Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura

BAB III ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura

Novel karya Rei Kimura yang berjudul “Catatan Ichiyo” ini bercerita tentang Ichiyo Higuchi, seorang gadis Jepang yang memiliki nama kecil Natsuko Higuchi yang berasal dari keluarga biasa tetapi memiliki bakat sastra yang luar biasa. Ia terlahir dari seorang ayah yang bernama Noriyoshi Higuchi dan ibunya bernama Furuya Ayame. Kedua orangtuanya merupakan pasangan yang tak direstui pada masa itu, karena Noriyoshi bukan keluarga terpandang di desanya, sedangkan Furuya adalah anak dari pemilik kebun bambu dan pertanian yang luas di desanya. Meskipun tak direstui, Noriyoshi dan Furuya tetap saling bertemu hingga seiring berjalannya waktu mereka melakukan hubungan badan di luar nikah. Furuya terkejut pada keberaniannya untuk melanggar semua aturan masyarakat masa Edo dan juga aturan keluarganya sendiri, ketika ia membiarkan Noriyoshi bercinta dengannya. Karena tidak ingin mempermalukan keluarganya dan lebih tidak mungkin lagi jika Noriyoshi menikahinya, maka Furuya dan Noriyoshi memilih dan bertekad keluar dari desa dan memulai kehidupan yang baru di Edo pada 6 April 1857. Furuya hanya meninggalkan sepucuk surat untuk 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD kedua orangtuanya. Di Edo Noriyoshi memiliki kenalan yang bernama Mashimo Senosuke, dia adalah orang yang sebelumnya telah menginspirasi Noriyoshi untuk pindah ke Edo dan berniat membantu kehidupannya disana. Tak berapa lama kemudian anak pertama mereka lahir bernama Fuji Higuchi. Fuji merupakan putri pertama mereka. Kemudian anak kedua mereka lahir pada April 1864, bernama Sentaro Higuchi. Lalu pada tahun 1866 anak ketiga mereka Toranosuke lahir. Selama hidup di Edo Noriyoshi berjuang keras untuk memperoleh status sosial yang tinggi di lingkungan masyarakat hingga akhirnya pada tahun 1867 Noriyoshi mendapat status samurai dan keluarga mereka menjadi cukup dipandang masyarakat Jepang pada zaman itu. Pada tahun 1873 anak keempat mereka lahir bernama Natsuko Higuchi, dan terakhir pada tahun 1875 anak mereka yang kelima lahir bernama Kuniko Higuchi. Dari hasil pernikahan Noriyoshi dan Furuya mereka dianugerahi lima orang anak. Ichiyo Higuchi terlahir dengan nama Natsuko Higuchi, ia memutuskan untuk mengganti namanya karena ketika perpisahannya dengan teman kecil lelakinya yang juga memiliki bakat sastra yang sama dengannya, Masao Kobayashi, sehelai daun Ichiyo musim gugur jatuh sebagai tanda perpisahan mereka dan nantinya sosok lelaki ini dijadikan tokoh utama dalam salah satu novelnya. Ichiyo tidak langsung mendapat persetujuan dari kedua orangtuanya ketika memutuskan untuk mengganti nama, karena menurut mereka mengubah nama lahir dan nama pemberian begitu saja adalah sebuah kesalahan. Tetapi karena Ichiyo memutuskan bahwa nama Natsuko terlalu biasa dan kurang menunjukkan identitasnya kelak sebagai penulis dan 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD penyair masa depan, maka Ichiyo bersikeras bahwa nama Ichiyo lebih indah layaknya sehelai daun dan dengan terpaksa orangtuanya pun menyetujuinya, lalu lama-kelamaan saudara-saudara nya pun terbiasa memanggilnya Ichiyo. Ichiyo kecil sudah terbiasa dengan dunia sastra, karena ayahnya selalu membuat jamuan sastra untuknya dengan dihadiri tamu-tamu ayahnya dari dunia sastra elite seperti penyair, sekumpulan penulis dan beberapa aktor dari drama musikal Kabuki yang terkenal, saat itu usianya baru enam tahun. Meskipun masih kecil Ichiyo sangat percaya diri dalam melakukan semua itu dan ia ingin membuat ayahnya bangga. Ayah Ichiyo sangat berpengaruh terhadap bakat menulis Ichiyo, karena ayahnya selalu mendukung, memberikan kepercayaan, memberikan buku-buku bacaan terbaik serta membimbing Ichiyo untuk menjadi penulis dan penyair yang handal. Tetapi bertentangan dengan ibunya yang selalu melarang Ichiyo untuk menulis dan membaca buku, bahkan Ichiyo sering dimarahi oleh ibunya karena menghabiskan waktunya dirumah hanya dengan membaca, karena menurut ibunya tugas wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang kemungkinan besar dapat memiliki peranan hanyalah wanita bangsawan yang dapat memberi pengaruh dalam berbagai bidang kapanpun mereka mau. Hingga pada akhirnya Ichiyo berhenti sekolah pada usia 13 tahun. Kemudian ibunya memasukkan Ichiyo ke kelas menjahit, memasak dan merangkai bunga. Semua itu dijalani Ichiyo kurang lebih dua tahun dengan serius, bukan karena ia menyukainya, tetapi karena ia adalah seorang perfeksionis dan harus mengerjakan apapun dengan sempurna. Meskipun begitu Ichiyo tidak 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD pernah berhenti membaca karya-karya sastra ataupun sekedar mengalirkan bakat menulisnya ke dalam buku hariannya. Pada tanggal 20 Agustus 1886 sebelum usianya genap 16 tahun, ayahnya memasukkan Ichiyo ke sekolah bergengsi untuk para penyair di Koishikawa, Haginoya yang didirikan dan dikelola oleh penyair wanita pada zaman itu, Nakajima Utako. Di sini Ichiyo belajar karya sastra klasik dan hasil karya-karyanya dipuji oleh Nakajima Utako. Meskipun bakat sastranya terus berkembang dengan baik di Haginoya, sebaliknya karena ekonomi keluarga yang berantakan, kondisi rumahnya sangatlah suram. Pada Juni 1887 ayahnya kehilangan pekerjaan karena pensiun dari Departemen Kepolisian diakhir usia produktifnya yaitu 57 tahun, kehilangan penghasilan secara tiba-tiba memaksa Noriyoshi untuk menjual banyak barang dan asetnya yang sebelumnya telah menyusut drastis. Lalu pada tahun 1889 saat Ichiyo baru berumur 17 tahun ayahnya meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang. Ichiyo sangat terpukul, kehidupan mereka sangat menderita hingga harus berpindah-pindah rumah. Ia sempat ditawari menjadi asisten pengajar oleh Nakajima Utako, tetapi ia dikhianati karena Ichiyo bukan bekerja sebagai asisten pengajar, tetapi Ichiyo lebih dipekerjakan sebagai pembantu. Hidup keluarga Ichiyo semakin sulit sampai mereka harus pindah rumah ke daerah pelacuran di Ryuusenji. Mereka membuka toko dan kemudian ibu serta adiknya bekerja sebagai tukang cuci dan menjahit baju Geisha, tetapi semangat menulis Ichiyo tidak pernah pudar meskipun ia mengalami banyak masalah, ia terus menulis karya-karya hebat yang mengguncang dunia sastra pada zaman itu. Ichiyo sering terlibat 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD masalah gender karena ia bukanlah wanita yang berasal dari golongan bangsawan, melainkan rakyat biasa. Karya pertamanya adalah Bunga di Kala Senja novel tahun 1892 yang diterbitkan melalui majalah Musashino milik Nakarai Tosui, mentor Ichiyo pada waktu itu. Nakarai Tosui juga merupakan lelaki yang disukai oleh Ichiyo dan kehidupan Nakarai sendiri banyak dijadikan cerita dalam novel- novel Ichiyo. Beberapa bulan kemudian Ichiyo menyelesaikan buku selanjutnya Umoregi Dalam Keremangan yang diterbitkan melalui majalah Miyako no Hana milik Miyake Kaho, teman wanitanya di sekolah Haginoya. Saat itu masa indah dan damai bagi keluarga Higuchi, Ichiyo menulis dengan giat, kemudian lima novel lagi yang dihasilkan Ichiyo antara 1895-1896, yaitu On The Last Day of The Year Hari Terakhir di Tahun Ini , Troubled Waters Air yang Keruh, The 13th Nigth Malam Ketiga Belas, Child ’s Play Mainan Anak novel pendek setebal 45 halaman yang menuai banyak pujian bercerita tentang seorang anak yang dipaksa tumbuh dewasa terlalu cepat dan dirampas masa kecilnya di kawasan kota tempat Ichiyo pernah tinggal, Ryuusenji, dan Separate Ways Jalan Lain yang merupakan karya terakhir yang dibuat Ichiyo sebelum ia meninggal pada usia 24 tahun. Ichiyo meninggal pada 23 November 1896 karena penyakit TBC yang dideritanya sejak lama. Meskipun sakit Ichiyo tidak pernah mau memberitahu keluarganya karena ia tidak ingin merepotkan ibu dan adiknya. Ichiyo adalah orang yang bekerja keras, pantang menyerah, teguh pada prinsip meskipun kehidupan yang keras menggoyahkan prinsip itu tetapi ia tetap pada prinsipnya dan tidak mau merepotkan orang lain sampai akhir hidupnya. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Sangatlah ironis bahwa dalam hidupnya Ichiyo Higuchi sangat miskin dan tak pernah memiliki cukup uang bahkan untuk membeli makanan yang layak, sehingga menyebabkan kematiannya yang dini karena kekurangan gizi dan tuberkulosis. Namun dalam kematian, wajahnya melanglang buana jauh keluar dari tempat persemayamannya untuk diabadikan di dalam benda yang menyusahkan hidupnya sepanjang hidup, yaitu uang. Ia ada dimana-mana, menatap tenang kepada dunia yang membentang luas yang sekarang ia jelajahi dalam uang 5000 yen Jepang sebagai penghormatan baginya karena telah menghasilkan karya-karya sastra hebat bagi dunia, khususnya dunia sastra di Jepang.

3.2 Analisis Nilai-