtua tetap dibutuhkan dan diakui. Mendidik dan membesarkan anak agar menjadi manusia berguna adalah tanggung jawab orangtua. Namun untuk menjadi orangtua dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah. F. X Puniman, 2000. Ketika anak lahir orangtua sangat menginginkan anaknya berada dalam kondisi sehat secara jasmani fisik dan rohani psikis. Memiliki anak dengan segala kesempurnaannya adalah satu harapan dari setiap orangtua di dunia ini. Anak sehat secara fisik dan psikis dan yang terpenting adalah bagaimana pendidikan terbaik yang nantinya akan didapat oleh anak dari orangtuanya. Kesempurnaan fisik dan psikis anak merupakan dambaan dari setiap orang tua. Jika kita perhatikan kondisi saat ini ada banyak keluarga orangtua yang memiliki anak dengan berbagai macam keterbatasan dan kekurangannya baik secara fisik maupun psikis. Kekurangan fisik yang dimaksud seperti kelainan jantung, mengidap kanker, bahkan banyak anak-anak yang terlahir dengan kondisi cacat yang 1 dibawa sejak lahir seperti kembar siam, mengidap tumor, dan ada yang mempunyai gangguan pada sistem syarafnya. Selain ketidaksempurnaan secara fisik ada pula anak yang dilahirkan memiliki kecenderungan gangguan secara psikis, seperti anak dengan dengan IQ rendah, anak memiliki gangguan pemusatan perhatian, hingga penyakit autis. Kondisi seperti ini membuat orangtua menjadi cemas dan khawatir akan masa depan anak-anak mereka. Sehingga orangtua melakukan berbagai usaha coping untuk membantu anaknya agar bisa tumbuh kembang seperti anak lain pada umumnya. Di lain pihak ada beberapa orangtua yang memiliki anak dengan segala kesempurnaannya, namun tidak memperlakukan anak mereka secara sempurna. Orangtua selalu memberikan fasilitas berbentuk materi namun tidak memberikan kasih sayang dan perhatian yang pada akhirnya mengakibatkan anak terlibat dengan permasalahan kenakalan-kenakalan sosial seperti tawuran, terlibat organisasi yang tidak bermanfaat atau terlibat penyalahgunaan narkotika. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mohammad Fauzil Adhim 2006 bahwa, uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah tapi bukan tidur yang lelap, uang bisa membeli rumah yang lapang tapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya, uang juga bisa membeli pesawat televisi yang besar untuk menghibur mereka tapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terhempas. Oleh sebab itu, sebagai orangtua sudah seharusnya mengerti dan memperhatikan pendidikan bagi anak. Dan harus dipahami pula oleh orangtua bahwa pendidikan yang utama untuk anak dan pertama kali berasal dari keluarga yang berawal dari kasih sayang dan perhatian, sebagaimana yang diutarakan oleh Messwati 2000 yang berpendapat bahwa, pendidikan yang utama berasal dari keluarga, dibandingkan sekolah keluarga sangat berperan bagi perkembangan anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap demokratis seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak, oleh karenanya orangtua harus meluangkan waktu dan menyiasatinya agar setiap waktu yang diberikan untuk anak-anak mereka menjadi bermakna. Saat ini kesibukan orangtua, khususnya orangtua yang keduanya bekerja menyebabkan anak kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan pertama untuk mereka. Banyak orangtua yang bekerja tidak mampu membagi waktu mereka untuk keluarga sehingga yang terjadi anak sering merasa sendirian. Hal ini tentu akan membuat banyak permasalahan yang muncul dengan anak ketika terlalu sering ditinggal orangtuanya, bahkan jika dibiarkan terus-menerus seperti ini bisa jadi suatu saat anak mencari perhatian di luar rumah supaya mendapatkan pengakuan dari orang lain atas keberadaan dirinya, hal semacam ini akan membuat suasana di dalam keluarga tidak sehat dan bahkan komunikasi antara anak dan orangtua menjadi tidak harmonis. Kartono 1991 mengemukakan, Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtua itu selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung dan tempat berpijak. Anak-anak mulai ”menghilang” dari rumah, lebih suka bergelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imaginer di tempat- tempat lain, dia mulai berbohong dan mencuri untuk menarik perhatian dan mengganggu orangtuanya. Namun demikian ada beberapa hal positif ketika anak ditinggal bekerja oleh orangtuanya. Salah satunya adalah seperti yang diungkapkan oleh seorang psikolog Shinto Adelar dalam Retno Bintarti 2000 yang mengemukakan, sisi positif meninggalkan anak adalah menjadi cepat mandiri dibanding dengan anak yang terus- menerus dibantu. Anak-anak yang biasa ditingggal orangtua menjadi terbiasa memenuhi kebutuhannya sendiri dan belajar mencari kesibukan sendiri dan mereka menjadi terbiasa memegang tangung jawab. Namun demikian dalam hal ini orangtua tetap melakukan kontrol jarak jauh terhadap anak-anak mereka. Seperti menelepon penjaga rumah atau pembantu, juga tetangga yang berdekatan untuk mengetahui keadaan anaknya. Ketika anak sudah mulai memasuki masa remaja akan timbul kenakalan- kenakalan yang dilakukan anak, seperti yang diungkapkan oleh Bryan Lask 1985 yang mengatakan bahwa ketika awal-awal usia remaja. pada usia-usia itu anak akan mengalami kebebasan yang baru ditemukan dan ingin mengekspresikannya. Sehingga adakalanya anak terlibat dengan kenakalan pada masa remaja, dalam hal ini kenakalan remaja yang biasa terjadi adalah dalam masalah pergaulan. Seperti merokok, bolos sekolah, tawuran antar pelajar, kebut-kebutan dijalan atau yang lebih dikenal dengan istilah balapan liar, juga bahkan bisa terjerumus dalam dunia narkotika. A.W. Widjaya 1985 mengungkapkan, Kenakalan remaja merupakan gejala alamiah anak pada periode umur tertentu, meningkatnya kualitas kenakalan itu sendiri adalah akibat pengaruh lingkungan buruk yang ada disekitarnya. Jadi dapat dikatakan bahwa lingkungan memang memiliki pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kepribadian mereka. Jika diteliti lebih dalam mengenai kenakalan remaja, sebenarnya yang menyebabkan kenakalan mereka adalah karena jiwa yang tertekan, jiwa menjadi tidak sehat disebabkan salahnya pendekatan orangtua, pendidikan disekolah, dan pengaruh lingkungan. Sebagaimana pendapat Widjaja 1985 yang mengemukakan bahwa remaja mencari identitas diri, apabila tidak ditemukan identitas ini maka remaja biasanya terganggu tidak sehat, mereka merasa cemas, gelisah, resah, kecewa, frustasi yang ini disebut krisis remaja. jika tidak diarahkan kearah yang positif dan konstruktif akan mengakibatkan kenakalan remaja. Diantara banyak kenakalan-kenakalan remaja yang paling mengkhawatirkan bagi banyak orangtua adalah pemakaian narkotika atau zat kimia lainnya. Masalah kenakalan remaja yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika dewasa ini disikapi dengan kecemasan oleh para orang tua. Kenakalan ini jika tidak segera ditanggulangi dengan segala usaha yang sungguh-sungguh maka ketentraman, kegelisahan, kecemasan dan gangguan mental lainnya telah menghantui orangtua dan para remaja yang terlibat penyalahgunaan narkotika tersebut. Perasaan cemas dan gelisah yang selalu membayangi setiap saat menjadi beban yang teramat berat untuk diterima. Masalah menjadi rumit ketika lingkungan masyarakat mengetahuinya, tentunya akan banyak stigma negatif seperti tidak becus tidak mampu mengurus anak, menelantarkan anak dsb. Yang muncul dimasyarakat sehingga membuat kondisi semakin tidak nyaman yang pada akhirnya menimbulkan stress bagi orangtua. Dalam kondisi yang penuh stress dan kekhawatiran akan anak, mereka orang tua memaksa terjadinya suatu perubahan-perubahan dalam berbagai hal. Seperti komunikasi, perhatian, perubahan peran dari ayah dan ibu, dan juga waktu. Jika sebelumnya jarang terjadi komunikasi yang baik pada anak sehingga membuat anak merasa tidak diperhatikan dan tidak diakui keberadaannya yang akhirnya menyebabkan anak mencari perhatian dan kesenangan di luar hingga sampai memakai narkotika, maka komunikasi menjadi lebih intensif pada anak agar anak merasa benar-benar diakui keberadaannya dan diperhatikan. Kemudian memberikan waktu dan perhatian lebih agar selalu bisa berada dekat dengan anak, dan menjadi teman bagi anak, karena untuk memberikan support bagi anak yang kecanduan narkotika seorang ayah dan ibu harus mampu berperan sebagai seorang teman atau sahabat bagi anaknya, karena anak membutuhkan suatu kedekatan emosional seperti yang didapat dari sahabat-sahabatnya agar anak tetap merasa nyaman dan mendapat pengakuan akan keberadan dirinya dan juga dukungan moril untuknya. Terjadinya beberapa perubahan baik peran, komunikasi dsb dalam keluarga belum cukup untuk memberikan kesembuhan bagi anak yang kecanduan narkotika. Keadaan stress yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut membuat orangtua harus melakukan berbagai macam usaha penanganan coping agar mampu keluar dari kondisi stress itu. Seperti mencari informasi mengenai tempat-tempat rehabilitasi narkotika, lalu mengajak anak untuk pergi ketempat rehabilitasi sampai dengan menjalani proses rehabilitasi tersebut. Berikut ini adalah sepenggal kisah tentang seorang mantan pesepakbola juga sebagai orangtua yang berjuang untuk kesembuhan anaknya dari ketergantungan narkotika. Kisah ini diambil dari buku kumpulan kisah inspiratif Kick Andy 2008. Ronny Pattinasarany mengawali kariernya sebagai pemain sepakbola pada 1970 saat terpilih sebagai anggota tim PSSI Yunior ke Manila.Ronny adalah pemain All Star Asia, olahragawan terbaik Indonesia. Medali perak SEA Games pernah dia sumbangkan untuk tim merah putih. Namun, dibalik kesuksesannya di dunia persepakbolaan, Ronny memiliki kenangan buruk tersendiri menyangkut dua anak laki-lakinya. Pada tahun 1985, dalam kesibukan kariernya. Ronny merasakan dirinya telah bersalah karena tidak memberikan perhatian yang baik buat keluarga khususnya untuk anak-anaknya. Dimana pada tahun yang sama Ronny mulai mengetahui bahwa kedua anak laki-lakinya terlibat dengan penyalahgunaan narkoba, kedua anaknya tersebut mengalami kecanduan yang cukup parah. Akhirnya Ronny membuat keputusan untuk mendampingi kedua anaknya agar terlepas dari kecanduan tersebut, adakalanya Ronny harus mengantar salah satu anaknya untuk mempeoleh narkoba ke salah satu bandar, hal ini didorong oleh rasa kasihan Ronny ketika melihat anaknya mengalami sakaw........... Kick Andy; Kumpulan Kisah Inspiratif, hal: 42-48. Berbicara tentang sejarah keberadaan narkoba di Indonesia, menurut AKBP. Drs. Bambang Wasgito 2001 mengemukakan bahwa di Indonesia narkotika telah ada sejak zaman Hindia Belanda yang dipergunakan untuk mengikat buruh-buruh orang Cina yang dipekerjakan di berbagai proyek Hindia Belanda seperti perkebunan, pembuatan jalan raya dan jalan kereta api yang dimasukkan ke Indonesia dari India. Namun sekitar tahun 1968 gelombang narkotika meningkat di Indonesia. Pada saat itu yang disalahgunakan tidak lagi hanya Opium atau Candu, tetapi juga Morfina zat kandungan dari candu dan Heroin yaitu turunan dari Morfina yang memiliki kekuatan yang lebih besar, sehingga dengan dosis yang kecil mampu menghasilkan pengaruh efek yang lebih besar. Sebagai dampak dari gelombang penyalahgunaan Narkotika tersebut, maka di Indonesia pada tahun 1970-an bermunculan kasus-kasus penyalahgunaan Narkotika Morfin, Heroin, dan Ganja. Koran Tempo 21 Agustus 2008, mengungkapkan kasus peredaran narkotika pada tahun ini khususnya di Jakarta meningkat tajam, peningkatan itu mencapai 62,34 persen dari tahun lalu. Kepala Bagian Represi Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta Ajun Komisaris Besar Sigit Gumantio menduga naiknya peredaran narkoba karena makin banyaknya pasokan dari luar negeri, contohnya narkotik heroin jenis brownsugar. Penyitaan teranyar heroin jenis itu dilakukan pada selasa lalu saat Badan Narkotika Provinsi BNP DKI Jakarta dan Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya menggelar operasi gabungan di Kelurahan Menteng Tenggulun dan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Dari barang bukti yang disita, yaitu 55 paket heroin, 56 butir ekstasi, 3 paket ganja, dan 16 jarum suntik, terdapat heroin jenis brownsugar. Ditemukan pula heroin jenis white crystal yang berasal dari kawasan Segi Tiga Emas: Laos, Burma, dan Thailand. Data kasus penyalahgunaan narkotika dari tahun 2001 sd 2006 : No Kasus 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 NARKOTIKA 1.907 2.040 3.929 3.874 8.171 4.626 Sumber : Badan Narkotika Nasional Data terbaru yang penulis dapatkan dari sebuah stasiun televisi swasta pada tanggal 10 Juli 2010 pukul 14.00 yang bersumber dari Badan Narkotika Nasional menyebutkan bahwa pengguna narkoba pada tahun 2009 mencapai 26.768 dua puluh enam ribu tujuh ratus enam puluh delapan orang dengan pengguuna terbanyak berasal dari kalangan remaja. Sebuah peningkatan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan tabel di atas. Dari informasi tersebut menunjukkan bahwa kasus penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah sebagian besar pengguna narkoba adalah remaja dan dewasa muda yang rentang usia mereka antara 16 sd 24 tahun, justru mereka yang sedang dalam usia produktif yang merupakan sumber daya manusia dan juga sebagai aset bangsa di kemudian hari. Hurlock 2004, Usia remaja juga merupakan usia yang tidak stabil secara emosi, usia yang menakutkan, dan usia perubahan. Menurut Harboenangin dalam Danny I Yatim dan Irwanto, 1991 mengemukakan bahwa semua sebab yang memungkinkan seseorang mulai menyalahgunakan obat pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar. Pertama, sebab-sebab yang berasal dari faktor individu itu sendiri dan kedua, sebab-sebab yang berasal dari lingkungannya. Adapun faktor individu adalah kepribadian, inteligensi, usia, perasaan ingin tahu dan memecahkan persoalan. Sedangkan faktor lingkungan adalah, ketidakharmonisan keluarga, pekerjaan, kelas sosial-ekonomi dan tekanan kelompok. Sebagai orangtua yang memiliki anak pengguna narkotika sudah menjadi satu kewajiban untuk ikut berperan dalam membantu proses penyembuhan anaknya, bukan hanya dukungan materil yang harus diberikan untuk proses rehabilitasi akan tetapi dukungan moral dan spiritual yang sangat dibutuhkan oleh anak selama masa penyembuhan. Berbagai macam tindakan penanganan dapat dilakukan oleh orang tua untuk membantu melepaskan anak mereka dari ketergantungan narkoba seperti merujuk pada panti rehabilitasi, pondok pesantren yang khusus menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang. Di dalam undang-undang nomor 22 Pasal 46 menyebutkan: “orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan danatau perawatan.” Dan jika dilihat dari segi agama, tiap-tiap agama baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha melarang bahkan mengharamkan pemakaian obat-obatan dan minum- minuman keras yang dapat menyebabkan seseorang menjadi mabuk atau menjadi rusak diri karena pengaruh obat terlarang dan juga minuman keras. Didin Hafiduddin 2001 mengungkapkan dalam agama islam segala sesuatu yang memabukkan khamr hukumnya haram. Sebagaimana dinyatakan dalam Al quran QS Al Maidah ayat 90-91: ☺ ☺ ☺ ☺ ☺ ☺ ☺ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu. Disadari atau tidak orang tua berusaha mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber konflik yang memicu stres tersebut. Oleh karena itu intervensi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber stres tersebut bisa datang dari individu itu sendiri intervensi individual antara lain dengan strategi coping. Dalam melakukan usaha untuk menghilangkan dan mengurangi stres, setiap individu melakukan usaha yang melibatkan pikiran dan tindakan yang berbeda untuk menurunkan tingkat stress. Perbedaan usaha ini dikenal dengan istilah strategi coping. Seperti yang diungkapkan oleh Lazarus dan Folkman: “coping strategies are thought and actions that we used to deal with stressful situations and lower our stress level” dalam Auerbach Gramling, 1998:27 Strategi coping adalah usaha berupa pikiran dan tindakan yang berbeda untuk menurunkan tingkat stress. Lazarus dan Folkman dalam Auerbach dan Gramling, 1998 membedakan dua tipe strategi coping: a. coping terpusat pada masalah problem focused coping yakni usaha untuk menghilangkan emosi negatif yang dialami dengan melakukan sesuatu untuk memodifikasi, mengubah, atau meminimalkan situasi yang mengancam b. coping terpusat pada emosi emotion problem focused coping usaha untuk menghilangkan emosi yang tidak menyenangkan dengan menggunakan beberapa mekanisme seperti penyangkalan denial, harapan positif dan pikiran yang penuh harapan Oleh sebab itu dari uraian yang sudah dikemukakan diatas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana Coping Stres Orang Tua Yang Memiliki Anak Kecanduan Narkoba.

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah