65
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Tingkat Konsumsi Makanan Atlet Sepakbola
Oksigen, air dan zat gizi yang dibutuhkan untuk proses kehidupan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
mengganti zat-zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakannya semua zat gizi tersebut untuk aktivitas olahraga. Menu seorang atlet harus mengandung semua
zat gizi tersebut untuk aktivitas olahraga Depkes RI dan Koni Pusat, 1997. Tingkat kecukupan energi berpengaruh dalam peningkatan stamina atau daya tahan tubuh
atlet. Berdasarkan hasil penelitian dengan perhitungan berdasarkan jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas fisik, dan lamanya latihan disamakan antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diperoleh hasil tingkat konsumsi energi rata-rata atlet sebesar
97,2 dengan tingkat konsumsi kelompok perlakuan sebesar 97,8 dan kelompok kontrol sebesar 96,6. Angka ini sudah tergolong dalam
tingkat konsumsi yang normal. Kondisi tingkat konsumsi energi yang sudah tergolong normal ini, harus tetap dijaga agar tubuh atlet masih dalam tingkat
kebugaran yang baik. Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada beda tingkat konsumsi energi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan t
H
=0,79 t
c
=2,021, maka Ho diterima. Almatsier 2003, mengatakan bahwa kekurangan energi atau tidak
terpenuhinya kalori terjadi bila konsumsi kalori dalam makanan kurang dari kalori yang dikeluarkan tubuh, bahkan akan mengalami keseimbangan energi negatif.
Universitas Sumatera Utara
66
Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya ideal bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa
menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Secara khusus tidak ada makanan tertentu bagi olahragawan yang dapat
meningkatkan perstasinya namun setiap olahragawan membutuhkan sejumlah energi dan zat gizi lainnya untuk melakukan aktifitasnya dan menjaga kesegaran
jasmaninya. Margaretha 2004, dalam penelitiannya mengatakan asupan vitamin B
1
yang sesuai dengan kebutuhan atlet maka daya tahan jantung-paru atlet baik, semakin tinggi kebutuhan energi, semakin tinggi kebutuhan vitamin B
1
. Dalam hal ini konsumsi makanan sumber energi harus seimbang dengan vitamin pembangkit energi
yang dikonsumsi, baik itu dari makanan ataupun berasal dari suplemen. Rahayu 2002, untuk jenis olahraga yang membutuhkan daya tahan prima dan berlangsung
dalam waktu relatif lama seperti sepak bola, sumber energi banyak tergantung pada simpanan glikogen dalam otot atau biasa disebut sebagai glikogen otot.
Yuliana 2008, mengatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan kesegaran jasmani yang baik diperlukan status gizi yang baik dan tercukupi zat
gizinya dengan tepat, berdasarkan penelitiannya para atlet berusaha mempertahankan dan meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi dengan meningkatkan konsumsi
makanan utamanya yaitu sumber energi, vitamin C, besi, dan protein. Sedangkan dari hasil penelitian ini untuk tingkat konsumsi rata-rata yang tergolong normal, ternyata
masih belum bisa mencukupi kebutuhan energi apabila ditinjau dari perhitungan energi berdasarkan BMR, aktivitas fisik dan dosis latihan. Hapsari 2002,
mengatakan bahwa sebagian besar atlet tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi
Universitas Sumatera Utara
67
mereka, sehingga asupan zat gizi penting bagi atlet sepakbola yaitu kalori dan karbohidrat tidak terpenuhi dengan baik, meski sudah terbukti secara signifikan
bahwa ketepatan pemenuhan kalori dan karbohidrat berpengaruh secara signifikan terhadap stamina atlet. Sehingga penting sekali untuk memantau secara intensif
asupan makanan atlet melalui edukasi dan program riil penyelenggaraan makanan bagi atlet.
Hapsari 2009 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang secara signifikan menjadi faktor yang mempengaruhi stamina atlet. Dengan uji
regresi linear yang dipakai membuktikan bahwa hanya asupan karbohidrat saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap stamina atlet.
5.2. Stamina Atlet Sepakbola Sebelum Pemberian Suplemen