Ciri-ciri Supervisi Klinis Supervisi Klinis

1 Bimbingan supervisor kepada gurucalon guru bersifat bantuan bukan perintah atau intruksi 2 Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan disupervisi, dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor 3 Meskipun guru atau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara integrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu saja. 4 Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dan supervisor berdasarkan kontrak lihat butir tiga diatas 5 Balikan diberikan dengan segera dan secara objectif sesuai dengan data yang direkam oleh instrumen observasi 6 Meskipun supervisor telah menganalisis dan mengintrerprestasikan data yang direkam oleh instrumen observasi, dalam diskusi atau pertemuan balikan gurucalon guru diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya. 7 Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada meminta atau mengarahkan. 8 Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka 9 Supervisi berlangsung dlam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan diskusipertemuan balikan 10 Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, dipihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan preservise dan inservise education. 19

3. Pendekatan Supervisi Klinis

Keberhasilan dalam pelaksanaan supervisi klinis tergantung pada beberapa faktor yang melekat pada diri supervisor pengawas yang melakukan supervisi terhadap guru menjadi tanggung jawabnya, antara lain sikap yang ditampilkan oleh supervisor yang bersangkutan. Sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh pemahaman supervisor terhadap tugasnya. Apakah ia menganggap supervisi itu sebagai tugas untuk menginspeksi atau mencari kesalahan orang yang disupervisi, yang menurut pendpatnya makin banyak dia dapat menunjukan kesalahan orang yang disupervisi, semakin hebat kenerjanya. Atau ia selalu membandingkan kinerja orang lain dengan kinerja dirinya, yang berarti dirinya dipergunakan sebagai alat ukur, patokan atau model. 19 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi..., h. 91 Selain itu pula ada sebagian sikap supervisor sebagai seorang yang “super” yang berpengetahuan luas, berpendidikan, berpengalaman, berketerampilandan berkemampuan lebih dari orang lain, akan menampilkan dirinya menjadi sombong. Adapula seorang supervisor, tapi yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi sebagai supervisor, tapi karena suatu dan lain hal ia diangkat menjadi supervisor pengawas. Dalam hal ini ada kemungkinan ia akan berlindung dibelakang otoritas formalnya, ia mempunyai surat keputusan sebagi supervisor dan bertindak sok kuasa tidak ramah dan menggunakan powerkekuasaan sebagai dalih. Supervisor semacam ini tidak mungkin dapat membina bawahannya, karena ia tidak memiliki job knowledge dan keterampilan melakukan supervisi. Dengan kata lain ia tidak mampu melakukan supervisi klinis yang merupakan bagian penting dalam pengetahuan staf. Siswanto Masruri dkk mengemukakan bahwa ada 3 pendekatan supervisi klinis yaitu: 20 a Pendekatan Preskriptif Dalam pendekatan preskriptif ini nampaknya pengawas atau supervisor lebih menonjolkan power atau otoritas formalnya dalam melakukan tugas sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi berikut: 1 Supervisor pengawas bertindak sebagai petugas yang harus menanamkan peraturan secara kaku. 2 Menganggap dirinya sebagai seorang “pakar” yang memiliki rasa lebih hebat dari orang yang disepervisi 3 Proses kegiatan yang dilaksanakan diperbandingkan dengan model atau Blue print cetak biru yang sudah ditetapkan terlebih dahulu 20 Siswanto Masruri, et al., Pedoman Pengawasan, Jakarta: CV Mekar Jaya, 2002 cet. Ke- 1 h. 57-60