Pendekatan Supervisi Klinis Supervisi Klinis

Selain itu pula ada sebagian sikap supervisor sebagai seorang yang “super” yang berpengetahuan luas, berpendidikan, berpengalaman, berketerampilandan berkemampuan lebih dari orang lain, akan menampilkan dirinya menjadi sombong. Adapula seorang supervisor, tapi yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi sebagai supervisor, tapi karena suatu dan lain hal ia diangkat menjadi supervisor pengawas. Dalam hal ini ada kemungkinan ia akan berlindung dibelakang otoritas formalnya, ia mempunyai surat keputusan sebagi supervisor dan bertindak sok kuasa tidak ramah dan menggunakan powerkekuasaan sebagai dalih. Supervisor semacam ini tidak mungkin dapat membina bawahannya, karena ia tidak memiliki job knowledge dan keterampilan melakukan supervisi. Dengan kata lain ia tidak mampu melakukan supervisi klinis yang merupakan bagian penting dalam pengetahuan staf. Siswanto Masruri dkk mengemukakan bahwa ada 3 pendekatan supervisi klinis yaitu: 20 a Pendekatan Preskriptif Dalam pendekatan preskriptif ini nampaknya pengawas atau supervisor lebih menonjolkan power atau otoritas formalnya dalam melakukan tugas sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi berikut: 1 Supervisor pengawas bertindak sebagai petugas yang harus menanamkan peraturan secara kaku. 2 Menganggap dirinya sebagai seorang “pakar” yang memiliki rasa lebih hebat dari orang yang disepervisi 3 Proses kegiatan yang dilaksanakan diperbandingkan dengan model atau Blue print cetak biru yang sudah ditetapkan terlebih dahulu 20 Siswanto Masruri, et al., Pedoman Pengawasan, Jakarta: CV Mekar Jaya, 2002 cet. Ke- 1 h. 57-60 4 Diskusi yang diselenggarakan sesudah pengamatan dikendalikan atau diarahkan oleh supervisor dan ia bertindak sebagai penguasa dalam diskusi otoriter 5 Tujuan supervisi adalah untuk menjamin agar metode yang sudah ditetapkan secara betul dan kaku, tanpa adanya kemungkinan pengembangan. b Pendekatan kolaboratif Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam pelaksanaan supervisi klinis, diterapkan pendekatan kolaboratif yang memberi warna kemitraan antara supervisor dan orang yang disupervisi. Pendekatan ini mempunyai beberapa arti seperti misalnya: 1 Proses, pembuatan, cara mendekati 2 Usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian dan seterusnya. Pengertian pertama dapat diterapkan dalam supervisi klinis, terutama jika dikaitkan dengan cara mendekati materi yang akan dibicarakan dalam pertemuan sesudah supervisi dilaksanakan. Ha ini akan mewarnai bentuk relasi antara supervisor dengan orang yang disupervisi. Disamping itu pengertian kedua juga dapat diterapkan jika yang disupervisi sama-sama ingin memahami permasalahan yang perlu dibahas bersama. Berdasarkan penjelasan singkat di atas, maka ilustrasi pendekatan kolaborasi dapat digambarkan sebagai berikut: a Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja b Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri, yakni: saya mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang saya amati c Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengamatan bersifat terbuka atau fleksibel dan tujuannya jelas d Tujuan supervisi ialah membantu guru berkembang menjadi tenaga profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif Dengan menggunakan pendekatan kolaboratif, supervisi klinis tidak menimbulkan suasana tegang bahkan sebaliknya yaitu keakraban. Hal ini dimungkinkan karena supervisor menerapkan pendekatan kemitraan, tidak mencari-cari kesalahan orang yang disupervisi dan mengambil keputusan secara sepihak. Disamping itu pendekatan kolaboratif nampaknya lebih bersifat terbuka, artinya orang yang disupervisi lebih mendapat kesempatan untuk mengemukakan dan menyampaikan kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang dihadapi. Sebaliknya pengawas supervisor juga bermitra kepada orang yang disupervisi berbagi kepakaran. c Pendekatan keagamaan Sebagaimana diketahui bahwa agama adalah sumber motivasi dan inspirasi tingkah laku seseorang baik dia sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Subjektifitas pandangan hidup seorang tidak lepas dari keadaan sekelilingnya. Begitu pula keadaan objektif sosial merupakan ekspresi umum dari situasi subjektif masyarakat itu sendiri. 21 Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 1-3 æóÇáúÚóÕúÑö . Åöäøó ÇáúÅöäúÓóÇäó áóÝöí ÎõÓúÑò . ÅöáøóÇ ÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö æóÊóæóÇÕóæúÇ ÈöÇáúÍóÞøö æóÊóæóÇÕóæúÇ ÈöÇáÕøóÈúÑö . Artinya: “Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh 21 Siswanto Masruri, et al., Pedoman Pengawasan......,h. 60 dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. 22 Disini agama berfungsi sebagai hidayah dan sekaligus memberikan pegangan agar seseorang tidak hanyut dan tenggelam dalam problema yang dihadapinya. Dalam kehidupan seseorang ada dua aspek yang sangat mempengaruhi yaitu: a Aspek intern orang tersebut, dan b Aspek lingkungan Dari aspek intern dirinya sendiri melalui pendidikan; baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat, sedangkan aspek lingkungan, baik dalam komunitas atau tempat ia melakukan kegiatan sehari-hari. Kedua aspek tersebut saling terkait, yang kalau keduanya konsisten atau mono standard akan membuat orang itu tenang. Namun jika tidak, biasanya akan menimbulkan problem dilematis, yaitu resah secara moral dan membuat frustasi. Dalam hal ini agama mempuyai fungsi ganda, yaitu pertama sebagai motivasi untuk menumbuhkan etos yang positif dan etikpuritan, sedangkan dari segi lain, agama berfungsi psikologis untuk memberikan ketentraman tatkala batin seseorang sedang aada goncangan, tatkala hati sedang bimbang, tatkala hawa nafsu sedang bergejolak untuk mencari kepuasan walaupun melanggar hak dirinya dan orang lain. Berdasarkan uraian singkat diatas, kiranya dapat diambil suatu konklusi bahwa bila pendekatan prespektif dan kolaboratif masih menemui jalan buntu maka sebaiknya pengawas supervisor menggunakan pendekatan keagamaan. Hal ini dimungkinkan karena aspek supervisi klinis menyangkut hal yang non akademis, artinya berkaitan dengan masalah-maasalah non teknis yang dihadapi oleh guru pendidikan agama islam dalam melaksanakan tugas sehari- hari. 23 22 Al-quranul Karim Surat Al-Ashr Ayat 1-3 h. 601 23 Husni Rahim, Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Depag Agama RI, 2000, Cet ke-2 h. 59-64 Jika semua pendekatan supervisi klinis yang telah disebutkan diatas benar-benar dilaksanakan dengan menyeluruh dan baik oleh kepala sekolah dan para anggotanya maka kelancaran belajar mengajar disekolah tentu akan lebih terjamin.

4. Prosedur Pelaksanaan Supervisi Klinis

Yusuf A. Hasan dkk dalam buku mereka “pedoman pengawasan” merumuskan prosedur pelaksanaan supervisi klinis yaitu sebagai berikut: a Pertemuan pra pengamatan Pertemuan pra pengamatan ialah pertemuan yang dilakukan oleh supervisor dengan orang yang disupervisi sebagai kegiatan pendahuluan. Dalam pertemuan pra pengamatan ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1 Supervisor bersama dengan orang yang disupervisi, misalkan guru, mulai membicarakan rencana mengajar pada hari itu. Apa yang akan disajikan, bagaimana cara ia menyajikan bahan, sejauh mana siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar-mengajar, bagaimana guru mengetahui proses dan hasil belajar siswa dan seterusnya. 2 Ada kesepakatan antara supervisor dengan yang disupervisi untuk memusatkan perhatianpengamatan pada salah satu komponen pengajaran misalnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar 3 Diadakan kesepakatan mengenai bagaimana sebaiknya supervisor merekam atau mencatat hasil pengamatannya. Dewasa ini tidak ada halangan bagi supervisor untuk membuat rekaman secara elektronik dengan menggunakan kamera video atau audio yang menggunakan kaset rekaman tape recorder. Jika dipergunakan alat perekan elektronik sebaiknya diberikan kepada guru dan juga kepada siswa. Apalagi jika untuk rekaman kamera video digunakan juga lampu sorot. Hal ini dimaksudkan agar perhatian siswa tidak terpecahkan. Jika keadaan memungkinkan, hasil rekaman dengan video dapat dipertontonkan di depan kelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi rasa curiga dan sebaliknya akan menumbuhkan rasa bangga. Komponen pengamatan ini dibicarakan agar guru yang disupervisi mengetahui dan merasa tidak dijebak oleh supervisor. Hal yang sama hendaknya juga dilakukan pengawas terhadap seluruh guru. 4 Karena tujuan supervisi klinis ialah membantu seseorang yang disupervisi, maka supervisi klinis tersebut bersifat terbuka. Artinya orang yang akan disupervisi berhak melaksanakan tugas mengajar dikelasnya. b Pelaksanaan pengamatan Dalam kegiatan fokus klinis yang ditujukan kepada guru, ada tiga kemungkinan pemusatan perhatian, yaitu guru, siswa atau interaksi guru dan siswa. Kegiatan guru yang mendapat fokus pengamatan, antara lain ialah bagaimana memulai tugasnya. Adakah kegaitan apersepsi, memancing pengetahuan siswa yang akan dipergunakan untuk memahami bahan ajaran baru? Bagaimana guru memberikan respon terhadap siswa? Adakah ia mendukung terjadinya proses belajar siswa, atau bahkan menimbulkan kecil hati siswa, membubuh inisiatif atau kreatifitas siswa, dan seterusnya. Dalam proses belajar mengajar akan tampak apakah guru yang mendominasi kelas atau siswa yang lebih aktif? Seberapa banyak teknik bertanya yang mendorong siswa berfikir, mencari jalan untuk menyelesaikan masalah. Para pakar pendidikan cenderung berpendapat bahwa pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak” tidak mendorong untuk belajar. Jika pusat perhatian pengamatan ditunjukan terhadap siswa, maka supervisor dapat mencatat berapa banyak siswa yang memberikan respon terhadap pertanyaan atau pernyataan guru. Misalnya siswa bereaksi dengan bertanya mengenai hal yang sedang diajarkan guru. Respon siswa ini dapat berupa pertanyaan mengenai suatu hal yang belum dipahaminya atau pertanyaan yang mengembangkan hal yang sedang diterangkan. Tanpa diduga